Semua dia kerjakan sendiri. Tak ada pramugari atau petugas lain yang membantu. Bahkan, ketika penumpang sudah turun semua dan hendak menaikan penumpang lagi, sang pilot dengan bahasa yang tidak bisa dimengerti warga di sana, meminta untuk mundur. Ia berlari ke kokpit, megambil tongkat besi sepanjang 30 cm. Ya, Allah, barang yang dia bawa ternyata timbangan besot. Dengan alat itulah satu persatu barang yang akan dinaikkan ia timbang sendiri, dan catat sendiri.
Jangan dibayangkan bawaan mereka terkemas rapih, bersih dan bernilai ekonomis. Ubi jalar masih berlumur tanah, serta binatang babi, merupakan beberapa jenis barang yang ditimbang sang pilot tadi. Di mata saya, kerja pilot seperti ini agak sedikit aneh, setidaknya telah menepis profesi pilot hal yang wah. Sang pilot hanya tersenyum, mengesankan pekerjaan yang ia lakukan hal biasa, ketika mendengar suara shutter kamera yang saya bidikkan.
Susi Air memang banyak memanfaatkan pilot bule seperti ini di Papua. Menurut kabar dari karyawan bagian dalam, pilot impor ini memang disukai Ibu Menteri Susi Pujiastuti, sang pemilik maskapai ini, karena ketelatenan dan mau kerja seperti itu. Menurutnya, mereka bahkan terbiasa mencuci sendiri pesawatnya. “Kalau pilot kita, mana mau kerja kotor seperti itu,” kata pegawai tadi. Menurutnya, gaji mereka sama dengan gaji pilot lokal, hanya yang membedakan kedisiplinan mereka, terutama menyangkut keselamatan, seperti menimbang barang sendiri, tak dipercayakan pada pihak lain.
Pengakuan seorang pegawai Susi, yang mengaku bernama Ane, ternyata benar. Ketika sebulan kemudian saya berkesempatan terbang ke Kab. Puncak, yang lebih terisolasi dari kabupaten lainnya di Papua, mendapati pilot duduk sambil merokok tanpa mempedulikan timbangan barang yang mau dinaikkan ke pesawat. Dia duduk santai, terpaut beberapa langkah dari seorang pegawai yang tengah sibuk menimbang barang. Saat itu detik-detik ketika saya mau melanjutkan penerbangan dari Timika menuju Distrik Mulia, Ibu Kota Kab. Puncak.
Saya sendiri semula tak menyangka dia pilot yang akan menerbangkan rombongan kami. Maklum dia tak mengenakan seragam kemeja putih beratribut pangkat di pundaknya, sebagaimana pilot bule yang saya temui di Tolikara bulan lalu. Saya baru ngeh ketika sudah berada di pesawat, lho kok orang ini yang mengemudikannya, yang ngobrol akrab dengan saya tadi. (asep burhanudin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H