Mohon tunggu...
Brigitta Raras
Brigitta Raras Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

80% terdiri dari caffeine

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Psikoanalisis Young-sook dalam The Call (2020), Berawal dari Kebaikan, Teror, hingga Pembunuhan

15 November 2021   11:05 Diperbarui: 15 November 2021   11:14 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film dapat dikatakan telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian masyarakat. Dengan menonton atau bahkan memproduksi film, mungkin ada rasa kepuasaan tertentu yang ingin dicapai individu atau kelompok tertentu. 

Film ternyata tak hanya menjadi media hiburan saja, nyatanya melalui film kita dapat mengungkap makna tersembunyi di dalamnya. Hal ini bukan berarti bertujuan menganalisis karakter atau mencari mengapa mereka berperilaku seperti itu (Cateridge, J., 2015, h. 278). 

Hal tersebut dapat kita analisis melalui konsep Psikoanalisis dari Sigmund Freud. Konsep psikoanalisis ini dapat menjembatani kita untuk melihat perilaku manusia dan pemahaman film. 

Sigmund Freud, sebagai penemu psikoanalisis membagi pikiran menjadi tiga komponen, yakni Id, Superego, dan Ego. Salah satu film yang akan kita bahas melalui psikoanalisis adalah The Call (2020). 

Mengupas Film The Call  (2020) 

Adegan Seo-yeon setelah menelepon | Foto: CNN Indonesia 
Adegan Seo-yeon setelah menelepon | Foto: CNN Indonesia 

Film asal Negeri Ginseng yang bergenre thriller ini menjadi menarik untuk dibahas. Film ini bercerita mengenai adanya panggilan dari masa lalu melalui telepon rumah tanpa kabel. 

Panggilan masa lalu ini tak tanggung-tanggung, yakni 20 tahun lalu. Seo-yeon (Park Shin-hye) seorang wanita berusia 28 tahun yang hidup di masa sekarang, tanpa sengaja menemukan telepon tua di rumah masa kecilnya. 

Ia kerap mendapatkan panggilan telepon misterius dari seseorang yang mencari temannya. Sosok tersebut adalah Young-sook (Jeon Jong-seo) yang hidup di masa lalu tepatnya pada tahun 1999. 

Seo-yeon kemudian mengetahui bahwa Young-sook dan dirinya terpisah dua dekade, namun dapat terhubung melalui telepon. Mereka saling berkomunikasi dan menjadi teman baik. 

Seo-yeon yang menceritakan bahwa ayahnya meninggal di tahun 1999 itu,  kemudian Young-sook memiliki ide untuk menyelamatkan dan ternyata berhasil. Ayah dari Seo-yeon hidup kembali dan tinggal bersama lagi. 

Sayangnya, pertemanan mereka menjadi kacau balau ketika masa depan terungkap dan masa lalu berhasil diubah. Young-sook meminta Seo-yeon mencari tahu keberadaan dirinya di masa depan. Young-sook mengetahui kondisi tak baik di masa depannya dan membuat ia ingin membalas dan mengubah masa lalu. 

Panggilan telepon yang awalnya menjadi pertemanan kemudian berubah menjadi ancaman dan gangguan bagi Seo-yeon serta keluarganya. 

Memahami konsep psikoanalisis

Psychoanalysis Sigmund Freud | Foto: PositivePsychology.com 
Psychoanalysis Sigmund Freud | Foto: PositivePsychology.com 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat tiga komponen dalam konsep psikoanalisis. Yuk, kita bahas satu per satu. 

Pertama terdapat Id, komponen ini terdapat pada tingkat ketidaksadaran diri (unconscious). Pada Id ini, Freud menjelaskan bahwa adanya keinginan serta perasaan senang yang harus dipenuhi oleh manusia. 

Dalam hal ini, Id mengarah pada mencari kepuasan dan kesenangan diri. Contoh dari Id, seperti rasa lapar, keinginan untuk marah, perasaan impulsif. Id ini cenderung sulit untuk dikendalikan atau dikontrol oleh manusia. 

Kedua Superego, komponen ini merujuk pada aturan moral, norma-norma, hingga  baik atau buruknya sebuah perilaku atau tindakan. Superego ini berada pada tingkat preconscious. Kecenderungan kita akan mengetahui apa yang baik dan buruk dari budaya, keluarga, adat, atau pihak eksternal lain. 

Ketiga Ego, komponen ini berada di antara Id dan Superego. Dalam hal ini, ego bekerja melalui pemikiran yang secara sadar (conscious) untuk bertindak atau tidak. Dapat dikatakan, ego sebagai jembatan bagi seseorang untuk bertindak. 

Hal ini merujuk pada, bagaimana seseorang menentukan tindakannya. Individu akan memilih untuk berbuat baik atau buruk, benar atau salah, serta bagaimana individu memenuhi Id-nya tersebut. 

Psikoanalisis tokoh Young-sook dalam The Call  (2020) 

Adegan Young-sook menelepon | Foto: Tribun Jogja 
Adegan Young-sook menelepon | Foto: Tribun Jogja 

Dalam tulisan ini, akan berfokus melihat konflik tokoh Young-sook (Jeon Jong-seo) melalui psikoanalisis dari Sigmund Freud. Ketika Young-sook mengetahui bahwa ayah dari Seo-yeon akan meninggal akibat ledakan gas, Young-sook berniat untuk menyelamatkan. 

Young-sook bergegas untuk menaiki dan menyusuri ke arah pegunungan untuk sampai di rumah Seo-yeon masa lalu dan menyelamatkan ayahnya.  Dalam hal ini, super ego dari Young-sook mengetahui bahwa ia harus menyelamatkan sesama manusia dari ancaman. 

Kemudian, ego di sini menentukan tindakan yang harus dilakukan, entah menyelamatkan atau tidak. Namun, pada akhirnya Young-sook pergi menyelamatkan. 

Berbeda pada adegan lainnya, yang membuat Young-sook harus merubah masa lalu, agar ia dapat hidup dengan baik di masa depannya. Pada mulanya ia tidak berniat untuk membunuh penjual stroberi yang datang ke rumahnya, namun karena penjual tersebut menemukan bukti dari apa yang ia lakukan, akhirnya ia membunuh penjual tersebut. 

Dari sini kita dapat melihat, bahwa id dari Young-sook adalah ingin hidup bahagia dan tidak mau merasakan hal yang tak inginkan terjadi di masa depan, hanya dengan laporan dari penjual stroberi. 

Kemudian, superego dari Young-sook bahwa seharusnya ia tak melakukan aksi pembunuhan tersebut. Namun, ego atau keputusan dari tindakan Young-sook ini berbanding dengan super ego yang ada Young-sook memutuskan untuk tetap membunuhnya. 

Adegan Young-sook menelepon | Foto: Cineverse
Adegan Young-sook menelepon | Foto: Cineverse

Dalam adegan lain juga ia melakukan hal yang sama, dikarenakan ia ingin merubah masa depannya. Young-sook tak mau menerima akibat dari yang ia lakukan saat ini di masa depannya, membuatnya membunuh salah satu polisi yang mencoba untuk mengungkap fakta yang ada. 

Id dalam diri Young-sook sangat terlihat bahwa ia hanya ingin kesenangan dalam dirinya, tanpa memerhatikan super ego atau moralitas manusia. Tak hanya itu, ada satu adegan yang membuat ia marah dan berusaha untuk membalas dendam. 

Dikarenakan ia marah dan itu hal tak menyenangkan baginya, Young-sook pun kembali melakukan aksi pembunuhan, yakni dengan membunuh ibu dari Seo-yeon. 

Dalam film ini, sangat terlihat bahwa Young-sook sangat dominan dengan Id atau keinginan dan kepuasan sendiri. Ia tak mau hal buruk menimpanya di masa depan. Maka dari itu, ia melakukan tindakan yang bertentangan dari super egonya, yakni membunuh. 

Daftar Pustaka: 

Cateridge, J. (2015). Film Studies for Dummies. UK: John Wiley & Sons, Ltd.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun