Mohon tunggu...
Brigitta Noviani
Brigitta Noviani Mohon Tunggu... -

saya senang berbicara n belajar banyak hal baru

Selanjutnya

Tutup

Money

‘Ulet’ + ‘Berani’ = Sukses

30 Juli 2011   17:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:14 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

jadi orang itu harus ulet dan berani, baru bisa mengubah nasib. Masa selamanya kita mau dihina-hina orang karena miskin? Enak aja!”

 

Inilah sepenggalan kalimat yang terlontar dari mulut seorang wanita separuh abad yang masih saja awas memandangi wajah ibu-ibu dari kejauhan. Dengan suaranya yang khas, ibu-ibu dan anak-anak berseragam pun datang menghampiri dan segera memenuhi satu sudut kecil trotoar Jl. Otista Raya no.76, Jakarta timur.

Sudah sekitar 15 tahun Ibu Mei Rie, atau yang sering disapa ‘tante Meri’ oleh anak-anak, menggelar dagangannya di trotoar lingkungan sekolah SD St. Antonius. Setiap jam lima pagi, beliau sudah siap dengan makanan dagangannya yang tersusun rapi di atas meja besar. Lalu, sekitar jam tujuh pagi sampai jam delapan, beliau harus segera bersiap membereskan makanannya ke dalam lingkungan sekolah karena sering ada petugas penertiban pedagang kaki lima. Dulu beliau juga hampir kena ditertibkan. Namun, berkat bantuan suami dan teman-temannya, meja dan dagangan beliau tidak jadi diangkut ke mobil petugas penertiban.

 

Sewaktu masih gadis, wanita keturunan tionghua ini memang sudah ahli memasak dan berjualan. Beliau lahir dan besar di keluarga yang bisa dibilang miskin sehingga demi membiayai sekolah adik-adiknya, beliau harus putus sekolah dasar dan membantu ibunya berjualan di gang-gang sekitar rumahnya di Pisangan. Setelah menikah, beliau sempat hanya menjadi ibu rumah tangga mengurus keempat orang anaknya. Namun, demi membiayai sekolah anak-anaknya, beliau mencoba berjualan makanan di daerah rumahnya di Mekarsari, Cimanggis. Dua tahun berjualan, pendapatan yang diperoleh tidak seberapa sehingga beliau pun ingin mencoba berjualan di Jakarta agar lebih berkembang. Selain itu, ia juga ingin menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta katolik di Jakarta agar pendidikannya bagus dan disiplin. Walaupun banyak yang menakut-nakuti tentang mahalnya biaya sekolah di Jakarta dan persaingan pedagang yang tinggi, beliau tetap saja maju ke Jakarta. Akhirnya, pada tahun 1996, dimulailah perjalanan mencari uang dan menyekolahkan anak-anaknya di Jakarta, lebih tepatnya di SD St. Antonius.

 

Awal-awal berjualan tentu saja cukup berat dan banyak persaingan –termasuk persaingan yang menggunakan ilmu hitam–. Setiap hari harus bangun pukul 02.00 untuk mulai memasak dan membungkus makanan serta sayur-sayur. Lalu, berangkat dari rumah pukul 04.30 bersama dengan seluruh anak-anaknya agar bisa tiba di Antonius sebelum hari terang dan bisa menyiapkan barang dagangan. Beliau biasanya pulang dari sekolahan setelah dagangan habis, tapi seringkali barang dagangan tidak habis hingga jam pulang sekolah berakhir, dan akhirnya sisa dagangan pun diberikan pada tukang sapu, satpam, dan petugas-petugas sekitar sekolah.

Suatu hari, setelah krisis 1998, beliau pernah mengalami kerugian besar karena dagangan tidak laku terjual. Harga barang naik, sedangkan pemasukan dari berjualan tidak ada. Suaminya pun terpaksa harus menjual mobil dan angkot-angkot miliknya untuk biaya hidup dan sekolah anak-anaknya. Masa-masa berat ini cukup berlangsung hampir satu tahun, tapi Ibu Mei Rie tetap tidak menyerah dan malah menambahkan jenis makanan baru serta memodifikasi bahan makanannya agar harga jual tetap terjangkau yang tentunya dengan kualitas nomor satu. Hasilnya, usaha dagang ini kembali laris dan malah semakin dikenal di dalam lingkungan St. Antonius.

 

Dalam masalah biaya pendidikan keempat anaknya, beliau juga sangat kesulitan. Jarak umur anak yang terlalu dekat dan sekolah-sekolah swasta katolik membuat beliau harus menyiapkan uang cukup besar, apalagi ketika kedua anaknya berada di SMP dan keduanya lagi di SMA sekitar tahun 2002. Beliau mengaku harus meminjam uang sana-sini untuk menutupi uang pembayaran sekolah dan harus dua kali lipat menambah jumlah dagangannya agar keuntungan bisa dua kali lipat. Sampai-sampai beliau pernah terkena stroke ringan hingga mulutnya miring karena terlalu capai atau tidak beristirahat.

Keadaan ekonomi jauh lebih buruk lagi ketika anaknya yang pertama dan kedua berada di bangku kuliah di Universitas Indonesia program Diploma 3. Setiap setengah tahun harus menyiapkan 10 juta untuk biaya pendidikan seluruh anak. Alhasil, beliau tetap mengusahakannya dengan meminjam-minjam uang –bahkan dari lintah darat sekalipun– dan menerima berbagai pesanan makanan kapan pun.

 

Kita tidak boleh menyerah menghadapi nasib. Kalau tidak ada uang untuk kuliah ya harus diusahakan, pasti nanti ada jalan keluar untuk membayarnya,” kata Ibu Mei Rie dengan penuh semangat.

Ya, Ibu Mei Rie memanglah seorang ibu yang penuh semangat, ulet, dan berani mengambil pilihan yang hebat. Berkat keberaniannya beradu nasib sebagai pedagang kaki lima di Jakarta, ia bisa menghidupi dan menyekolahkan keempat anaknya sampai jenjang kuliah. Lalu, berkat keberanian menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta katolik yang berkualitas dan terbilang mahal itu, kini keempat anaknya berhasil menjadi Sarjana S1 lulusan Universitas Indonesia dan sudah bisa membiayai kebutuhannya sendiri, bahkan membagikan penghasilannya pada beliau.









‘Ulet’ dan ‘berani’ kini menjadi prinsip utama anak-anaknya untuk menapaki karir.

 

Terima kasih Ibu. Beliau memang ibu ku yang paling hebat. Sukses membuat anak-anaknya menjadi ‘orang.’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun