Ramalan Sejarah
Ramalan merupakan usaha - usaha yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan atas pertanyaan atau situasi melalui cara - cara okultisme atau ritual tertentu. Tetapi ramalan sejarah bukan tugas pokok seorang sejarawan karena pekerjaan sejarawan adalah melakukan rekonstruksi sejarah yang harus berdasarkan sumber - sumber data historis. Ramalan juga digunakan untuk mengetahui masa depan melalui cara - cara yang biasanya dipandang tidak rasional.
Orang yang melakukan ramalan disebut peramal, tukang atau juru ramal, atau ahli nujum. Ramalan sejarah adalah ekstrapolasi, atau perkiraan, yang berdasarkan historical trend. Sejarah ada generalisasi, sejarah perbandingan dan paralelisme, dan evolusi sejarah. Orang mencoba menebak apa yang akan terjadi karena memiliki pengalaman lampau terhadap pola - pola kejadian yang hampir mirip.
Ada pertanyaan, mengapa banyak orang suka diramal ?
Selama beberapa dekade, para psikolog telah menyelidiki efek Barnum (efek Forer) yaitu teori yang berdasarkan pada observasi Phineas Taylor Barnum bahwa semua manusia memiliki beberapa persamaan yang kemudian dibuktikan melalui demonstrasi seorang psikolog Amerika, Bertram R. Forer. Fenomena ini terjadi ketika seseorang menerima umpan balik tentang diri sendiri, yang diduga berasal dari prosedur penilaian kepribadian atau bisa disebut manusia menjadi "korban" ilusi dari validasi pribadinya.
Berikut beberapa contoh ramalan :
1. Ramalan cuaca terjadi karena orang mengetahui pergerakan angin, tetapi akan tidak sesuai ketika tekanan angin berubah.
2. Ramalan bisnis terjadi karena orang memantau harga saham di beberapa bursa efek, tetapi ramalan tersebut akan tidak sesuai  ketika ada perubahan politik
3. Ramalan statistik terjadi karena statistik sudah menunjukkan.
Contoh : sejumlah cat dapat mengecat tembok sejumlah tertentu, tetapi ramalan tersebut sering tidak sesuai karena pori - pori tembok yang berbeda.
4. Ramalan sosiologi akan tidak sesuai jika komposisi sosial yang mengalami perubahan
5. Ramalan politik akan tidak sesuai ketika "jago" politik berbuat blunder