AI menjadi bukti kemajuan teknologi dimana sebuah system atau robot dapat berfikir layaknya manusia. Penciptaan AI ini pada dasarnya ditujukan untuk mempermudah pekerjaan manusia salah satunya adalah memudahkan para pelajar dalam menyelesaikan tugas sekolah mereka. Tapi apakah para pelajar Indonesia pada dasarnya sudah siap untuk menerima kemajuan teknologi dari AI? Era Society 5.0 yang berkembang begitu pesat akankah dapat memberikan dampak positif bagi para pelajar Indonesia atau justru sebaliknya.
Era Society 5.0 mungkin terdengar asing di telinga beberapa orang. Lalu apa sebenarnya maksud dari Era Society 5.0? Society 5.0 merupakan konsep masyarakat yang berpusat pada manusia yang berkolaborasi dengan system teknologi (Artificial intelligent dan Internet of Things). Dewasa ini Artificial Intelligent Tengah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Artificial intelligent atau biasa disingkatSebagai seorang mahasiswa saya sendiri sadar AI merupakan sahabat bagi para pelajar untuk menyelesaikan tugas mereka. Dengan AI kita dapat bertanya apapun dan meminta apapun dan AI akan menjawab semua permintaan dan pertanyaan kita. Bagaimana Tidak akan disukai oleh para pelajar jika memberikan kemudahan seperti itu. Siapa dari kita yang tidak mengenal chat GPT, Perplexity, dan Gemini. Merekalah para Artificial Intelligent yang berperan dalam membantu menyelesaikan tugas para pelajar. Sejatinya AI adalah alat yang memudahkan tugas manuasia, tapi tanpa cara pemakaian yang benar AI malah dapat menghancurkan manusia. AI dapat digambarkan sperti pisau. jika pisau digunakan dengan benar maka akan memberi manfaat bagi penggunanya. sebaliknya, jika pisau digunakan dengan cara yang tidak benar akan memberikan malapetaka bagi penggunanya.
Sekarang pertanyaanya apakah pelajar Indonesia dapat menggunakan AI dengan bijak? Tentu tidak ada salahnya jika para pelajar menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas mereka. Namun, masalahnya kebanyakan pelajar Indonesia tidak mencerna informasi dari AI, yang artinya sama saja mereka tidak belajar dan berfikir. Mari kita lihat terlebih dahulu sistem Pendidikan Indonesia saat yang masih berpaku pada konsep menghafal. Saat diberikan tugas, ujian, ataupun saat presentasi, kebanyakan pelajar Indonesia masih menggunakan konsep menghafal dalam belajar. Dalam Taksonomi Bloom, Lorin Anderson  dan tim pada 1990-an mengemukakan, ranah kognitif memuat enam level berpikir yaitu Remembering (mengingat), Understanding (memahami), Applying (menerapkan), Analyzing (menganalisis), Evaluating (mengevaluasi), Creating (menciptakan).  Sangat disayangkan, ternyata sistem pendidikan di negara kita masih menganut konsep ranah berpikir kognititf manusia pada tingkatan terendah. Di Indonesia para pelajar menggunankan sistem menghafal saat belajar karena memang tipe soal di indonesia kebanyakan menuntu . Jangankan menghafal mereka mungkin hanya menyalin tugas dari AI tanpa membacanya. Masih sangat jarang pelajar Indonesia  yang mencoba untuk memahami materi yang mereka terima. Hal ini menunjukkan level Pendidikan di Indonesia masih berada pada level yang paling rendah.
Sekarang lihat saat para pelajar Indonesia melakukan prentasi di depan kelas. Kebanyakan hanya menghafal apa yang mereka tulis dan menyampaikannya kepada  para audiens. Lebih parahnya lagi masih saja ada yang membaca text by text dari apa yang mereka presentasikan. Ketika  mereka membuat materi presentasi mereka juga hanya menyalin dari AI. Bahkan mereka mungkin tidak membaca materinya sebelum mereka mempresentasikan materi mereka. Ketika diberi pertanyaan mereka akan mencari jawaban dari AI dan membacakan  jawabannya karena merekan sendiri tidak paham apa yang sedang mereka presentasikan. L.alu apa yang disebut belajar pada sistem ini yang bahkan berfikir saja tidak. Mirisnya hal ini masih terjadi hingga di jenjang perguruan tinggi di Indoneisa. Kenyataan tersebut menunjukkan sebagaimana bodohnya pelajar Indonesia. Bahkan, mereka saja dalam tanda kutip tidak mampu untuk mencapai tingkatan menghafal yang notabennya adalah tingkatan terendah dalan konsep berfikir manusia.
Pelajar Indonesia belum siap dalam menerima kemajuan teknologi seperti AI. Kehadiran AI justru membuat pelajar Indonesia menjadi malas berfikir secara kritis. Kehadiran Kemajuan Internet of Things juga malah membuat para pelajar enggan untuk berpikir. Ketika mengalami kesulitan mereka tidak mau mencoba untuk menemukan jalan keluarnya dan langsung kembali lagi ke AI. Bahkan, ada seroang jurnalis yang menulis artikel dengan judul "Indoneisan People don't Know How Stupid They Are", ini merupakan sebuah kritik keras terhadap system Pendidikan di Indonesia. Tingkat berpikir pelajar Indonesia belum dapat menerima kemajuan teknologi di EranSociety 5.0 seperti AI. Tidak semua pelajar kita belum siap unruk memanfaatkan internet dan AI dengan baik. Bukannya menjadikan informasi dari Internet atau AI untuk menjadi dasar berfikir mereka, mereka justru langsung mengambil informasinya mentah-mentah tanpa  memverifikasi kebenaran informasi tersebut. AI yang seharusnya dapat membantu para pelajar untuk menemukan dasar pemikiran sehingga mereka dapat berpikir lebih luas dan kritis, malah membuat mereka malas berpikir dan hanya bergantung informasi mentah pada Internet dan AI.
Untuk penjelasan lebih lanjut anda dapat menekan link berikut: https://youtu.be/oVUhg8fPa7s?si=fFaXkTIpcXqOQrJL