Mohon tunggu...
Besse RohmahTul chaery
Besse RohmahTul chaery Mohon Tunggu... -

no coment

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepatu Barbie

8 Juni 2012   02:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:16 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jejak telapak kaki yang memakaisepatu Barbie, terpampang jelas pada kertas yang dijatuhkan oleh Reza.

Kerja kerasnya harus ternilai dengan jejak sepatu seorang gadis yang terlihat lebih muda dari dirinya. Gadis itu hanya memandangi Reza seolah tak ada yang terjadi. Reza mengalihkan tatapannya saat gadis itu mulai memasang wajah seolah ingin menerkam. Gadis itu pun tidak membantu mengambil semua kertas yang berserakan di sekitar mereka, Reza pun hanya terdiam memandangi semuanya. Ada rasa jengkel dalam hatinya, tapi gadis yang ada di hadapannya itu seolah tidak mengerti.

“Terima kasih karena telah merusak karyaku”. Kata Reza dengan nada sedikit jengkel, dan tanpa memandang gadis itu.

“Ya… baiklah, sepertinya kamu tidak apa-apa. Maaf ya… aku tidak sengaja, aku lagi terburu-buru, jadi kalau kamu mau menuntutku, silahkan hubungi nomorku ini”. Jelasnya dengan enteng dan meninggalkan Reza yang melongo mendengar gadis itu masih bisa berkata hal demikian, seolah dirinya tak berarti apa-apa.

Suara Adzan duhur berkumandang, segera Reza beristigfar untuk melupakan apa yang baru saja terjadi. Ia pun mulai mengumpulkan karya tulis yang belum sempat ia jilid itu. Hari ini ia bermaksud untuk menjilidnya, karena ketidakperdulian dirinya terhadap kata-kata jangan ceroboh atau hati-hati yang sering dikatakan oleh Riska harus ia rasakan dengan kejadian hari ini. Langkahnya lunglai menuju Masjid terdekat, hatinya sedikit kesal, ia tak perlu menunggu lama untuk segera mengadu pada Tuhan.

Gadis yang tadi begitu cuek terhadap kesalahan yang dilakukannya, sekarang sedang menikmati jus jeruk yang ada ditangannya. Matanya melanglang buana mencari sosok yang selalu ia cari-cari. Siapa lagi kalau bukan Kiki sang selebritis di kampusnya. Sejauh matanya memandang, ia tidak menemukan sosok yang ia cari, malah kakak sepupunya Sinta yang datang menghampirinya.

“Assalamu Alaikum Ukhti????” sapa Sinta kepadanya.

“Walaikum Salam, namaku Cinta bukan Ukhti”. Jawab Cinta ketus, seolah ia tak senang bertemu dengan Sinta yang diketahui adalah kakak sepupunya sendiri.

Sinta hanya tersenyum mendengar Cinta berkata seperti itu, “Lagi menunggu siapa, Ukhti??”

“Hemmm… lagi menunggu kekasih hatiku”. Jawabnya enteng.

“Atagfirullah”, lirihnya dalam hati. Sinta tak bertanya lagi, ia merasa kalau adik sepupunya itu telah berada dalam pemikiran yang salah.

Lama mereka berdua terdiam, tak ada pembicaraan lagi. Sinta dengan buku ditangannya dan Cinta dengan khayalannya. Seseorang datang dengan wajah sumbringah menuju ke tempat Cinta dan Sinta. Bukan main senangnya Cinta, pria idamannya datang. Ia tahu kalau Kiki memang menyukai dirinya. Ia tersenyum riang.

“Assalamu Alaikum Kak Sinta…!!!” mendengar itu senyum Cinta memudar dan mulai tak senang.

“Waalaikum salam Ki”. Jawab Sinta dengan lembut.

Wajah Cinta semakin memerah, dirinya sama sekali tidak dihiraukan, seperti angin yang hanya numpang lewat lalu menghilang. Perbincangan yang dilakukan antara Sinta dan Kiki mengenai agama, membuat telinga Cinta semakin panas. Sekarang ia merasa kalau dirinya hanya hantu yang tidak terlihat.

Cinta beranjak dari tempatnya duduk, “Kak Sinta, aku pergi dulu”.

“Mau kemana Ukhti?? Jangan pergi dulu, lebih baik sekarang kita bertiga berdiskusi saja, bagaimana??? Kan selain menambah ilmu, kita juga bisa saling menukar ilmu yang kita ketahui”. Bujuk Sinta

“Persetan dengan itu semua”. Cinta pergi dengan wajah cemberut.

“Sangat kekanak-kanakan”, keluh Sinta dalam hatinya.

Hati Cinta seolah ingin meraung. Ia tak habis pikir, mengapa Kiki lebih senang mengobrol dengan Sinta dibandingkan dengan dirinya?? Jus jeruk yang telah habis ditangannya itu, ia lempar tanpa arah.

Arrrrhhhgggggggg……

Suara gerangan itu membuat cinta kaget dan sejenak melupakan kekesalan hatinya, ia mulai mencari dari mana asal suara itu. Dan ia melihat pria yang sedang berdiri mengambil bekas tempat jus jeruk yang mengenai kepalanya. Ia pun mencari siapa yang begitu iseng mengganggu waktu membacanya.

Mata Cinta terbelalak dan ingat siapa pria itu, ia pun berbalik dan berusaha untuk menghindar. “Lari…!!!” teriaknya

“Hei… jangan lari…!!!”

“Jangan kejar aku…!!! Maaf… aku tidak sengaja…!!!” teriak Cinta sekuat tenaga.

Terjadilah tragedi kejar-kejaran, mereka menjadi tontonan menarik bagi mahasiswa yang menyaksikan drama yang dilakoni kedua manusia yang tak sadar diri itu. Akhirnya Cinta tertangkap, ia masing tersengal-sengal, dan pria itu memegang tangan Sinta dengan kencang.

“Pak Reza…!!! Ada apa ini???” Tanya Sinta yang menghampiri mereka berdua.

“Pak…???” Tanya Cinta dengan wajahnya yang masih lelah.

Reza pun mulai memperhatikan wajah gadis yang ia pegang tangannya itu, ia pun ingat dengan kejadian siang tadi, “Ternyata kamu…!!!”

“Ada apa ini Pak…???” Sinta kembali bertanya.

“Ah… tidak apa-apa, kami perlu berbicara 4 mata, masalah ini perlu diselesaikan”.

“Masalah??? Cinta, apa yang telah kamu lakukan???” Menyoroti cinta yang masih mengatur nafas.

“Ceritanya panjang Kak…!!!” jawab Cinta

“Apa dia ini adikmu, Sinta??? Ajarkan kepada Adikmu tentang sopan santun”. Kata Reza dengan sedikit kesal, keringatnya sudah membasahi kemeja biru yang ia kenakan.

Reza menyeret Cinta dengan tangannya yang masih memegang erat tangan Cinta. Mahasiswa yang menyaksikan kejadian konyol itu, mulai menyebar gossip tentang Cinta dan Reza. Di ruangan kosong itu, Cinta seolah seperti teroris yang akan dimintai pertanggungjawabannya di pengadilan. Cinta tak berani menatap Reza yang mulai ia terka-terka, apakah Reza adalah seorang Dosen, sehingga Sinta memanggilnya Pak?

“Apa kamu sengaja merusak hariku hari ini??? Atau kamu tidak puas dengan nilai yang sudah aku berikan???” Reza mulai mengintograsi.

“Ah…???” Cinta bingung, sampai semester 5 ini, ia belum pernah melihat Reza masuk ke kelasnya memberikan kuliah.

“Benar-benar tidak tahu sopan santun, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku??” Kesal Reza yang mulai tidak sabaran.

“Maaf, aku sama sekali tidak tahu kalau kamu eh anda itu seorang Dosen. Tentang kejadian tadi siang, benar-benar itu di luar kendali, hari ini moodku lagi tidak baik, jadi sekali lagi maaf Pak”.

Reza memperhatikan wajah Cinta, ia yakin kalau Cinta bukanlah mahasiswa yang biasa ia tangani. Sekarang ia berpikir kalau semua kejadian ini adalah takdir, ia merasa kalau gadis yang ada di hadapannya sekarang harus ia tangani dengan serius alias diberikan pelajaran tentang sopan santun.

“Kenapa kamu tidak memakai jilbab???”

Pertanyaan itu membuat Cinta menahan paksa air liurnya yang akan turun ke tenggorokannya, ia merasa dirinya dihina dengan pertanyaan seperti itu. “Atas dasar apa dia bertanya seperti itu?” pikirnya. Cinta berusaha mencari jawaban yang jelas dan tepat, agar ia tidak mendapat pertanyaan yang aneh lagi.

“Kamu terlalu lama berpikir”. Kata Reza dengan melirik arloji ditangan kanannya.

“Pak…!!! Masalah kita bukan tentang pakai jilbab atau tidak, di sini Bapak memaafkan saya atau tidak???” Jelas Cinta sedikit tegas.

Reza yang tadinya dengan wibawa tinggi, merasa semakin dilecehkan oleh gadis di depannya itu, “Kata maaf itu sangat gampang, hanya saja ikhlas atau tidaknya. Saya akan memberikanmu hukuman”.

Cinta semakin tidak mengerti, untuk mendapatkan kata maaf yang ikhlas saja ia harus dihukum terlebih dahulu, “Kalau aku menolak, bagaimana???”

“Sangat gampang bagiku membuat nilaimu error disemester ini”. Tegasnya

Mendengar kata error membuat Cinta harus berpikir keras memutar otak agar ia tidak perlu dihukum atau nilai semesternya error. Ia sudah cukup gila dengan nilai C yang berderet indah pada transkip nilainya disemester lalu. Cinta menghela nafas panjang, sebagai tanda kalau dirinya sepertinya telah kalah.

Tapi tunggu dulu, Cinta menatap Reza tajam, “Bagaimana mungkin Bapak bisa membuat nilaiku error, padahal setahuku, wajah Bapak tak pernah muncul dalam mata kuliah apa pun yang aku pilih”.

Reza tersenyum sinis, membuat Cinta yang melihatnya seolah ingin muntah. “Ingat…!!! Aku ini seorang Dosen, aku punya banyak relasi di kampus ini, jangan remehkan aku”.

Kembali dengan tatapan Cinta yang tajam, ia membayangkan dirinya yang mencekik leher Reza dengan sekuat tenaganya. Reza dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan cengkraman kuat dari Cinta. Tapi sepertinya amarah Cinta lebih kuat, sehingga nalurinya untuk mencekik sampai mati telah diujung tanduk. Mata Cinta pun mulai memerah, dan ia pun tak segan-segan dengan seluruh tenaga yang ia miliki, teriaknya lantang.

“MATILAH KAU REZA….!!!!”

“Apa…????” Reza sontak kaget dengan Cinta yang tiba-tiba berteriak, dengan mata Cinta yang siap melompatinya.

“Ahhh…. Maaf Pak”. Cinta tersadar kalau ia hanya berkhayal dan sebenarnya berharap ia mempunyai keberanian lebih untuk melakukan itu, ia hanya menggaruk-garuk kepalanya, merasa kalau dirinya sangat bodoh.

“Kamu benar-benar gadis pemberani, kamu berani berteriak seperti itu dan berharap aku mati, hemm… aku semakin bersemangat untuk memberikanmu hukuman”.

Tak ada pilihan lain, dengan wajah yang mulai menyesali dirinya yang bodoh, sekali lagi ia menggaruk kepalanya, “Baiklah Pak. Memangnya hukumannya apa???”

“Mulai besok kamu harus memakai jilbab, dan datang ke kampus lebih pagi”.

Tanpa mendengar pemberontakan yang akan dilakukan Cinta, Reza pergi meninggalkannya yang sepertinya masih mencerna apa arti dari hukuman yang ia berikan. Dalam hati Reza terus berteriak, “MERDEKA…!!!” lalu apa hubungannya merdeka dengan masalah ini?? Reza menghapus pikirannya itu, dan berjalan dengan santai. Langkahnya pasti dan terus tersenyum jika harus mengingat wajah Cinta yang begitu konyol menurutnya.

Cinta sendiri mengepal tangannya, ia seolah ingin segera meninju siapa pun yang ada di depannya. “Apa tak ada hukuman lain??” pikirnya. Ia terus berjalan, dan menabrak sesuatu. Pikirnya, “Sekarang masalah apa lagi?? Kenapa hari ini selalu saja sial”. Dan Cinta terhenyak. Kiki yang tersenyum manis di depannya, membuatnya tak dapat menutup mulutnya. Pujian dalam hatinya terus saja berkumandang, betapa Cinta mengagumi ketampanan pria yang ada di depannya itu.

“Ada apa Cinta??? Kenapa wajahmu murung???” menatap wajah Cinta dengan tatapan manisnya.

“Begini kamu bilang murung?? Ini adalah wajah marahku”.

“Hhahahaaahhahahaaaa… dengan wajah lucu seperti itu kamu bilang marah??? Siapa pun yang melihatnya pasti hanya akan tertawa”. Katanya sedikit mengejek.

Mendengar itu dari pria yang disukainya, membuat Cinta sangat malu, untuk pertama kalinya dengan umurnya yang sudah 21 tahun membuatnya harus menangis. Bukan karena masalah yang baru saja didapatnya, tapi perkataan dan tawa Kiki yang sangat menginjak-injak harga dirinya itu.

Wajah memuakkan Kiki semakin membuat Cinta tidak tahan, ia pun pergi meninggalkan Kiki yang masih menertawakannya. Sekarang perilaku kekanak-kanakannya muncul lagi. Tak ada tempatnya untuk mencurahkan apa yang dirasakannya. Menjadi anak yatim piatu dan hidup dengan seorang nenek yang sudah semakin tak bisa melakukan apa-apa, membuatnya tak tahu harus kemana untuk mencari ketenangan.

Tempat satu-satunya yang menjadi tujuannya adalah tempat kerja yang sudah membuatnya besar seperti sekarang ini. Datang dengan wajah yang sembab, membuat teman-temannya harus saling menatap dan tak tahu harus dengan cara apa untuk menghibur Cinta. Tak banyak bicara membuat suasana restoran padang itu tak ramai dengan suara tawa dan canda dari Cinta. Menjadi pelayan restoran dengan gaji yang hanya cukup untuk makan saja, sebenarnya sangat membuat Cinta kelelahan dan berputus asa. Tapi hanya agar tetap hidup, ia harus bekerja keras. Untung baginya Ayah Sinta masih berbaik hati untuk membiayai kuliahnya.

“Cinta…!!! Tolong layani pelanggan di meja 19 yah….!!!” Seru Risa padanya.

Kelincahan yang dimiliki Cinta tetap terjaga meski ia sedang dalam masa galau. Dan masalah bertambah lagi, ketika ia melihat dengan jelas wajah pelanggan yang harus dilayaninya itu. “Kenapa kami harus bertemu lagi”, pikirnya ketus.

“Kamu…!!!” seolah tak percaya dengan siapa yang ia temui.

“Cinta Pak, mau pesan apa???” Tanya Cinta seraya menghindari kontak mata dengan pria yang ia sangat benci.

“Reza…!!! Kamu kenal dia??” Tanya seorang gadis di sampingnya.

Reza terus menatap Cinta yang tertunduk seolah malu dan semakin membuat harga diri Cinta jatuh tak berbentuk. Cinta ingin menggertak Reza agar secepatnya mengatakan apa yang ingin dipesannya. Tangan Cinta mulai keram menunggu Reza yang masih saja menatapnya. “Entah apa arti dari tatapan itu”, Pikir Cinta.

“Reza…!!! Kamu kenal dengan dia???” gadis itu kembali bertanya, dan Reza mulai tersadar dari pikirannya sendiri.

“Iya…!!! Dia mahasiswaku di kampus”.

Ada rasa sedih yang dirasakan oleh hati Reza saat ini, entah karena merasa kasihan terhadap Cinta atau ada hal lain. Melihat kepribadian lain dari Cinta, membuatnya harus memikirkan sesuatu, makanan yang dipesannya pun tidak ia habiskan. Ia segera pergi. Dan Cinta merasa ada yang lain dihatinya. Tatapan Reza yang seolah mengatakan pada dirinya kalau dirinya sangatlah kasihan, membuat Cinta semakin kalut.

Jam pulang kerja akhirnya tiba, Cinta menjadi penghuni terakhir yang belum meninggalkan restoran. Ia masih membereskan pakaiannya yang akan ia bawa pulang untuk ia cuci. Menumpuk di loker, benar-benar membuatnya harus mencuci semuanya. Saat pintu ia kunci, seseorang memegang tangannya, dengan gesit Cinta menariknya dan melakukan perlawanan.

“Ahhh………!!!!” Teriaknya kesakitan.

Setelah Cinta memperhatikan siapa yang memegang tangannya tiba-tiba, ia pun sontak kaget dan melepaskannya, “Maaf Pak….!!!”

“Tidak apa-apa kok Cinta. Aku yang salah, kamu pasti kaget ya???”

Pertanyaan bodoh apa lagi itu??? Pikir cinta. “Kenapa Bapak bisa ada di sini lagi???”

“Karena khawatir”. Jawabnya singkat.

Ada desiran aneh dijantung Cinta yang tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tak tahu perasaan apa yang kini melanda hatinya. Ia tahu dari sorot mata pria yang ada di hadapannya itu, kalau ia benar-benar tulus mengatakan kalau ia khawatir. Cinta tak bertanya atapun berkomentar lagi.

“Aku akan mengantarmu pulang, jadi jangan protes. Anggap saja kalau ini sebagai hukumanmu”. Reza menarik tangan Cinta yang masih mematung dengan pikiran lainnya.

“Cinta…!!! Jangan keras kepala…!!!”

Cinta tiba-tiba melepaskan tangan Reza dengan kasar, ia duduk ditanah tanpa memperdulikan siapa pun dan berteriak dan menangis sekencang-kencangnya. Reza jadi salah tingkah dan tak tahu harus melakukan apa. Cara Cinta menangis seperti anak kecil, membuat sebagian orang yang melihatnya, tertawa dan mengira kalau Reza adalah seorang Ayah yang sedang membuat anaknya sedih.

“Cinta….!!! Apa kamu tidak malu dengan tingkahmu ini??? Orang-orang sedang menertawakan kita…!!!” bujuk Reza pelan.

“Aku tidak perduli, biar semua orang tahu, kalau aku ini manusia jalang, aku ini manusia tidak berguna”. Histeris Cinta semakin menjadi-jadi.

Akhirnya Reza membiarkan Cinta untuk menangis, ia yakin kalau selama ini Cinta menahan semua masalah dihatinya, sehingga menumpuk dan tumpah dengan air mata yang tak dapat lagi ia tahan. Reza menunggu sampai Cinta selesai meringankan bebannya. Muncul rasa aneh dihati Reza, ada rasa ingin melindungi gadis di hadapannya itu. Ia ingin memeluk untuk menenangkannya, tapi itu tidak mungkin ia lakukan. Ia hanya bisa menatapnya dan mendengarkan apa yang mau ia katakan padanya.

Tangisan Cinta pun terhenti saat melihat wajah lelah Reza yang lama menunggunya untuk berhenti. Ada rasa kasihan yang timbul dihati Cinta, ia melihat ada raut sifat kebapaan dari wajah Reza. Ia pun kembali teringat dengan Almarhum Ayahnya, dan senyum pun mulai mekar dibibir manis Cinta.

“Sudah…??? Sekarang senyum-senyum, mau apa lagi sekarang???” Tanya Reza yang sedikit mengejek Cinta.

“Aku lapar, tadi aku tidak ada nafsu makan, Bapak kan banyak uang, bisakan aku ditraktir???” Pinta Cinta dengan raut wajah manja, membuat Reza entah harus berbuat apa melihatnya.

“Hhahahahaaa… dasar…!!! Baiklah, sekarang berdiri dan bersihkan pakaianmu”. Perintah Reza layaknya seolah suami Cinta.

Cara makan Cinta yang begitu lahap, membuat perut Reza ikut-ikutan kenyang. Ia senang melihat Cinta yang mulai ceria lagi. Pertemuan dengan Cinta benar-benar takdir menurutnya. Ia merasa Tuhan menyuruhnya untuk memperhatikan Cinta.

“Pak…!!! Bagaimana hukuman pakai jilbab itu???” Tanya Cinta membuka pembicaraan.

“Jangan pikirkan itu dulu, makanlah”.

Sihir seolah membuat hati Cinta berbalik 180 derajat, yang tadinya sangat membenci Reza, tapi entah mantra sihir apa yang digunakannya, sehingga Cinta mulai suka dan kembali merasakan detak jantung yang semakin cepat, saat harus bertatapan langsung dengan matanya dan mendengar setiap ucapannya yang menenangkan.

Reza mengantar Cinta pulang, dan menyaksikan secara nyata, bagaimana tempat tinggal Cinta yang kumuh dan tak layak untuk dihuni lagi. Nenek yang sedang duduk sendiri itu tiba-tiba tersenyum dan memeluk Cinta dengan erat. Terdengar oleh Reza kalau nenek itu sudah hampir gila menunggu cucunya yang belum pulang-pulang.

“Lebih baik Bapak pulang sekarang, sudah larut, di jalan biasanya tidak aman”.

“Baiklah kalau begitu. Selamat malam, Cinta”.

Pikiran Reza terus saja beralih pada Cinta. Ia tidak pernah menyangka seorang gadis seperti Cinta harus merasakan pahitnya kehidupan. Di dalam pikiran Cinta sendiri, ia merasa kalut dan malu. Kehidupannya telah diketahui oleh dia yang entah bisa diartikan apa oleh hatinya.

Masalah baru datang menghampiri Cinta, Nenek yang begitu ia cintai tiba-tiba jatuh pingsan. Cinta tak tahu harus berbuat apa, ia bingung, dengan uang yang sangat pas-pasan di saku celananya, tidak mungkin untuk membawanya ke rumah sakit. Air mata Cinta mulai jatuh, ia menangisi dirinya yang tak bisa melakukan apa-apa. Satu-satunya orang yang bisa ia hubungi adalah Ayah Sinta. Dan ia sangat bersyukur mereka masih mau membantu.

“Penyakit nenekmu sepertinya sudah sangat parah, dan kamu tahu untuk dirawat di rumah sakit ini, harus menggunakan biaya yang banyak”. Jelas Ayah Sinta, dan Cinta sangat mengerti itu.

“Aku akan berhenti kuliah Om, dengan tenaga yang aku miliki, aku masih bisa berjuang mencari uang, asal Om mau membantu, aku akan membayarnya kembali, tolonglah Om”. Pinta Cinta yang merendahkan dirinya seperti seorang pengemis.

“Baiklah, apa kamu tidak menyesal dengan keputusanmu ini???”

“Tidak Om”.

Semangatnya terbakar untuk mencari uang yang banyak, tidak tanggung-tanggung Cinta mengambil pekerjaan apa saja yang bisa ia lakukan, asal semua yang dikerjakannya itu halal. Ia masih waras untuk tidak menjadi seorang pelacur. Ia sebenarnya menyesal, mengapa kemarin-kemarin ia tidak belajar dengan baik, agar ia pintar dan setidaknya bisa bekerja di tempat yang lebih layak.

Reza terlihat gusar menunggu kedatangan Cinta, ia sudah tak sabar untuk melihat Cinta memakai jilbab. Ia terus menanti, 4 jam berlalu, Cinta tak kunjung datang. Ia pun berpikir kalau mungkin saja, Cinta masih malu untuk memakai jilbab, jadi ia tidak datang. Akhirnya Reza pun pulang dan memutuskan untuk menunggu besok.

Hari kedua, menunggu Cinta di tempat yang sama. Dengan Cinta sendiri yang sedang sibuk melayani pelanggan yang sedang lapar. Reza semakin khawatir, ia sudah tak tahan lagi. Ia pun bergegas menuju rumah Cinta. Dan kekecewaan yang ia dapat kalau Cinta tak ada. Ia pun akhirnya tahu kalau nenek Cinta masuk rumah sakit. Ia tak perlu menunggu lagi, ia segera ke rumah sakit, kekhawatiran Reza sudah melampaui rasa hanya kasihan, tapi yang dirasakannya sekarang adalah kalau ia memang benar-benar menyayangi gadis yang bernama Cinta itu.

Sesampainya di rumah sakit, Reza hanya mendapati nenek Cinta yang terkulai lemas. Ia pun bertemu dengan Sinta dan Ayahnya. Terjadilah pembicaraan diantara mereka bertiga.

“Nak Reza ini Dosen Cinta ya…???” Tanya Ayah Sinta

“Ya…begitulah Pak. Kalau boleh tahu, orangtua Cinta ada di mana?? Apa mereka tidak diberitahu kalau nenek Cinta sedang sakit??”

“Hemm… orangtua Cinta sudah meninggal, Cinta hidup hanya berdua dengan neneknya, ia hanya mau menerima bantuan kami dengan membiayai sekolahnya, tapi untuk masalah lain, Cinta tidak ingin kami ikut campur. Dan sekarang Cinta memutuskan untuk berhenti kuliah, katanya ia akan mencari banyak uang, itu karena keluarga kami juga sedang mengalami masa sulit, kami sebenarnya tidak ingin Cinta berhenti dari kuliahnya, tapi keputusannya sudah bulat, dan kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi”.

“Kalau Bapak ingin bertemu Cinta, sekarang Cinta ada di tempat kerjanya, di restoran padang”. Jelas Sinta pelan.

Tanpa pikir panjang lagi, Reza pamit dan bergegas menuju tempat kerja Cinta. Ia menyesal, mengapa ia tak tahu dari awal, dan kenapa ia tidak dipertemukan lebih awal dengan Cinta, ia ingin membantu meringankan beban Cinta, ia ingin menjadi seseorang yang bisa dijadikan Cinta bersandar jika Cinta lagi ada masalah.

“Cinta…!!! Layani pelanggan di meja 19 ya…!!!” lagi-lagi dengan gesit Cinta berlari dan menghampiri pelanggan tersebut.

Tatapan Cinta kaku dan tak tahu harus bagaimana, “Pulanglah Pak, jangan datang melihatku di sini, ini sama saja kalau Bapak mengejekku”.

“Cinta…!!!” panggilnya

Cinta pergi meninggalkan Reza dan pelanggan lain yang masih menunggu. Reza mengejarnya, dan merasa bingung dengan sikap Cinta yang seperti itu. Ia tahu kalau Cinta pasti merasa malu dengan keadannya sekarang. Bayangan Cinta masih terlihat, Reza mempercepat larinya agar dapat meraih tangan Cinta. Dan akhirnya tangan Cinta ia raih.

“Apa kamu masih mau berlari ha…?!!” Bentak Reza.

“Lepas Pak, ini sangat memalukan”. Kata Cinta yang sedikit terisak.

“Apa bertemu denganku sangat memalukan???”

“Bukan seperti itu Pak, Bapak sama sekali tidak mengerti dengan apa yang aku alami, sekarang tolong lepaskan Pak”. Cinta mulai memberontak.

“Takkan menyelesaikan masalah jika sikapmu seperti ini, apa dengan berlari pergi, masalahmu akan ikut pergi, begitu???”

Tak ada pemberontakan yang dilakukan Cinta, ia terdiam dan menunduk. Reza masih saja memandanginya, tangan mereka masih bersatu dan itu tidak menjadi hal yang perlu mereka risaukan lagi. Perasaan mereka sekarang sedang diadu dengan masalah pikiran mereka sendiri.

“Kamu membuatku berlari mengejarmu untuk kedua kalinya, kamu begitu kuat berlari, apa dulu nilai olahragamu tinggi???” Tanya Reza yang mulai bercanda.

Senyum kecil dari bibir Cinta, membuat Reza sedikit tenang, “Apa Bapak ingat dengan jejak sepatu dikertas karya tulis Bapak??? Itu kesan aneh di saat kita pertama kali bertemu”.

“Ya… aku ingat. Dan aku masih ingat bagaimana mimik datarmu saat itu”.

“Hhhaahahaaaaa….”. tawa Cinta membuana. “Dan sekarang sepatu itu sudah rusak karena aku pakai di tempat lain, lihat dia tak sebagus dulu, sekarang ia sudah sobek”. Memandangi sepatunya dan tersenyum kecut.

“Aku akan membuat dirimu kembali kuliah”.

Reza pun membawa Cinta kembali ke rumah sakit, di sana telah datang kedua orangtua Reza yang tanpa sepengetahuan Cinta, Reza telah meminta kedua orangtuanya untuk segera datang ke rumah sakit. Sinta dan Ayahnya juga ada di dalam ruangan kecil itu. Cinta tak tahu harus berkata apa, dan tak tahu apa maksud Reza dari semua ini.

“Saya ingin melamar Cinta untuk jadi teman sekaligus istri di dalam kehidupanku, dan saya memohon izin dari kalian semua”.

Mata Cinta melotot memandang Reza yang dengan keyakinannya mengatakan hal berani seperti itu. Kedua orangtuanya pun terkejut mendengarnya, Sinta dan Ayahnya pun bingung harus mengatakan apa.

“Apa kamu sudah yakin Nak??” Tanya Ayahanda Reza.

“Sangat, saya sangat berharap Ayah dan Ibu memberikan restu”. Pinta Reza

“Baiklah Nak, kalau ini sudah menjadi keputusanmu, kami hanya bisa merestui dan mendoakan yang terbaik untukmu”. Jelas Ayah Reza dengan senyum bahagia di wajahnya.

“Bagaimana dengan Sinta dan Ayahandanya, apa kalian mengizinkan saya untuk mengambil alih Cinta dari tangan kalian?”

“hahahahaha…”. Tawa Ayah Sinta mendengarnya. “Kami sangat merestuinya Nak, tapi kami harus bertanya kepada Cinta sendiri, apa dia bersedia menjadi istri Nak Reza atau tidak”.

Mereka semua memandang Cinta dengan penuh harap, Cinta hanya terdiam, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. Ini adalah hal yang paling bahagia yang bisa ia rasakan. Ia hanya mengangguk sebagai tanda setuju untuk dilamar menjadi istri dari seorang Dosen.

“Alhamdulillah…!!!”Ucap mereka hampir serentak.

Seminggu berlalu dari hari bahagia itu, 2 hari lagi Reza dan Cinta akan melangsungkan akad nikah. Mereka dilarang bertemu sampai pada hari yang telah ditentukan. Rasa rindu melanda mereka berdua, dan Reza pun mengirimkan sesuatu kepada Cinta sebagai rasa tanda rindunya kepada calon istrinya itu.

Cinta membuka paket besar yang dibungkus rapih itu. Dan ia dapati sebuah sepatu Barbie, persis dengan sepatunya yang telah rusak dan sepatu itu yang menjadi kenangan indah saat pertama kali mereka bertemu. Semoga bahagia, Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun