Mohon tunggu...
Jurnalis KW 2
Jurnalis KW 2 Mohon Tunggu... profesional -

phlegmatis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ngeliput Bom Part #I (5)

26 Januari 2016   17:04 Diperbarui: 26 Januari 2016   17:33 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situs remaja tempat gue kerja ini berlokasi di sebuah gedung mentereng di Kuningan, Jakarta Selatan. Lokasi tepatnya di lantai 16. Oleh karena agak tinggi, jadi dari kaca gedung gue bisa lihat pemandangan jalan Kuningan. Gue tahu kapan jalan macet, kapan agak lowong. Ibarat NTMC-nya Polri, gue bisa ngasih info ke teman-teman gue yang kebetulan mau lewat kuningan.

"To, Kuningan jam segini macet nggak?" tanya teman gue suatu ketika.

"Bentar, gue ngintip di kaca dulu yee," ujar gue.

Gue kemudian ngintip.

"Kosong tuh!" info gue. "Emang loe dari mana mau ke mana?"

"Nggak kemana-mana..."

"Lho? Nggak kemana-mana kenapa tanya jalan Kuningan macet apa kagak?" tanya gue heran.

"Gue cuma pengen tahu, Tukang Bakpau mangkal apa enggak jam segini..."

"Kampreeeet!!!"

Teman gue ngerjain gue. Ngerti sih, di Kuningan kalo macet, pasti ada Tukang Bakpau mejeng di trotoar. Ia mejeng bukan nggak ada alasan, tapi memanfaatkan kemacetan. Berhadap di tengah kemacetan ada cewek iseng yang godain si Tukang *bohong ding* Berharap ada pengendara mobil yang kelaparan, lalu beli bakpau.

Sebetulnya bukan cuma Tukang Bakpau yang memanfaatkan situasi kemacetan di jalan Kuningan. Ada banyak Tukang-Tukang lain. Ada Tukang Kacang Rebus, Tukang air mineral, bahkan ada Tukang yang jualan patung dan balon. Gue sempat bertanya-tanya, kenapa nggak ada Tukang WC yak? Maksudnya Tukang WC adalah Tukang yang ngebawa toilet portable. Gue yakin, di tengah kemacetan, banyak orang yang pengen pipis dan pup. Soalnya gue pernah ngalamin itu. Nah, kalo ada Tukang WC, yakin banyak pemilik kendaraan memanfaatkan.

Di Kuningan ada banyak Kedutaan Besar (Kedubes) dari negara-negara rekanan Indonesia. Gue nggak tahu kenapa Kedubes ditaro di Kuningan. Silahkan loe tanya Pak Presiden aja. Tapi menurut gue, lokasi Kuningan nggak jauh dari Istana. Aksesnya mudah kalo para Dubes diminta hadir ke Istana. Kedua, mungkin Kuningan lebih asyik ketimbang jalan Sudirman, yang sudah terlalu padat bergizi.

Pas gue lagi asyik memandangi view Kuningan dari lantai 16, tiba-tiba terdengar suara ledakan bom di salah satu Kedubes.

"BUUUUUUMMMM !!!!!!!"

Gue ketawa...eh salah, maksudnya gue kaget. Mata gue melotot. Iler gue keluar. Rambut gue gatel. Jantung berdetak kencang. Gue lihat ada asap tebal mengepul ke udara paska ledakan bom terjadi. Gue nggak tahu mau ngapain. Makanya posisi gue mematung...

Telepon berdering. Pas gue lihat dari Pemred.

"To, kamu di kantor?" tanya Pemred dari telepon.

"Eee...i..i....iya Pak.." jawab gue agak gugup.

"Kamu lihat bom?" tanya Pemred lagi.

"Li...li..lihat..Pa..Pak"

"Kamu sempat ambil gambar?"

"A..a..am..ambil ga..ga..gambar a..a..apa Pak?"

"Ya ambil gambar bom lah! Masa ambil gambar pembantu lagi mandi?"

"Ma..maaf Pa..Pak. E..enggak"

"Astaga! Harusnya sebagai Jurnalis kamu langsung inisiatif ambil gambar. Videoin kek atau potret kek. Kalo nggak ada kamera profesional, kamu kan bisa pake hape kamu..."

"Ma..maaf Pa..Pak.."

"Yasudah, sekarang kamu turun dari gedung, trus langsung ke TKP buat ngeliput bom," perintah Pemred.

"TKP?" gue belum ngerti istilah TKP. Yang selama ini gue tahu istilah TKI atau TPS.

"Tempat Kejadian Perkara. TKP. Tempat bom itu meledak. Ngerti?!" jelas Pemred.

"Ohhh...ngerti, pak. Ja..jadi saya ha..harus nge..nge..ngeliput bom pak?"

"Iya! Buruan sekarang turun..."

Gila gue harus ngeliput bom. Gue pikir situs online remaja cuma ngeliput berita-berita lifestyle, mulai dari fashion, film, musik, dan hal-hal yang happing soal anak muda. Kenapa gue harus ngeliput bom yak? Jujur, sebagai Jurnalis yang masih bau kencur, gue nggak paham urusan bom dengan anak muda. Insting gue sebagai Jurnalis belum nyampe. Makanya otak gue blank se-blank-blank-nya. Gue disuruh turun dari gedung buat ke TKP, ya gue lakukan aja. Tapi gue nggak tahu mau ngapain di TKP.

Ah, siapa tahu ada bakpau. Kalo ada kan gue bisa kabarin temen gue dan gue bisa makan. Kebetulan gue laper.

(bersambung)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun