Mohon tunggu...
Brilliano Wahyu Ramadhan
Brilliano Wahyu Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Nama saya adalah Brilliano Wahyu Ramadhan, mahasiswa Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin dari Universitas Sebelas Maret. Saya adalah orang yang kreatif dan mampu berfikir secara kritis namun terkadang suka panik apabila suatu tidak berjalan sesuai apa yang saya rencanakan. Saya memiliki hobi membaca novel dan juga mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rela Tak Tidur demi Sistem Kebut Semalam yang Tak Terlalu Manjur

15 Oktober 2021   22:22 Diperbarui: 15 Oktober 2021   22:35 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang mengatakan bahwa tujuan kita bersekolah adalah adalah untuk mencari ilmu. Namun sebaliknya, kebanyakan dari kita malah lebih mementingkan nilai yang sempurna daripada ilmu yang kita dapat dari bersekolah. Banyak alasan yang melatarbelakangi hal ini, seperti agar disayang oleh orang tua, dapat masuk sekolah favorit yang ujung-ujungnya tentunya untuk dapat memperoleh pekerjaan yang matang sehingga dapat mencapai kesuksesan. Tetap seperti manusia pada umumnya, kita pasti suka berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan untung yang besar namun dengan usaha yang sekecil-kecilnya. Dari sini tercetuslah sebuah gagasan jenius yang bernama Sistem Kebut Semalam (SKS).

Pada dasarnya, SKS merupakan sebuah metode yang mirip dengan isi teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dimana porsi kerja dalam untuk jangka waktu tertentu diselenggarakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Namun bedanya, Sistem Kebut Semalam ini hanya diselenggarakan semalam saja, persis seperti kisah Sangkuriang saat membangun perahu untuk Dayang Sumbi.

Biasanya orang yang paling ahli dalam melakukan sistem ini adalah orang-orang yang tergolong dalam kategori “procrastinator” atau penunda. Orang yang termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lebih suka mengerjakan sesuatu hal di waktu yang mendekati deadline. Berhubung para penunda ini juga ahli dalam membuat alasan, mereka sering mengatakan bahwa sistem SKS ini membuat mereka memiliki kekuatan super. Logika ilmiahnya, situasi yang mendesak ini akan memicu perilisan hormon yang bernama adrenalin, yang bisa melipatgandakan kemampuan kita dalam mengerjakan suatu kegiatan.

Disatu sisi, cara berpikiran seperti ini memang tidak salah, karena memang banjir adrenalin ini dapat membuat otak terasa lebih segar yang dapat membuat kita berpikir lebih cepat. Tapi di sisi lain, efek ini tidak akan berlangsung lama dan biasanya dapat mengakibatkan tekanan pada diri. Perasaan tertekan ini yang akan menimbulkan rasa stres dan lelah yang luar biasa. Memang, hal yang dipaksakan itu tidak akan berlangsung baik kedepannya.Selain itu, SKS memiliki efek samping yang tidak terelakan, yaitu begadang. Untuk para siswa yang di hari esok ada ujian, begadang seakan menambah waktu belajar. Nyatanya, begadang itu hanya memori jangka pendek yang sifatnya sementara. Belum lagi, begadang sebenarnya membuat otak lelah sehingga paginya kita malah jadi sulit untuk berkonsentrasi, terlalu sensitif, dan pastinya mengantuk. Yang lebih menyeramkannya lagi, hobi begadang ini ternyata meningkatkan risiko buruk bagi tubuh kita. Jadi memang sebaiknya jangan begadang kalau tidak ada artinya.

Namun jika dampaknya buruknya sangat banyak ini, kenapa masih banyak orang yang suka untuk menunda-nunda? Di dunia psikologi, sifat menunda pekerjaan seperti ini erat kaitannya dengan istilah temporal discount. Artinya, semakin jauh jaraknya dari tenggat waktu, suatu tugas akan dianggap semakin kurang penting. Akibatnya, skripsi atau pekerjaan rumah misalnya, terasa belum penting kalau belum mendekati deadline. Sifat menunda ini juga ada kaitannya dengan impulsivitas dalam DNA kita. Pada masa saat manusia masih hidup di alam liar, kehidupan manusia masih serba sederhana. Nenek moyang kita hanya berburu pada saat mereka merasa lapar, mereka hanya memikirkan penyelesaian masalah pada hari itu saja tidak untuk hari kedepannya. 

Namun, semakin kompleks kehidupan manusia, semakin banyak kebutuhan yang mau tidak mau harus kita rencanakan dari jauh-jauh hari. Akan tetapi, impulsivitas kita ini memang masih terkadang timbul kembali. Intinya, selalu ada alasan yang membuat kita menunda suatu pekerjaan apabila pekerjaan tersebut belum mengancam nyawa kita.Selama ini sekolah hanya menilai kepandaian para siswa hamper hanya dari nilai-nilai ujian pada beberapa hari saja. Padahal banyak aspek tak terduga yang dapat mempengaruhi perolehan nilai tersebut. Hal ini sama saja, kalau kita diajarkan untuk melihat hasil jangka pendek bukan jangka panjang. Akhirnya, wajar saja jika kita lebih senang bila memperoleh nilai yang bagus daripada ilmu yang bermanfaat di kemudian hari dan juga kita akan melakukan berbagai cara agar dapat memperoleh kesenangan sesaat itu, salah satunya dengan belajar dengan sistem SKS ini. Padahal pepatah sudah mengatakan bahwa, bersakit-sakit dahulu bersenang senang kemudian dan ingatlah bahwa perjuangan kita tidak akan berakhir sia-sia karena hasil tidak akan menghianati usaha.

Oleh karena itu, daripada terus-terusan bekerja dalam sistem SKS ini, lebih baik kita sedikit demi sedikit mengubah cara berpikir kita dalam menyelesaikan suatu hal. Kita bisa mencoba mengerjakan tugas sedikit demi sedikit atau istilahnya mencicil pada waktu senggang kita. Daripada kita melakukan hal yang kurang bermanfaat, waktu tersebut dapat kita gunakan untuk belajar atau mengerjakan tugas. Sehingga di hari deadline tugas tersebut, kita tinggal menyelesaikan atau menyempurnakan pekerjaan tersebut, akhirnya kita dapat lebih rileks dan teliti dalam mengerjakan suatu hal dan hasilnya tentunya lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun