Kedua, pembekuan produksi berdasarkan output bulan Januari berarti pembekuan tingkat produksi pada level output yang tergolong sangat tinggi, sehingga tidak akan mengurangi penyakit keberlimpahan pasokan yang sudah melanda pasar selama ini. Data menunjukan, produsen minyak mentah terbesar dunia Arab Saudi memompa 10,2 juta barel minyak per hari pada bulan Januari, sedikit di bawah level tertingginya sebanyak 10,57 juta barel per hari yang pernah dicapai pada bulan Juli 2015. Adapun Rusia merupakan produsen terbesar kedua dunia dengan level produksi tercatat sebesar 10,9 juta barel per hari pada bulan Januari. Dan Ini belum memasukan faktor Iran yang berkeinginan kuat menambah kapasitas produksi sebesar 1 juta barel per hari.
Ketiga, faktor gesekan dengan Iran dan Irak. Ajakan membekukan produksi dapat menyebabkan gesekan dengan Iran karena negara ini baru saja diizinkan untuk menjual minyaknya ke pasar internasional setelah sanksi dicabut pada bulan Januari dan terlihat masih sangat bersemangat untuk terus meningkatkan produksi. Bahkan pada hari Senin (15/2/16), pengiriman pertama minyak mentah dari Iran ke Uni Eropa dilakukan secara perdana, dengan dua tangker berikutnya diperkirakan akan diberangkatkan pada hari-hari mendatang. Begitu pula dengan Irak, output negara telah melonjak ke tingkat rekor tertinggi karena negara ini berusaha meraub pendapatan lebih untuk biaya perang dengan ISIS.
Keempat, kesepakatan tidak melibatkan Amerika yang juga secara terus-menerus memompa minyak ke level tertingginya. Dengan harga yang jatuh ke titik terendah dalam 13 tahun, biaya produksi yang ditanggung produsenshale oil di AS akan kalah saing dibanding biaya produksi Timur Tengah. Nah kompetisi ini lama-lama diperkirakan akan memicu penurunan produksi di AS untuk tahun 2016. Imbasnya, akan ada pangsa pasar AS yang tertinggal sehingga dipastikan OPEC dan Rusia tidak akan melewatkannya. Faktor inilah yang akan membuat OPEC dan Rusia berpeluang melanggar kesepakatan, yakni iming-iming pasar AS.
Dan faktor terakhir, harga yang lebih tinggi bisa melemahkan permintaan dunia. Jika Arab Saudi, Rusia, Venezuela dan Qatar berhasil menengahi kesepakatan dengan produsen minyak lainnya, boleh jadi berdampak positif terhadap harga pasar. Namun permintaan justru diperkirakan akan melemah jika harga semakin meninggi karena ekonomi global melambat, mulai dari Eropa, Tiongkok, Jepang, dan pertumbuhan permintaan minyak AS yang diperkirakan turun dari 1,6 juta barel per hari pada tahun 2015 menjadi 1,2 juta barel per hari tahun ini sebagaimana dilaporkan oleh Badan Energi Internasional belum lama ini. Dan permintaan dari negara-negara emerging market yang ternyata menikmati biaya import minyak murah akan terbawa jatuh, kemudian ikut meruntuhkan tingkat permintaan global yang kemudian akan menggagalkan harga minyak berbalik ke level tinggi.[caption caption="www.businessinsider.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H