Lagi-lagi aku geram mendengar pertanyaan yang tidak sepatutnya dia tanyakan padaku.
"Neng, ini sudah selesai nasi gorengnya," ujar salah satu pelayan rumah makan.
Akhirnya selesai juga. Aku tidak perlu lagi mendengar celotehan ibu itu yang menyebalkan. Sungguh, aku dibuatnya agak sensi sore ini. Tahu apa dia tentangku. Siapa dia untukku. Seenaknya saja.
Sesegera mungkin kami meninggalkan rumah makan itu. Kupikir ibu itu tidak akan membahas lagi masalah itu.
"Ibu tahu, kenapa kamu tidak segera memberikan keputusan padanya. Sebab kamu sudah punya seseorang yang kamu sukai, yang mungkin sudah lama kamu memendam rasa padanya. Iya, kan Neng? Ibu juga dulu seperti itu" tutur ibu itu.
Aku memperhatikan raut muka ibu itu di balik kaca spion motor. Rasanya ingin kutampar. Entah, aku selalu sensitif membicarakan hal yang seperti ini.
"Iya, bu" tiba-tiba ucapan itu terlontar dari mulutku.
"Padahal, anak ibu juga suka sama kamu, Neng" tegas sekali ibu itu berbicara dengan yakinnya.
Lagi-lagi aku pun mulai terdiam. Tak terasa air hangat mengalir dari mataku.
Tuhan, mungkinkah ini ujian bagiku. Betapa beratnya. Aku yang mencintainya. Tapi mengapa harus begini.
Hati tidak bisa dipaksakan.