Keperkasaan ini sempat nyata terlukis ketika semenjak kalah melawan Sevilla pada kuartal terakhir 2015 mereka tak terkalahkan di 39 laga, nyaris menjadi tim ketiga bersama dengan Juventus dan Nottingham Forest yang memiliki rekor tak terkalahkan dengan bilangan puluhan 4. Selama 39 laga yang berujung 32 kemenangan dan 7 hasil imbang ini, tredente andalan mereka menyumbang 90 gol dan 45 assist. Bagaimana mungkin ada tim menghentikan laju badai seperti ini? Kurang lebih seperti itulah yang diutarakan fans klub lain serta analis pertandingan dan menjadikan FC Barcelona unggulan pertama di setiap kompetisi musim 2015-2016 ini.
Unggul 9 poin di klasemen La Liga dari pesaing terdekat, Atletico Madrid, melaju kencang di Copa Del Rey, serta tidak pernah kalah di Liga Champions membuat pasukan Luis Enrique berada di atas angin, barangkali mereka sudah lupa seperti apa rasanya mengalami kekalahan. Namun sungguh malang, kejayaan selama tiga-per-empat musim ternyata tidak abadi hingga akhir musim setelah rival abadi mereka, Real Madrid harus menghentikan catatan kemenangan itu.Â
Barangkali terkejut dengan kekalahan pertama di 6 bulan terakhir, setelah itu rangkaian kekalahan menjangkit Barcelona, bahkan oleh tim-tim yang musim ini tidak stabil penampilannya seperti Real Soceidad dan Valencia. Selisih 9 poin yang sebelumnya diprediksi akan membuat Barcelona melenggang mudah menggondol juara liga, sirna dengan segera.
Di kompetisi benua biru, UEFA Champions League, ketika media membidik PSG, Bayern Munich, dan Real Madrid sebagai lawan sebanding bagi Barcelona di semifinal atau final, tak disangka tim senegara Atletico Madrid muncul sebagai kuda hitam yang mendepak raksasa merah-biru di babak 8 besar. Bahkan di episode berikutnya tim asuhan Diego Simeone juga menghancurkan asa Pep Guardiola untuk mencicip laga pamungkas bersama Bayern Munich.
Mungkin masih banyak kisah menarik lain yang tidak saya ketahui, atau bahkan tidak terulas media. Tetapi setidaknya, ada pembelajaran yang bisa kita ambil dari perjalanan ini, bahwa manusia beserta teknologi ciptaannya amat terbatas. Setiap analisa dan prediksi yang dilakukan, baik manual ataupun menggunakan super-komputer tetap tidak akan mampu mengetahui dengan benar apa yang sesungguhnya akan terjadi. Karena bola itu bundar, dan manusia bukanlah dewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H