Mohon tunggu...
BRORIVAI_Center
BRORIVAI_Center Mohon Tunggu... Politisi - Kehadiran lembaga BRC pada dasarnya untuk kemajuan Sulsel

BRC ( BRORIVAI Center )

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Pragmatisme Politik Menghadirkan Kepemimpinan Otakratis?

16 Juni 2019   17:23 Diperbarui: 16 Juni 2019   17:27 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik bukan sebagai idealisme untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, berpolitik hanya sebagai mata pencaharian bukan untuk memperjuangkan nilai-nilai dan aspirasi rakyat. Contoh nyata dari sikap pragmatisme politik adalah mudah ber-pindahnya seorang politisi dari suatu partai ke partai lainnya untuk mendapatkan kedudukan atau jabatan. Atau bahkan pengalaman terkini banyak orang yang ikut dalam pertarungan meraih kursi di legislatif karena mengandalkan kekuasaan keluarga, relasi bandar politik dan bahkan menjadi bandit politik dengan melakukan segala bentuk kecurangan.

Pragmatisme politik juga dapat menyebabkan politik menjadi sangat instan dan tanpa pembekalan. Asal mereka punya modal finansial, tergolong pengusaha mumpuni, berada dalam pusaran keluarga yang berkuasa, sehingga dinilai cukup menjadi sumber daya untuk dapat terjun ke dunia politik. Alhasil, backup kekuasaan, popularitas dan ketenaran menjadi syarat penting. Kini, sulit ditemukan kaderisasi yang terpadu dan terencana dalam pembangunan politik bangsa dan memperoleh kepemimpinan yang ideal.

Inilah bukti dan fenomena pragmatisme politik yang sangat akut mengikat sejumlah elit penguasa dan partai politik termasuk kelompok kepentingan yang sudah membias, sehingga terbentuk hanya politik permukaan bersifat formalistik saja yang kadang tidak lagi pernah menyentuh substansi politik dan nilai demokrasi itu sendiri.

Pragmatisme Melahirkan Kepemimpinan Otokratis

Pragmatisme sesungguhnya dapat menuai sejumlah dampak, khususnya dalam melahirkan gaya kepemimpinan yang tidak lagi demokratis. Karakter pragmatisme yang sudah melekat menjadi tolak ukur dalam mengambil keputusan.

Gaya kepemimpinan yang muncul seringkali berorientasi pada tugas dengan pendekatan komando dan kontrol, dengan ciri operasionalnya berlakon dengan gaya "Aku bos". Mereka memberikan harapan dan arahan yang jelas kepada bawahan atau rakyatnya, memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan dan kapan serta bagaimana melakukannya. Namun dalam prakteknya para pemimpin otokratis membuat keputusan sendiri tanpa masukan dari anggota kelompok lainnya atau tidak banyak melibatkan partisipasi publik.

Sifat pragmatisme pada dasarnya bermuara pada gaya "kepemimpinan otokratis" yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada orang. Lebih fokus pada menyelesaikan sesuatu, ketimbang peduli dengan perasaan orang lain atau rakyat yang sedang dipimpinnya saat mereka sedang ikut serta dalam pembangunan.

Meskipun watak pragmatisme dan gaya otokratis seringkali dibutuhkan dalam kepemimpinan -- karena adanya situasi mendesak di mana hasil harus dicapai dengan cepat atau situasi di mana pemimpin memiliki lebih banyak pengetahuan dari yang lain memungkinkan untuk segera memutuskan sesuatu.

Tetapi sebaliknya mental otokrasi yang mengandung pragmatisme terlihat lebih banyak memiliki keburukan. Misalnya pekerjaan kreatif atau yang berbasis pengetahuan dapat menjadi tertinggal, seringkali dapat merusak moral, inisiatif, dan loyalitas rakyat.

Kepemimpinan otokratis pada dasarnya merupakan gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam suatu organisasi.

Menurut Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan otokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun