Film adaptasi dari karya sastra seperti novel, sudah menjadi sesuatu hal yang biasa dilakukan. Bahkan, hasilnya pun juga kerap menarik perhatian penonton atau justru dinilai lebih baik dibandingkan novelnya.Â
Namun, tak jarang pula yang berpendapat berbanding terbalik, yakni kurang suka dengan film adaptasi atau dinilai berbeda dengan novel aslinya. Hal ini sebenarnya, memang lumrah terjadi dalam dunia film.Â
Menurut George Bluestone (dalam Ardianto, 2014, h. 19), novel merupakan sebuah medium linguistik, sedangkan film adalah medium visual. Meskipun terdapat kesamaan, namun keduanya juga memiliki perbedaan yang mencolok. Maka dari itu, terdapat tantangan tersendiri untuk  menyatukan kedua media tersebut.Â
Menurut Susan Hayward (dalam Ardianto, 2014, h. 20), film adaptasi dari karya sastra seperti novel, cerpen, dan sebagainya sangat memungkinkan cerita yang hadir tak sama persis dengan karya aslinya.Â
Salah satu film yang cukup jadi perbincangan dan dinilai tak mirip dengan karya aslinya adalah film adaptasi Aruna dan Lidahnya (2018) yang berasal dari novel dengan judul sama karya Laksmi Pamuntjak tahun 2014. Meskipun, film ini berbeda dari versi novelnya tetapi dinilai memiliki jiwa yang sama (Kumparan, 2018, September 29).Â
Film yang menceritakan Aruna (Dian Sastrowardoyo) yang melakukan petualangan kuliner bersama kedua sahabatnya, Bono (Nicholas Saputra) dan Nad (Hannah Al Rashid). Tak disangka dalam perjalanannya Aruna berjumpa dengan seseorang dari masa lalunya, Farish (Oka Antara). Sambil menikmati beragam masakan nusantara mereka terlibat pembicaraan dan mengungkapkan rahasia terpendam.Â
Sang sutradara, Edwin pun mengakui bahwa hanya narasi awal saja yang dipertahankan, banyak plot yang diciptakan oleh skrip sendiri. Namun, esensi dari tokoh dalam film ini tetap sama. Meski ceritanya berbeda, Laksmi sang penulis mengakui bahwa tak ada satu orang yang  protes perbedaan cerita novel dan film (Kumparan, 2018, September 29).
Hal ini bukanlah sesuatu yang baru terjadi jika terdapat film yang berbeda dengan novel. Kritikus film, Gabriel Miller melihat bahwa film adaptasi merupakan 'proses penyederhanaan' dari novel. Ia meyakini film tak dapat menangani segala kompleksitas seperti pikiran, memori, mimpi, atau psikologi layaknya sebuah novel.Â
Ketika sebuah karya diubah atau diadaptasi ke medium yang berbeda tentunya akan menghasilkan perubahan. Melihat dari medium yang digunakan saja sudah memiliki perbedaan karakter.Â