Mohon tunggu...
Brigita Indriastanto
Brigita Indriastanto Mohon Tunggu... -

Seorang Ibu muda yang senang menulis, menulis apa saja yang menurutnya menarik. Aktivitas lainnya sibuk mengurus keluarga dan bisnis. Tinggal di Sanur - Bali.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Legian

27 Januari 2010   04:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:14 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini sebetulnya nama Banjar (semacam RT/RW) di Bali. Terbagi menjadi dua Legian Kelod dan Kaja. Kelod berarti Selatan dan Kaja berarti utara. Legian Kelod lebih terkenal dibanding yg Kaja, karena di sanalah dunia malamnya lebih hidup dan dulu merupakan korban bom Amrozi Cs.

Night Club yg hancur akibat peristiwa tersebut ialah Paddy's Club dan Raja's. Paddy's Club kini kembali berdiri tegak beberapa meter dari tempat sebelumnya (kini tegak monumen ground zero di sana) dengan musik jedug-jedugnya sementara Raja's hanya tinggal kenangan. Bekas kafe tersebut hanya sebentuk tanah kosong, yg dipagari seng dan selalu gelap. Rasanya agak ganjil kalo melihat ada tempat segelap itu di keramaian manusia.

Legian kini berubah wujud dari beberapa tahun silam. Klimaksnya setelah kejadian bom tersebut. Dahulu, jalan itu dipenuhi tenant-tenant yang kreatif menyulap tempatnya berdagang. Usahanya pun kebanyakan kafe atau restoran. Kini, Legian lebih dipadati dengan butik-butik atau spa dengan bentuk toko yang jamak ditemui di kota lain. Toko dengan material kaca dan permainan lampu untuk menciptakan suasana cozy.

Kalo ingin menikmati suasana 'liar'nya Legian, datanglah ketika malam tiba. Akan terdengar perlombaan live musik dari kafe-kafe yang ada. Malah, pada awal tahun 2009 terdapat tarian striptease di depan salah satu kafe tepat di samping Ground Zero. Ditarikan oleh wanita-wanita belia dengan tampang 'selera bule' :), beberapa di pinggir jalan dan beberapa di atas balkon kafe. Setiap pejalan kaki atau pengendara kendaraan yang melewati daerah tersebut pastilah dapat melihatnya, akibatnya jalan itu selalu macet total tiap malam. Kini, tarian tersebut sudah tidak ada karena dilarang oleh pemerintah setempat.

Anda juga dapat menemukan manekin asli dari manusia yang dipajang di etalase salah satu toko surfing. Mereka mengenakan produk surfing tersebut dan berdiri di dalam etalase dengan pose tertentu layaknya manekin selama berjam-jam tidak bergerak. Anehnya lagi wajahnya tetap ceria dan menampilkan senyuman. Mungkin bayarannya lumayan ya..? Banyak wisatawan yg memotret keberadaannya, walau sebagian lagi malah merasa kasihan dengan gdis-gadis remaja tersebut.

Kebanyakan adalah wisatawan mancanegara yang lalu lalang di Jl.Legian. Mungkin ada atmosphere yang berbeda yang tidak ada di negaranya. Night Club dengan atap rumbia dan dinding bambu, spa - spa berkualitas dengan harga terjangkau dibandingkan di tempatnya, Pedagang baju warna-warni dan souvenir unik serta sampah-sampah yang menumpuk di pinggir jalan. Mungkin sungguh itulah yang menjadi daya tarik Legian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun