Mohon tunggu...
Brigitta Sherlivia
Brigitta Sherlivia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Masih sekolah

Menulis, Menari, Memasak dan Berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Buku "Surat Kecil Untuk Tuhan"

16 Maret 2024   09:04 Diperbarui: 16 Maret 2024   09:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Menurut saya, novel “Surat Kecil untuk Tuhan” adalah kisah yang sangat mengharukan dan mampu membuat pembaca tersentuh. Cara penulis menggambarkan kisah Gita dengan begitu jelas dan penuh emosi, mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan, membuat para pembaca dapat dengan mudah terhubung dengan karakter Gita. Hal ini membuat pembaca larut dalam cerita dan merasa seolah-olah telah mengenal Gita secara pribadi.

      Novel ini mengisahkan perjuangan seorang gadis remaja, Gita Sessa Wanda Cantika, yang dulunya dikenal sebagai artis cilik pada tahun 1998. Gita adalah tokoh utama dalam novel “Surat Kecil Untuk Tuhan” yang didiagnosis menderita kanker ganas, Rabdomiosarkoma, yang menyerang jaringan lunak. Meskipun diprediksi hanya memiliki waktu hidup lima hari, Gita tetap berjuang melawan penyakitnya. Kanker yang menggerogoti bagian wajahnya membuatnya terlihat buruk, hampir seperti monster, namun Gita tetap gigih untuk menjalani kehidupannya seperti gadis remaja normal lainnya.

 Orang tua Gita merasa berat untuk mengambil keputusan, terutama karena operasi akan membuat bagian wajah putrinya hilang. Maka dari itu, mereka memilih merahasiakan kondisi kesehatan Gita. Meskipun demikian, Gita tetap berusaha menunjukkan keberanian dan prestasinya di sekolah. Ketika akhirnya Gita mengetahui tentang penyakitnya, ia menerima dengan pasrah dan tidak marah kepada siapa pun yang merahasiakan hal tersebut. Gita tetap memberikan senyuman kepada semua orang dan menunjukkan bahwa meskipun menghadapi kanker, ia masih mampu berprestasi dan menjalani kehidupan normal di sekolah. Ini menjadi bukti kebesaran hati Tuhan yang memberikan nafas panjang padanya untuk sembuh dari kankernya.

 Ayah Gita, Joddy Tri Aprianto, tak pernah menyerah dalam usahanya menyelamatkan putrinya dari vonis kanker. Ia berjuang mencari pengobatan alternatif di seluruh Indonesia, namun tak berhasil. Setelah kembali ke pengobatan konvensional, dokter menyarankan kemoterapi sebagai langkah terakhir. Dengan dukungan dan usaha keras orang tuanya, Gita akhirnya mendapatkan kesempatan untuk sembuh setelah menjalani enam bulan kemoterapi. Meskipun efek sampingnya merontokkan seluruh rambutnya dan membutuhkan 25 sesi kemoterapi, Gita berhasil melawan kankernya.

 Kebesaran Tuhan memungkinkan Gita untuk bersama keluarga dan sahabat tercintanya lebih lama. Kasus kanker ganas yang dialaminya menjadi sorotan di Indonesia karena jarang terjadi pada usia muda seperti Gita. Keberhasilan dokter Indonesia dalam menyembuhkan kanker Gita menjadi prestasi yang membanggakan dan menarik perhatian dunia medis global. Meskipun kanker kembali setelah periode singkat kesembuhan, Gita tetap bersyukur atas tambahan waktu hidupnya yang melebihi prediksi semula.

Setelah sebuah momen kebahagiaan singkat, Gita menyadari bahwa hidupnya semakin terbatas. Meskipun kankernya kembali, ia tidak merasa marah pada Tuhan. Sebaliknya, ia bersyukur atas kesempatan untuk hidup lebih lama dari yang diharapkan, bertahan selama tiga tahun sejak diagnosis awalnya yang memprediksi hanya lima hari hidup.

Gita menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 25 Desember 2006 setelah menjalankan ibadah puasa dan Idul Fitri terakhir bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya. Meskipun telah tiada, kisah hidupnya tetap menjadi inspirasi. Ribuan air mata bercucuran saat biografi pertamanya dirilis secara online. Pesan yang disampaikan Gita kepada dunia berhasil menyadarkan bahwa setiap cobaan yang diberikan Tuhan memiliki makna yang dalam.

      Setelah membaca, novel ini sangat istimewa karena menyertakan foto-foto perjuangan Gita dalam melawan kanker, termasuk foto-foto bersama sahabat-sahabatnya di pemakaman saat Gita meninggal. Selain itu, novel ini juga memuat karya-karya puisi yang ditulis oleh Gita, serta surat-surat kecil yang ditulisnya semasa hidupnya. Opini dari keluarga, sahabat, dan kekasih Gita juga turut melengkapi novel ini. Namun, meskipun memiliki keunggulan yang mencolok, novel ini juga memiliki kekurangan. Penulis kadang-kadang menggunakan kata-kata kiasan yang membuat pembaca harus berimajinasi lebih dalam untuk memahami maksudnya.

       Dengan demikian, semoga resensi ini dapat memberikan inspirasi kepada para penulis untuk terus berkarya dan menghasilkan karya yang bermutu. Saya mohon maaf atas segala kekurangan dan saya mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan baik oleh sumber maupun individu yang turut berkontribusi dalam resensi novel “Surat Kecil Untuk Tuhan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun