Mohon tunggu...
Briliana Tenri Raja
Briliana Tenri Raja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa yang baru mulai menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

How Revenge Porn Tramples One's Identity?

28 Juni 2023   19:13 Diperbarui: 28 Juni 2023   19:23 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

How Revenge Porn Tramples One's Identity?

Bayangkan bila waktu masih kanak-kanak, kamu menceritakan suatu rahasia memalukan kepada sahabat karibmu, dengan tujuan semata-mata ingin membagikan cerita karena kamu percaya dia tidak mungkin menyebarkan rahasia itu pada orang lain. Namun suatu hari, kamu datang ke sekolah dan menyadari bahwa banyak orang telah mengetahui rahasia memalukan itu. Banyaknya orang yang tahu dan bergosip akan hal itu membuat seolah-olah satu-satunya kepribadianmu yang dikenal adalah seputar rahasia tersebut. Revenge porn works just like that. Namun dalam hal ini, rahasia yang disebarkan adalah foto atau video eksplisit yang digunakan tanpa persetujuan (non-konsensual) dari orang yang bersangkutan. Umumnya, revenge porn dilakukan dengan tujuan untuk mengancam atas sesuatu atau sekadar balas dendam terhadap orang yang dapat dirugikan dari foto/video tersebut. Fenomena ini cukup sering ditemui di media sosial, selain karena media penyebarannya yang memang melalui internet, tetapi juga karena banyak korban yang merasa bahwa cara terakhir untuk melawan ancaman revenge porn adalah dengan menyebarkan identitas pelaku di media sosial. Melalui cara ini, para korban berharap agar pelaku dapat diberi sanksi sosial yang sepantasnya akibat dari kerugian yang mereka timbulkan terhadap pribadi korban dan agar keadilan pun dapat ditegakkan bagi mereka.

Hilangnya Identitas Korban
Dalam kasus revenge porn, walaupun pelaku adalah pihak yang bersalah, namun seringkali perbincangan dan gosip orang-orang lebih menusuk pihak korban yang dirugikan. Masyarakat akan mulai menyudutkan bahwa pada dasarnya, bila tidak mau "foto telanjang-nya" disebarkan maka korban tidak seharusnya memberikan foto tersebut ke si pelaku. Di situasi seperti ini, respon orang-orang yang menyalahkan korban adalah respon yang sebenarnya diinginkan oleh si pelaku. Pelaku, dalam balas dendamnya, memanfaatkan kelemahan korban yaitu foto/video intim tersebut untuk mempermalukan, mengancam, memeras uang korban, bahkan hanya demi hiburan semata.

Akibatnya, para korban harus mengalami tekanan mental dan psikologis yang dapat berefek jangka panjang dan terus membayang-bayangi sepanjang hidup mereka. Tidak jarang korban revenge porn berusaha untuk menutup diri dari lingkungan dan berusaha mengubah identitas mereka. Korban seringkali lari dari pergaulan karena merasa dipermalukan dengan persepsi masyarakat terhadap dirinya yang bukan lagi melihat dirinya sebagai seorang manusia dengan kepribadian, melainkan hanya sebagai "korban revenge porn" yang imejnya bukanlah orang baik-baik. Sedikit demi sedikit, identitas korban seperti diinjak-injak oleh konstruksi sosial yang dibentuk di sekitar dirinya. Tanpa disadari, identitasnya pun mulai menghilang dan tidak terdengar lagi kabarnya. Sementara pelaku dapat terus melanjutkan hidupnya seolah-olah tidak memiliki beban apapun.

Deepfake Porn dan AI Porn
Berkembangnya IPTEK melalui munculnya teknologi Artificial Intelligence tidak selalu berakhir baik. Karena dalam hal ini, revenge porn pun mulai dilakukan dengan memanfaatkan teknologi deepface/deepfake. Teknologi ini memungkinkan seseorang untuk membuat foto/video pornografi menggunakan wajah orang lain yang di-swap dengan teknologi AI. Dengan cara ini, bahkan seseorang yang tidak pernah membuat atau memiliki foto/video eksplisit bisa menjadi korban deepfake porn. Terlebih lagi, teknologi ini bersifat terbuka untuk digunakan oleh siapa saja, bahkan ada media yang mengiklankan produk tersebut. Penggunaan identitas orang lain untuk membuat foto/video pornografi secara non-konsensual adalah ancaman kriminalitas yang sangat busuk dan tidak menjunjung martabat seseorang sebagai individu yang bebas.

Perlindungan Hukum
Di Indonesia, hak-hak korban revenge porn dilindungi oleh UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, khususnya pada Pasal 14 yang diancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta. Selain itu, perlindungan hukum atas revenge porn juga diatur dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, khususnya pada Pasal 4 yang melarang pengadaan dan penyebarluasan muatan pornografi yang diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar. Tidak hanya itu, ditegaskan juga dalam Pasal 9 bahwa "Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi."

Dalam hal deepfake porn atau AI porn, yang merupakan penggunaan identitas atau foto orang lain untuk memalsukan secara melawan hukum, dapat dilindungi oleh UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Secara tegas disebutkan dalam Pasal 66 bahwa "Setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain." Dalam pasal 68, disebutkan bahwa tindakan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Tak dapat dibantah bahwa penyerangan revenge porn, terlebih juga melalui teknologi deepfake dan AI, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia seseorang. Setiap individu sebagai pelaku penegakan HAM sudah seharusnya menaruh perhatian lebih terhadap fenomena ini agar kemalangan yang dialami para korban tidak terlupakan begitu saja. Keadilan harus ditegakkan bagi mereka yang disalahkan walau tidak bersalah, dan bagi pelaku yang masih bisa hidup nyaman tanpa peduli atas kejahatan yang telah mereka perbuat. Isu revenge porn ini harus diangkat lebih lagi agar mengubah perspektif masyarakat yang mudah men-judge korban atas keadaan yang dipaksakan kepadanya tanpa konsen dari dirinya sendiri. Harapannya, janganlah sampai identitas korban terinjak-injak akibat cemooh masyarakat yang tidak tepat sasaran. Itu adalah hal terkecil yang dapat kita lakukan demi melindungi hak asasi korban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun