Namun, kefanatikan saya terhadap sepak bola berubah pertama kali ketika ada seseorang yang bertanya kepada saya dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Ega, apakah kamu mencintai sepak bola?” Seseorang itu adalah guru yang saya hormati.
Langsung saya menjawab dengan tegas, “Tentu saja! Lihat, saya sudah mengorbankan banyak hal untuk membuktikan cintaku kepada sepak bola, bahkan saya sanggup menyebutkan hampir semua pemain yang bertanding di liga Seri A dan semua pemain nasional Indonesia, saya menonton semua pertandingan Mitra Surabaya di Tambaksari.”
“Iya, aku tahu tentang hal itu.” jawabnya dengan tenang, lalu menambahkan “namun, cinta sejati itu bukan seperti itu”
“Hah? Apa maksudnya?”
“Cinta sejati tidak dilakukan dengan membabi buta, jika kamu mencintai sepakbola, kamu tidak akan terobsesi dengannya.”
Seketika itu juga suasananya menjadi hening beberapa saat. Saya juga tidak mengatakan sepatah kata pun, bukan karena saya sudah mengerti apa yang ia maksudkan, namun karena saya benar-benar tidak bisa memahami maksud pernyataannya.
Sejak saat itu, setiap kali saya menyaksikan pertandingan sepak bola di mana pun, pernyataan itu selalu membayang-bayangi dan kembali membuat saya merenungkannya. Selalu.
Beberapa tahun kemudian, Sedikit demi sedikit saya mulai mengerti apa artinya mencintai tanpa terobsesi. Saya tidak akan menjelaskan secara ilmiah perbedaan dari mencintai dan terobsesi karena saya ingin pertanyaan yang sama ini dapat menjadi renungan dan sebuah perjalanan untuk menemukan jawabannya, dan saya yakin jawaban yang akan ditemukan oleh masing-masing orang akan berbeda.
Yang jelas, yang saya rasakan sekarang adalah, sampai saat ini saya masih menyukai sepakbola dengan segala pernak-pernik yang menyertainya, tentu saja. Namun kini saya tidak pernah menyesal dan marah-marah lagi jika tidak bisa menyaksikan satu pertandingan penting yang disiarkan di televisi-untuk pertandingan final Piala Dunia sekali pun, saya tidak merasa berhutang jika tidak menyaksikan detik-detik terjadinya sebuah gol penentu kemenangan dari klub kebanggaan saya, dan yang paling melegakan adalah, bahkan saya juga tidak merasa sedih atau kecewa jika tim favorit saya pada akhirnya tidak membawa gelar juara di akhir kompetisi, serta, kini saya sanggup memberikan ucapan selamat dengan tulus kepada tim rival yang memenangkannya.
Lebih daripada semuanya adalah kini saya sanggup menikmati permainan sepakbola lebih daripada yang pernah saya lakukan sebelumnya. Saya mencintai sepakbola dengan perasaan bahagia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI