Mohon tunggu...
Brigita Estella Restu A.
Brigita Estella Restu A. Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Menyanyi, membaca novel, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terpilih di Tempat Asing

18 November 2024   22:23 Diperbarui: 18 November 2024   22:49 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, setelah makan malam dengan teman dekatnya, Mech merasa ada yang berbeda. Teman dekatnya bercerita tentang hidupnya, berbagi keluh kesah yang tidak pernah ia ungkapkan sebelumnya.

“Aku nggak tahu harus gimana, Mech,” kata temannya dengan suara lesu.

“Terkadang rasanya nggak ada jalan keluar. Semuanya berat banget.”

Mech berusaha memberikannya solusi dan semangat, meskipun tidak ada yang bisa benar-benar memperbaiki keadaan.

Mech mengangguk. “Gapapa banget kamu ngerasain hal ini, tandanya kamu udah mulai dewasa, inget kamu ga sendirian, banyak yang peduli sama kamu...kalau kamu butuh cerita, cerita aja biar lega, jangan dipendam sendirian terus, ngga baik. nggak harus ke aku, bisa ke Tuhan atau teman lain, tapi aku akan selalu ada buat kamu! Semangat terus. Tolong hidup bahagia.”

“Makasih banyak ya Mech,” jawab temannya, tersenyum tipis.

Setelah itu Mech pergi menggunakan kereta malam menuju kota kelahirannya. Perjalanan yang selalu memiliki kenangan, namun kali ini Mech merasa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Seminggu berlalu, Mech kembali ke kota yang ditujukan untuk menempuh studinya. Ia disambut dengan suasana yang janggal. Mech bertemu dengan teman-temannya, yang dulu sangat dekat dengannya. Namun, hari itu mereka memilih menghindar. Mech merasa seperti berada di ruang yang tak sepenuhnya milik dirinya, seperti ada batas yang tak terlihat di antara dirinya dan teman dekatnya.

“Ada yang aneh di sini,” gumam Mech pada dirinya sendiri setelah sadar akan hal itu.

Esoknya, Mech kembali ke rumah, namun bukan rumah yang biasanya ia tinggali. Ada sesuatu yang berubah, dan hilang. Ketika Mech pergi ke luar untuk mencari udara, ada sebuah warung di pojok gang.

“Ibu, boleh aku duduk sebentar?” tanya Mech dengan sedikit ragu.

 Warung pojok gang itu menjadi titik awal perjalanan aneh ini. Seorang ibu tua penjaga warung itu menyuruh Mech untuk beristirahat sejenak, seolah ia sudah tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. 

“Tentu, Nak. Tapi setelah itu, kamu harus berkemas. Ada sebuah perjalanan yang menantimu.”

Ibu tua itu meminta Mech untuk berkemas, dan Mech secara tidak sadar menyetujuinya.

“Perjalanan? Ke mana, Bu?” tanya Mech, bingung.

“Ke tempat yang lebih baik untukmu. Tempat yang kamu cari, meskipun kamu tidak tahu itu.” Ibu tua itu menjawab dengan tenang, seperti sudah mempersiapkan hal yang akan membuat kehidupan Mech berubah.

Mech merasa aneh, tapi ada sesuatu dalam diri yang membuatnya percaya. 

“Baiklah,” katanya, tanpa ragu.

Mech bergegas kembali ke rumah untuk mengambil barang-barangnya dan duduk untuk merenungi sejenak apa yang terjadi, namun ia tetap percaya kepada ibu tua itu. Ketika ia kembali ke warung itu, ibu tua itu meminta Mech untuk pergi ke tempat lain, tempat yang sebelumnya tidak pernah ia dengar. Seorang pemuda dengan kendaraan menghampirinya dan ibu tua.

“Saya yang akan mengantarkan nona,” kata pemuda itu.

Mech hanya mengangguk dan bertanya. “Ke mana?” tanyanya, penasaran.

“Ke suatu tempat yang berbeda,” jawab pemuda itu dengan nada ramah dan sopan.

Ibu tua itu meminta Mech pergi bersama pemuda itu, untuk memulai perjalanan menuju tempat asing tersebut. Rasa canggung dan takut menghantui perasaan dirinya, namun ia tetap ingin mengikuti rasa penasarannya.

Perjalanan itu terasa aneh. Pemuda itu mengajaknya berbicara namun ia hanya merespon apa adanya. Setibanya Mech di tempat tujuan, dirinya sangat terkejut. Ternyata tempat asing itu bukan seperti tempat yang ia bayangkan, sebuah gedung tua yang tak biasa, namun terlihat kokoh dan penuh sejarah, Di sana, ia bertemu dengan seorang ibu yang sepertinya ia kenal, Ibu Grace. Ibu Grace menyuruh Mech mengganti pakaian, dan ia sudah merasa seperti berada di dunia lain yang tidak sepenuhnya ia pahami.

“Mech, kamu datang juga,” ujar Ibu Grace dengan senyuman hangat. “Sekarang gantilah pakaianmu dulu, tempat ini dan tempat nanti akan lebih nyaman jika kamu mengenakan pakaian yang sesuai.” 

