Aku sudah mengira ini akan terjadi dan aku siap. Aku ikhlas dan aku mencoba menerima semuanya. Mencoba tidak mengingat janji-janji Ardy dan mencoba mengingat aib-aib Ardy. Rasanya aku seperti sendirian, Ardy benar-benar tidak mau berjuang? Apa yang seharusnya aku lakukan sekarang? Berpikir dengan pikiran labil, kupilih menemaninya saat ia masih terpukul walaupun aku sudah tidak lagi ia perlakukan sebagai pacar. Tidak bertemu, tidak ada antar jemput, dan bahkan tidak ada telepon. Aku benar-benar merasa ini hal yang sia-sia. Untuk apa kulakukan? Untuk siapa sebenarnya aku masih di sini.
  Satu bulan kutemani dia dalam masa traumanya karena masalah ini. Dan satu bulan juga aku tidak diperlakukan layak. Ardy berubah, Ardy selalu marah-marah dan bahkan tidak menerima manjaku sedikit pun. Ardy juga hanya memikirkan main bersama teman-temannya dan dia bahkan tidak lagi menuruti dan mendengarkan hal-hal yang kuminta. Kami jadi sering bertengkar, aku yang mau menemani untuk menenangkan malah menjadi hal yang paling dia benci sekarang. Aku menyadari sesuatu, bahwa aku di sini hanya untuk diriku bukan Ardy ataupun hubungan kita. Aku tidak bisa sendirian aku menolak menerima fakta-fakta. Aku juga sangat tidak mampu menjalaninya sendirian. Sampai akhirnya kuputuskan kami benar-benar selesai.
  Aku maupun Ardy benar-benar sangat lelah, menurutku juga sudah cukup 3 tahun mempertahankan ini. Aku membiarkan diriku terbiasa tanpanya dan membiarkan aku menangis untuk waktu yang lama. Walaupun kita hanya sebatas teman tapi aku dan Ardy masih berkomunikasi baik. Aku juga masih suka meminta antar ke suatu tempat ke Ardy jika kepepet. Hal baik lainnya berdatangan setelah kami menyudahi ini. Ardy tidak lagi terbebani dengan aku yang sangat bergantung padanya, dan aku juga tidak lagi gelisah atau risau bila dia tidak memperlakukanku sebagai pacar. Aku benar-benar ikhlas menerima sesuatu yang tidak kami inginkan ini.
  Terbesit di kepalaku, mungkin kalau aku dan Ardy lebih dewasa lagi kami akan mendapat restu dari keluarganya. Tapi bukankah itu akan menjadi segumpal harapan yang sangat menyakitkan bila tidak terwujud? Layaknya orang pada umumnya. Aku masih merasa ingin bersanding dengan tawa bahagiamu. Tapi aku dengan keadaan yang nyata mengaku tidak akan mengulangi hal-hal seperti sebelumnya. Baik buruknya kita kemarin biarlah menjadi secuil kisah lampau yang punya tempat tersendiri. Aku bahagia melepasmu.
  Dan pada akhirnya aku terus mencintaimu selama 13 tahun pertemanan kita. Kuharap kamu memiliki ruang untuk menganggap aku pernah ada dalam hidupmu. Walaupun kenangan indah foto, video, hingga album yang kusimpan dalam kotak itu selalu menyerang rasa rinduku. Aku tetap tidak lagi menceritakannya padamu. Sepahit-pahitnya aku mengakhiri ini tetap akan kucantumkan namanya sebagai bentuk menghargai perbuatan baik yang selama ini ia berikan padaku. Ardyto Ramdani Winato.
karya Salsa Bela Monalisa Brinaisah, berdasarkan imajinasi sendiri mohon sertakan nama pengarangÂ
Instagram : @Shabel2_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H