Pembangunan endogen adalah salah satu pendekatan pembangunan dengan mengakumulasikan potensi yang ada pada suatu wilayah dalam suatu pembangunan. Pendekatan pada pembangunan endogen berfokus pada partisipasi masyarakat serta kebutuhan lokal dalam pembangunannya. Barquero (2002) mengatakan bahwa pendekatan pembangunan endogen ditujukan untuk meningkatkan produksi pada pertanian, industri atau jasa, dan mengenalkan sosial dan budaya lokal. Oleh karena itu pembangunan endogen tidak hanya berkaitan dengan masalah ekonomi tetapi juga kesejahteraan sosial dan budaya masyarakat lokal. Ray (2011) berpendapat bahwa potensi budaya lokal dan cara masyarakat memanfaatkan potensi tersebut untuk mempromosikan pariwisata daerah sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi wilayah tersebut. Pada konsep pembangunan endogen menjadikan pengembangan sumberdaya manusia sebagai suatu hal yang penting dalam upaya menciptakan individu yang inovatif karena konsep pembangunan endogen yang berdasarkan pada keyakinan akan kemampuan masyarakat lokal dalam membangun wilayahnya.
Dari berbagai penjelasan mengenai pembangunan endogen dapat digambarkan secara umum tentang pembangunan endogen yaitu pembangunan yang menitikberatkan pada aspek lokal bisa sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan lokal wilayah. Sehingga, dengan konsep pembangunan endogen masyarakat lokal memiliki dua cara yang berbeda untuk mengontrol sumberdayanya. Pertama dengan melalui komoditas unggulan daerah yang disajikan dalam sebuah produk atau jasa. Lalu yang kedua dengan menciptakan suatu citra bagi daerah tersebut.
PEMBANGUNAN DESA ENDOGEN
Pembangunan pedesaan endogen adalah salah satu penerapan dari konsep pembangunan endogen yang pada kasus ini berada pada skala pedesaan yang multidimensi dengan melibatkan banyak pihak yang multi aspek dalam proses pelaksanaannya. Konsep pembangunan pedesaan endogen berpegang teguh pada paradigma dan pandangan baru yaitu pembangunan desa yang mengedepankan kesesuaian pembangunan, pembaruan fungsi dan proses pasca produksi pedesaan. Pada pembangunan pedesaan endogen inisiatif pergerakan lokalnya dikontrol sepenuhnya oleh komunitas lokal bukan dari luar ke dalam pedesaan.
Salah satunya adalah pembangunan pedesaan endogen pada Kampung Wisata Tani di Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu. Kota Batu merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Timur yang dicanangkan sebagai kota wisata. Kota Batu mengalami peningkatan yang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir di sektor pariwisatanya. Berkembangnya sektor pariwisata Kota Batu dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana sektor pariwisata memiliki kontribusi paling tinggi yakni hampir mencapai 50 persen. Apabila potensi wisata yang terdapat di Kota Batu terus dikembangkan dan dikelola dengan baik, maka akan memberikan dampak positif pada berbagai sektor seperti sektor ekonomi, sosial, serta budaya. Oleh sebab itu, diperlukan pengelola dari perencanaan pembangunan pedesaan endogen di Kampung Wisata Tani dengan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Temas sebagai pengontrol dan pengelolanya.
INDIKATOR PEMBANGUNAN DESA ENDOGEN
Pemerintah saat ini sangat memberi perhatian yang serius pada pembangunan desa khususnya sejak ditetapkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan juga pada PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU tentang desa yang sudah ada. Kedua peraturan diatas menjadi dasar yang penting bagi pembangunan di Indonesia yang dimulai dari tingkat pemerintahan terendah hingga tertinggi. Oleh sebab itu ada beberapa model pengukuran kemajuan pembangunan desa endogen dengan adanya beberapa faktor yang mendasari penilaian terhadap tingkat kemajuan pembangunan antar desa.
Bappenas mengeluarkan sebuah model pengukuran bagi pembangunan desa yang dinamakan Indeks Pembangunan Daerah (IPD). Indeks Pembangunan Daerah yang digagas pada tahun 2001 memiliki 3 indikator utama, yaitu:
1. Kapabilitas Pemerintah
2. Perkembangan Wilayah
3. Keberdayaan Masyarakat
Kemudian pada tahun 2015, Bappenas mempertajam Indeks Pembangunan Daerah (IPD) dengan mengeluarkan konsep Indeks Pembangunan Daerah model 2014. Model Indeks Pembangunan Daerah tahun 2014 lebih menekankan pada fungsi pemetaan yang berdasar pada potensi desa dan data administrasi wilayah dengan desa sebagai unit dasarnya. Pada tahun 2015, dengan berakhirnya MDG's yang berganti dengan konsep baru yaitu SDG's. Konsep SDG's dibentuk dengan mempertimbangkan berbagai isu krusial yang dapat berpengaruh terhadap kondisi global, seperti deplesiasi sumber daya alam, perubahan iklim, lingkungan yang rusak, terganggunya ketahanan pangan dan energi, perlindungan sosial, serta pembangunan yang harus berpihak pada kaum miskin. Dengan ini, mengindikasikan bahwa masyarakat dunia semakin menghargai aspek-aspek sosial, budaya dan juga lingkungan. Oleh karena adanya SDG's yang menjadi isu keberlanjutan pembangunan, pemerintah meningkatkan perhatian pada keseimbangan pencapaian tujuan pada aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Dengan demikian dilakukan modifikasi dari model IPD tahun 2014 dengan mengembangkan konsep instrumen Indeks Pembangunan Desa Endogen (IPDE). Modifikasi indeks pembangunan desa ini dimaksudkan untuk memperjelas lagi kontribusi proses endogenisasi terhadap indeks pembangunan desa sehingga indikator yang digunakan perlu lebih berbasis pada komunitas di dalam desa dengan rentang pengukuran dalam satu kwartal. Indeks Pembangunan Desa Endogen (IPDE) memiliki beberapa komponen utama yang diperhatikan antara lain:
1.pertumbuhan ekonomi desa
2.Angka Kebahagiaan
3.Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Dengan mengukur dampak dari endogenisasi dengan membandingkan antara sebelum dan sesudah aksi endogenisasi dilaksanakan di desa tersebut.
PEMBANGUNAN ENDOGEN PADA SEKTOR PARIWISATA
Pendekatan pembangunan endogen berasumsi bahwa setiap potensi lokal yang ada pasa suatu daerah perlu dikelola oleh masyarakat setempat secara langsung mulai dari otoritas yang mengelola dan bertanggung jawab hingga kewenangan lokal yang juga harus terlibat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber daya yang ada dengan masyakarat di tempat itu tisak dapat dipisahkan. Sehingga pada pembangunan desa endogen ini, Pemerintah sebagai sektor publik dalam hal ini bertindak sebagai stimulan. Salah satunya pada sektor pariwisata, pengelola pariwisata setempat perlu membangun pariwisata sesuai kearifan lokal, dengan melakukan promosi dan infrastruktur teknis yang memadai. Namun, hal yang lebih penting untuk diperhatikan adalah terkait infrastruktur dan lingkungan sosial pada kawasan pariwisata. Penggunaan konsep endogen pada pariwisata atau biasa disebut pariwisata endogen bertujuan untuk membangun pariwisata daerah yang turut melibatkan masyarakat setempat dalam mengelola pariwisata yang ada. Dengan pariwisata yang berdasar pada konsep pembangunan endogen dimaksudkan agar pola pikir dan perilaku wisatawan berubah, dengan mempromosikan nilai sosial di daerah tersebut seperti saling pengertian antara masyarakat setempat dan wisatawan yang berkunjung. Bukan hanya itu, melibatkan masyarakat setempat juga dapat memberikan pengalaman baru bagi para wisatawan dengan melakukan atraksi budaya serta menunjukkan keramahan masyarakat dan lingkungan setempat.
PEMBANGUNAN DESA ENDOGEN PADA KAMPUNG WISATA TANI TEMAS
Pada pembangunan desa endogen di Kampung Wisata Tani dengan menjadikan Badan Keswadayaan Masyarakat Temas sebagai pengelola kegiatan pariwisatanya ada 4 komponen utama yang harus diperhatikan, antara lain:
1.Kepemimpinan. Kepemimpinan harus mudah dalam membangun hubungan dan kepercayaan pada anggota lain serta mendukung anggota lain untuk bekerjasama. Dengan demikian pengelolaan dapat menjadi lebih efektif dengan tumbuhnya rasa saling respek antara pemimpin dan anggota yang lain. Selain itu pemimpin juga harus selalu mengembangkan diri dengan melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh dinas agar dalam pengelolaan wisata dapat berjalan dengan optimal.
2.Struktur Organisasi. Pada pengelolaan Kampung Wisata Tani oleh BKM Temas memiliki struktur organisasi yang masih rendah. Hal ini karena belum adanya pengisian posisi yang sebenarnya penting yaitu pengelola pengurus harian, sekretaris dan bendahara. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pada saat melakukan pekerjaan yang juga menunjukkan bahwa desain pekerjaan individu masih rendah.
3.Kemampuan membangun hubungan dan promosi. BKM Temas masih memiliki kemampuan membangun kemitraan serta relasi publik dan pemasaran yang kurang. Dengan sedikitnya kemitraan yang dilakukan oleh BKM mengakibatkan kegiatan promosi menjadi terbatas. BKM Temas yang hanya menjalin kemitraan dengan Dinas Pariwisata Kota Batu dengan konsep pembangunan endogen dapat menghambat pengembangan Kampung Wisata Tani karena perlu ada dukungan finansial serta pengetahuan dan keterampilan yang lebih dari berbagai pihak eksternal.
4.Komponen sumber daya pendukung organisasi. Komponen-komponen yang dapat mendukung organisasi antara lain adalah pendanaan, kehadiran organisasi, keterlibatan masyarakat, strategi yang digunakan, komposisi dan komitmen anggota organisasi serta pemanfaatan teknologi. Pada BKM Temas masih banyak komponen sumber daya yang kurang seperti pendanaan yang sangat minim pemasukan, anggota yang masih pasif dalam pengelolaan secara langsung, dan kemajuan teknologi seperti internet yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Pada Kampung Wisata Tani Temas juga memerlukan peran lembaga lain yang ada di Kelurahan Temas seperti LPMK, PKK dan Karang Taruna dalam pengembangan Kampung Wisata Tani. Dengan melalui gagasan atau ide yang diberikan maupun tenaga dalam pengelolaan tempat wisata. Keterlibatan lembaga lain dalam pengembangan wisata menunjukkan adanya sinergi antara BKM sebagai pengelola Kampung Wisata Tani Temas dengan lembaga lain di Kelurahan Temas.
Ada banyak strategi yang dapat dilakukan oleh BKM Temas dalam pengelolaan Kampung Wisata Tani Temas berdasarkan 4 komponen utama yang harus diperhatikan sebelumnya. Pertama, dengan melibatkan anggota BKM lain dalam pengelolaan secara langsung. Kedua, Memberikan kepercayaan pada pihak eksternal untuk bekerjasama mengembangkan Kampung Wisata Tani Temas. Ketiga, promosi yang harus lebih intens dilakukan. Keempat, meningkatkan penggunaan teknologi seperti website dan media sosial untuk promosi. Terakhir, harus menyiapkan strategi yang lebih realistis sehingga lebih mudah dalam pelaksanaannya, contohnya dengan adanya keterbatasan dana dapat menggunakan inovasi untuk meningkatkan pemasukan melalui melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H