Perhatian Indonesia dan dunia telah berfokus pada Mandalika. Penyelenggaraan MotoGP 2022 pada kawasan Mandalika diyakini mampu menggairahkan perekonomian masyarakat setempat, Nusa Tenggara Barat dan Indonesia. Besarnya potensi ekonomi ini diharapkan dapat memperbaiki taraf kehidupan warga sekitar Mandalika. Namun, kebermanfaatan ini bergantung pada keberhasilan penanganan isu sosial budaya dan politik di sekitar Mandalika.
Kehadiran Sirkuit Internasional Mandalika telah menjadi magnet bagi Kawasan Ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Kawasan ini memiliki daya tarik yang semakin menguat dengan adanya berbagai event internasional, terutama ajang balapan kelas dunia. Animo masyarakat Mandalika hingga masyarakat Indonesia menyambut daya tarik baru di 2022 ini dengan berbagai presepsi. Kemampuan sport megaevent yang digelar pada 18-20 Maret 2022 di Pertamina Mandalika International Circuit telah sukses meraup keuntungan.
Berkaca dari pengalaman Indonesia menyelenggarakan GP 500 pada tahun1996, 1997 dan MotoGP Mandalika 2022 lalu, banyak celah kebermanfaatan untuk membangkitkan kehidupan perekonomian masyarakat sekitar dalam penyelenggaaan sport megaevent ini. Jika menengok pada kondisi demografi di Lombok Tengah yang didominasi sektor informal, celah ini dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan sosial-ekonomi masyarakat lokal.
Namun, dibalik kesuksesan penyelenggaraan MotoGP Mandalika, terdapat isu sosial-budaya dan politik antara pemerintah dan kelompok masyarakat setempat untuk keberlanjutan aktivitas pariwisata. Mengingat pembangunan sirkuit Mandalika masih menyisakan konflik alih guna lahan dengan masyarakat sekitar. Artinya, menimbulkan pertanyaan baru “apakah manfaat ekonomi tersebut sebanding dengan dampak negatif yang muncul akibat gelaran MotoGP Mandalika?”.
Ekspektasi Vs Persepsi
Pada 8 Januari 2019, Dorna Sports selaku pemegang hak penyelenggara MotoGP menandatangai perjanjian kerja sama dengan PT Pengembangan pariwisata Indonesia (ITDC) untuk membawa ajang MotoGP ke Mandalika. Sejak saat itu, perhatian besar diberikan ke Mandalika. Bahkan menjadi salah satu lima destinasi superprioritas yang dikembangkan pemerintah pusat. Namun euforia pembangunan sirkuit di awal tidak disambut dengan antusias. Bahkan banyak keraguan dari berbagai pihak termasuk masyarakat lokal. Adanya pandemi covid-19 menimbulkan pesimisme publik terkait dengan sport megaevent yang berlangsung Maret 2022 lalu. Banyak pemberitaan yang menyudutkan Mandalika terkait kesiapan perhelatan MotoGP. Apalagi gelombang penolakan dan masalah lahan yang berlarut.
Pelaksanaan komunikasi strategis guna mengkomunikasikan kesiapan sekaligus meyakinkan publik tentang kesiapan pemerintah dalam hal ini ITDC dan juga pihak terkait untuk pelaksanaan event MotoGP Mandalika di 2022. Mandalika sebagai destinasi superprioritas menjalankan berbagai program komunikasi dengan memanfaatkan berbagai macam media melalui exposure dan melakukan pendekatan melalui framing serta setting agenda pada distribusi informasi. Selain hal tersebut ITDC dan juga berbagai pihak melakukan lobby sekaligus negosiasi dan terus mengkomunikasikan pesan positif kepada masyarakat secara strategis dan terencana untuk menciptakan optimisme tentang MotoGP Mandalika. Euforia baru terasa ketika memasuki bulan Agustus 2020, ITDC mengumumkan selesainya pengaspalan lintasan utama sirkuit Mandalika. Muncul optimisme dan ekspektasi yang tinggi dari berbagi pihak.
Namun, masih banyak pekerjaan rumah. Tidak selesai pada keberhasilan menghadirkan sirkuit yang disebut sebagai Jalan Kawasan Khusus (JKK) Mandalika. PT ITDC dan semua pihak terkait, termasuk pemerintah pusat dan daerah, juga memiliki tugas memastikan sirkuit itu berdampak. Tidak hanya mengembalikan pinjaman modal proyek pembangunan sirkuit yang mencapai Rp1.3 triliun (Kompas.id). Para pemegang kepentingan ini juga mendapat tambahan tanggung jawab mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah bahkan nasional, menyelesaikan konflik lahan di Mandalika dan pelibatan masyarakat sekitar terutama usia produktif dalam pengembangan KEK Mandalika. Secara dominan, persepsi pasca event dapat mengalami perubahan dengan mempertimbangkan berbagai isu yang melatar belakangi terlaksanya sport megaevent MotoGP Mandalika.
Trade off
Jika menengok lebih jauh, ajang MotoGP memang bukan hanya tentang balapan semata. Di baliknya terselip harapan sebagian masyarakat, khususnya 128.100 penduduk miskin, di Lombok Tengah untuk kehidupan yang lebih baik dengan adanya Sirkuit Mandalika (Kompas.id). Harapan ini tampak begitu jelas jika kita mengunjungi secara lebih dekat Kawasan sekitar sirkuit.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik, sebagian besar penduduk Lombok Tengah memang menggantungkan hidupnya pada sekotor pekerjaan informal. Bahkan sebanyak 38,7 persen dari Angkatan kerja di Lombok Tengah tergolong kategori pekerja bebas dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Artinya, meskipun Lombok Tengah kerap menjadi tujuan wisata, daerah ini masih berkutat dengan persoalan lapangan pekerjaan.
Kondisi sosial-ekonomi inilah yang berujung pada aksi protes ratusan pemuda pada tanggal 8 Februari 2022 lalu di sekitar Sirkuit Mandalika. Para pemuda menyayangkan mereka tidak dilibatkan dalam ajang MotoGP Mandalika. Memang, pada tahun pertama penyelenggaraan MotoGP, agaknya cukup sulit untuk mengakomodasi semua kepentingan. Apalagi, hingga beberapa pekan menjelang penyelenggaraan, masih banyak area di sekitar sirkuit yang belum termanfaatkan secara optimal.
“Sport Megaevent MotoGP Mandalika 2022 sama dengan trade off pertumbuhan antara sosial budaya dan ekonomi”
Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus memang perlu dipikirkan untuk menjadi potensi pemasukan secara nasional dengan pengembangan investasi dan peningkatan pengunjung untuk meningkatkan devisa negara. Perhelatan motor GP Mandalika dijadikan sebagai momentum kebangkitan kembali pariwisata Indonesia dan pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor kreatif dan UMKM, karena berhasil menggaet sebanyak 3000 wisatawan dengan total pemasukan sebesar 500 miliar rupiah (Kemenparekraf.go.id). Selain itu gelaran MotoGP di Mandalika bisa menjadi branding pariwisata Indonesia dengan menonjolkan keindahan alam dan keragaman budayanya. Namun, gelaran Moto GP mandalika juga tidak lepas dari berbagai permasalahan.
Sering tidak kita sadari bahwa dibalik setiap pembangunan akan dilatar belakangi dengan pertimbangan sebesar apa trade off yang harus dibayar. Terdapat potensi konflik dan penolakan masyarakat lokal, mengingat pembangunan sirkuit Mandalika yang masih menyisakan konflik alih guna lahan dengan masyarakat sekitar. Kemudian perlu juga dipertanyakan seberapa besar keterlibatan masyarakat lokal didalam proyek pembangunan ini.
Apakah keuntungan yang dihasilakan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat lokal secara signifikan? Pada akhirnya sport megaevent ini dapat mengundang banyak investor lokal maupun international yang membuat posisi masyarakat lokal semakin terhimpit, karena hanya terlibat pada sektor informal seperti tukang parkir atau pedagang UMKM.
Ketika melihat secara jangka panjang, besarnya potensi yang dimiliki oleh Lombok Tengah tentu dapat menjadi ceruk yang bisa dimanfaatkan segera untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat sekitar. Wisata pantai, Bukit Seger, Desa Wisata Sade, Sirkuit Mandalika, hingga kekayaan alam dan budaya lainnya dapat menjadi magnet yang memancing geliat perekonomian Lombok Tengah dimasa yang akan datang. Tentunya sport megaevent ini dapat dijadikan added value sebagai pendukung sinergi potensi sumber daya lokal, dan menjadi magnet untuk menggerakkan sektor lain yang menjadi andalan, misalnya pertanian atau bahari. Proses perencanaan dan sosialisasilah yang menjadi kunci melalui pembuatan Rencana Strategis (Renstra) dan roadmap pelibatan komunitas lokal agar dapat berkelanjutan dan tidak hanya terjadi sekali saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H