Mech merasa bingung, tapi ia mengikuti perintah Ibu Grace. “Pakaian apa Bu?”

“Yang akan membuatmu merasa lebih dekat dengan tempat ini,” Jawab Ibu Grace, lalu menunjuk ke ruang sebelah.

Mech masuk ke dalam gedung yang lebih mirip dengan studio kecil, dengan dua lorong yang mengarah ke tempat-tempat asing. Ia terjebak dalam kerumunan remaja lainnya, yang seolah sudah sangat akrab dengan tempat ini. Mereka mengobrol dengan santai, sedangkan Mech hanya berdiri terpaku, bingung. 

“Apa kalian semua sudah lama di sini?” tanya Mech pada seorang gadis yang berdiri dekat lorong.

Gadis itu tersenyum. “Iya, sudah beberapa waktu. Kamu baru ya?” Lalu gadis itu bergumam. “Sepertinya dialah orangnya.” 

Mech hanya mengangguk, merasa semakin asing di tempat itu. Lalu ia masuk ke dalam lift yang sepertinya normal. 

Ternyata lift itu bukanlah lift biasa, mirip dengan kereta gantung, sangat aneh baginya. Berbentuk lift namun ketika mulai naik, lift itu keluar gedung dan melewati jalan raya dan rumah-rumah. Lagi-lagi hanya Mech yang kebingungan dan merasa rakut, remaja lain seakan sudah sering menaiki lift aneh ini.

“Ini… aneh,” gumam Mech saat lift berjalan.

Lift ini turun dan berhenti di bangunan yang besar dan asing, ketika keluar dari lift itu, sudah ada kendaraan yang siap menjemput remaja-remaja yang baru saja turun dari lift itu.

Ibu Grace mengabsen para remaja, hanya nama Mech yang tidak disebut, ternyata Mech salah tujuan. Pemuda yang mengantarnya tadi bersekongkol dengan seseorang di balik tempat aneh ini, dengan entah apa tujuannya. Meskipun dirinya merasa salah tujuan, Mech tidak bisa kembali lagi. Entah apa yang ada dipikirannya, ia merasa tidak keberatan untuk tetap tinggal. Mech masuk di dalam data anak baru, yang seharusnya ia tidak ada di data itu. 

Kendaraan itu berhenti di depan bangunan mewah yang sangat besar, terlihat tua namun tetap indah. Matanya terpukau dengan bangunan mewah itu. Mech masuk ke dalam bangunan asing itu dan diarahkan ke tempat pemandian aneh. Banyak bak pemandian yang besar dan mewah dalam 1 ruangan luas. Tempat itu terasa asing, namun juga akrab, seperti tempat yang pernah ia kenal, meski dalam kenyataannya aku belum pernah berada di sana. Ruangan dengan marmer merah cerah dan krem, diterangi lampu kuning yang remang-remang, semuanya terasa misterius, seolah ada sesuatu yang tersembunyi. Mech berendam, namun pikirannya masih melayang jauh, memikirkan pertemuan dengan orang-orang yang ia temui dan apa yang sebenarnya terjadi.

Di tengah ketidakpastian itu, Mech bertemu dengan 2 orang, Mama Ina dan Ine. Mereka tampak seperti orang yang sudah lama ia kenal, namun dirinya tidak bisa mengingatnya walaupun sudah berusaha mengingatnya dengan keras.

“Mama Ina, kamu…?” tanya Mech dengan suara bergetar, mencoba kembali mengingat.

Mama Ina tersenyum, “Iya Mech, kamu pasti akan ingat, meski belum sekarang.”

“Apa yang terjadi di sini?” tanya Mech, tidak bisa menahan rasa kebingungannya.

Ine, yang duduk di sampingnya, meminta tolong. “Mech, bisa bantu aku buka ikatan rambutku?”

Tanpa berpikir panjang, Mech membantu Ine. “Tentu, ini… agak aneh, mengapa aku merasa familiar dengan membukakan ikatan rambutnya?” jawabnya dan berkata dengan pelan.

Mech merasa dirinya berperan dalam suatu dunia asing yang tidak sepenuhnya ia pahami, namun entah mengapa ia merasa terpilih dan memang seharusnya dirinya berada di tempat asing ini, seolah dirinya terkoneksi dengan semua yang ada di sini.

Setelah selesai berendam, Mech segera mengenakan pakaian aneh yang pernah ia gunakan untuk ritual adat tahunan bersama keluarganya, sayangnya ia tidak dapat mengingatnya dan hanya asal mengenakannya. Ia pergi berkeliling dan ia tahu bahwa dirinya telah memasuki tempat yang tak terungkapkan, sebuah dunia baru dan asing yang menanti untuk ia jelajahi dan kuasai, meskipun dirinya tidak tahu apakah ia siap akan hal itu.

Walaupun semua ini terasa tidak nyata, Mech merasa seolah tempat ini memang ditujukan untuknya. Ada rasa aneh seakan dia telah memilih jalan yang tak bisa kembali. Perasaan itu kuat, seakan setiap langkah yang ia ambil sudah ditakdirkan dan ditentukan. Mech adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dibalik hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun