Mohon tunggu...
Briggita Rapunzel Citra
Briggita Rapunzel Citra Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Telegram" Konsep Melawan Arus di Masa Modern

30 September 2021   22:35 Diperbarui: 30 September 2021   22:43 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(www.archive.org)  

Identitas Buku 

  1. Judul                         : Telegram 

  2. Jenis                          : novel fiksi

  3. Penulis                     : Putu Wijaya

  4. Penerbit                   : BASABASI

  5. Tahun terbit           : 2018

  6. Cetakan                    : ke-1

  7. Jumlah halaman  : 192 halaman                                                

Muda ini, perkembangan zaman yang kian pesat bukanlah suatu hal yang baru mengiringi peradaban manusia. Tak hanya berdampak pada teknologi dan sistem-sistem yang semakin canggih, tentunya kini permasalahan-permasalahan yang timbul di tengah masyarakat kian kompleks dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah dalam aspek pola pikir manusia atau masyarakat. Banyak dari kita yang tentunya pernah berpikir akan bagaimana kita dapat beradaptasi di tengah perkembangan atau pola masyarakat yang ada? Bagaimana jikalau kita menginginkan hal yang berbeda, dan bagaimana apabila kita tidak ingin melakukan apa yang menjadi kehendak sosial? Hal ini menjadi gejolak dan akar dari banyak permasalahan-permasalahan yang kini terjadi terutama bagi para dewasa di zaman ini. Sama seperti yang dialami oleh tokoh dalam buku "Telegram" ini, buku ini mengandung perjalanan tokoh dalam menghadapi gejolak dalam dirinya dan permasalahan-permasalahan yang mengikutinya pada zamannya. 

Seperti yang disinggung sebelumnya, buku ini menceritakan tentang seorang tokoh "Aku" dengan dunia khayalnya yang cukup kompleks dibayang-bayangi oleh berbagai macam masalah yang ada pada dunia nyatanya. Tokoh "Aku" adalah seorang wartawan suatu majalah yang hidup sederhana bersama dengan putri angkatnya Sinta. Di dalam khayalnya, tokoh "Aku" memiliki Rosa yang berperan sebagai kekasihnya yang siap kapan saja tokoh "Aku" inginkan hadir, walaupun dalam khayalnya pula ia tidak memiliki keinginan untuk menikahi Rosa karena pemikirannya yang menolak pernikahan dan menganggapnya bak penjara kehidupan. Tokoh "Aku" juga kerap melamunkan atau membayangkan dalam halnya berbagai macam kemungkinan yang dapat terjadi dalam hidupnya. "Aku" memiliki ketakutan yang luar biasa dalam menghadapi kedatangan surat-surat terutama telegram terlebih lagi yang datang dari keluarganya di Bali. Tokoh "Aku" merupakan sosok yang sangat tidak suka akan melakukan kebiasaan-kebiasaan adat istiadat lama yang menurutnya hanya buang-buang waktu dan menyusahkan atau menjadi beban bagi manusia seperti dirinya. 

Dalam buku ini dijelaskan dengan jelas bagaimana tokoh "Aku" begitu muak akan tanggung jawab - tanggung jawabnya yang masih tersisa di Bali, apalagi menemui keluarganya yang ada di sana. Sampai akhirnya sebuah telegram datang dari Bali kepadanya menyatakan "Ibu meninggal cepat pulang titik" , sementara dalam nyatanya telegram tersebut menyatakan "Ibu sakit keras, cepat pulang titik". Tokoh "Aku" pun memikirkan berbagai alasan bagi putrinya Sinta agar putri angkatnya itu tidak kepikiran dan menjadi sedih karena kedatangan telegram itu. Seiring berjalannya waktu, tokoh "Aku" pun segera mempersiapkan kepulangannya ke Bali walaupun sebenarnya ia sangat menghindari urusan-urusan mengikat tersebut. Berbagai macam permasalahan pun mulai mengikuti tokoh "Aku" dalam mempersiapkan kepulangannya tersebut.   

Dimulai dari tugasnya sebagai pekerja untuk menyelesaikan artikelnya yang memperkenalkan Bali di sisi yang lain, pergumulan-pergumulan yang terjadi di Bali, pemerintahan, skandal, adat istiadat, dan lain-lain dengan tenggat waktu yang sebentar tersebut. Tak hanya itu, menemani persiapannya pulang ke Bali pun ia juga kedatangan tamu dari masa lalunya terkait Sinta anak angkatnya. Ibu kandung Sinta yang kini sudah menikah dengan orang lain tersebut, berkeinginan kembali mengambil alih dan mengasuh Sinta dari tangan tokoh "Aku". Tentunya menghadapi kedatangan tamu yang tidak diinginkannya tersebut membuatnya terus menghindar walaupun akhirnya tetap beradu pendapat juga. Ia sangat murka dan marah akan kedatangan tamu tersebut dan usahanya merebut Sinta.

 Tokoh "Aku" merasa takut kehilangan Sinta karena hanya anak angkatnya itu lah sosok di hidupnya yang sangat ia sayangi atau pegangan hidupnya. Tak cukup sengsara, tokoh "Aku" juga kembali menemui seorang wanita tuna susila "Nurma" yang setelahnya "Aku" jatuh sakit, demam sampai menemui dokter dan sedikit menimbulkan permasalahan di rumahnya. Tokoh "Aku" seringkali mengalami pergolakan dalam dirinya yang menyebabkan dirinya terjebak dalam pemikirannya sendiri dan membuat dirinya menjadi orang yang linglung, sedih, depresi, dan tidak begitu mengindahkan kehidupan. Sampai akhirnya hari kepulangan pun tiba, setelah kedatangan telegram yang kedua menyatakan Ibunya telah meninggal dunia, tokoh "Aku" dan anak angkatnya Sinta pun seperti rencana awal akhirnya berangkat untuk pulang ke kampung halamannya , Bali. 

Tema dari novel ini adalah keinginan atau pemikiran seseorang yang ingin meninggalkan nilai - nilai lama, budaya, pemikiran, dan lain-lain sebagai tanggung jawab di masa kini. Alur yang digunakan dalam novel ini juga dapat dibilang cukup mudah yaitu alur maju mundur atau campuran. Walaupun agak membingungkan di awal, namun alur pada akhirnya cukup mudah diikuti.  Hal ini dapat dilihat dari peristiwa dalam cerita yang terkadang lompat - lompat dan dari masa kini ke masa lalu. Penokohan yang dilakukan dalam novel ini juga lumayan mudah dimengerti, penokohan dilakukan oleh penulis melalui sikap-sikap yang ditunjukkan oleh karakter / tokoh dalam menghadapi suatu masalah tertentu. 

Tokoh - tokoh dalam novel ini seperti contohnya, tokoh "Aku" yang memiliki sifat dingin, pemarah, dan juga reaktif. Hal ini terlihat dari bagaimana tokoh bersikap ketika kedatangan masalah secara satu per satu. Contohnya adalah ketika tokoh "Aku" bertengkar dengan tokoh pembantu lainnya misal Ibu kandung Sinta, tokoh "Aku" menimbulkan kesan pemarah, dan juga pada tokoh pembantu Pak Tua , tokoh "Aku" memperlihatkan sikap yang menunjukkan sifat reaktif terhadapnya. Tokoh "Sinta" dengan sifatnya yang penyabar, pengertian, dan juga dewasa, terlihat dari bagaimana penulis menggambarkan sosok Sinta dan perlakuan Sinta terhadap tokoh utama "Aku", merawatnya, menenangkannya, dll. Novel ini berlatar tempat di daerah Jakarta, seperti di perkantoran, pemukiman pinggiran, stasiun kereta Gambir, dan lain-lain. Latar waktu yang diambil adalah Jakarta pada sekitar tahun Orde Baru. 

Novel ini juga menggambarkan latar suasana yang tegang dan sedih. Terlihat dari perseteruan-perseteruan antar tokoh yang terjadi, deskripsi suasana, dan lain-lain. Amanat dari novel tersebut juga cukup unik yaitu jujur terhadap diri sendiri dan apa yang diri sendiri inginkan agar hidup memiliki tujuan, serta harus berani untuk melangkah dan mengambil tanggung jawab, serta kenyataan bahwa pada akhirnya kematian akan datang pada kita. Pesan-pesan ini dilihat dari pelajaran yang pembaca dapat dari bagaimana tokoh "Aku" bersikap dan menyelesaikan masalahnya akan tanggung jawab dan pemikiran-pemikirannya. Selain itu, hal ini juga dapat dilihat dari kalimat terakhir dalam novel tersebut yang menggambarkan mengapa tokoh "Aku" begitu membenci kedatangan telegram, bahwa telegram menggambarkan kematian yang suatu hari juga akan datang mengenai dirinya. 

I Gusti Ngurah Putu Wijaya, selaku penulis dari novel "Telegram" ini merupakan sosok budayawan sekaligus tokoh sastra Indonesia asal Bali yang berkarya sejak lama pada bidang seni Indonesia. Mulai dari pementasan seni drama, melukis, menulis novel, skenario film, dan lain-lain, yang tentunya telah menerima banyak penghargaan dalam perjalanan kariernya. Ia juga terkenal dengan gaya penulisannya yang intens, gaya bahasa yang ekspresif , serta penuh dengan potongan-potongan peristiwa yang padat dan jelas (merdeka.com, 2021). Buku "Telegram" yang keluar pada tahun 1973 ini merupakan salah satu karya novel Putu Wijaya yang ada, lainnya adalah "Bila Malam Bertambah Malam", "Nyali", "Pabrik", dll (biografi-tokoh-ternama.blogspot.com, 2021). Ia banyak menghasilkan karya tulis novelnya pada masa pemerintahan Orde Baru, yang salah satunya adalah novel "Telegram" ini, maka dari itu latar suasana dan juga permasalahan yang diangkat dalam novel ini cukup dipengaruhi oleh unsur tersebut terkait isu-isu dan kondisi yang terjadi di zaman Orde Baru. 

Novel "Telegram" ini memiliki ide cerita yang sangat menarik, terutama bagi para pemikir atau orang-orang yang memiliki permasalahan diri yang sama. Permainan pikiran yang dilakukan dalam novel ini juga menambahkan sebuah ketertarikan baru terhadap buku sepertinya nyatanya tokoh Rosa yang hanya sebatas khayalan, peristiwa-peristiwa yang hanya terjadi di pikiran sang tokoh, dan hal-hal lainnya yang melibatkan otak. Gaya bahasa atau pemilihan diksi dalam novel ini juga tergolong mudah sehingga cocok untuk dibaca oleh berbagai kalangan dan mudah dimengerti atau lumrah ditemui sehari-hari. Penggambaran cerita juga dilakukan dengan sangat detail dari tempat, bagaimana cara tokoh bersikap, penampilan tokoh-tokohnya, dan lain-lain sehingga hal tersebut memudahkan bagi para pembaca untuk membayangkan cerita dengan lebih baik. Namun, novel ini dapat dikatakan memilih atau memiliki permasalahan yang cukup kompleks dan mengandung unsur dewasa sehingga tidak terlalu sesuai atau dapat menjadi bahan bacaan remaja di bawah umur. Selebihnya, novel ini sangat menggugah pikiran dan juga menarik bagi para pembaca untuk berpikir mengikuti isi pikiran sang tokoh utama "Aku". 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, buku ini sangat menarik maka dari itu tentunya akan begitu menarik pula untuk direkomendasikan bagi banyak orang. Tetapi, kembali lagi kepada isinya, buku ini mengandung beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan beberapa adegan atau gambaran cerita yang dewasa sehingga kurang sesuai untuk dikonsumsi oleh remaja di bawah umur. Maka dari itu, buku ini baik adanya dibaca bagi para pembaca yang sudah cukup umur atau 17 tahun ke atas. Secara keseluruhan buku ini sangat menarik baik dari segi konsep, ide cerita, dan menawarkan sebuah cerita yang jarang ditemui yaitu cerita yang bermain dengan pikiran pembacanya. Bagi para pembaca yang tertarik akan sebuah konsep cerita yang baru dan mengajak berpikir, maka buku "Telegram" ini sangatlah cocok untuk Anda. 

DAFTAR PUSTAKA

Fathurrohman, Muhamad Nurdin. 30 Maret 2017. Biografi Putu Wijaya - Sastrawan Serba Bisa , (Online), (https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com , diakses pada tanggal 26 September 2021).

Merdeka. Tanpa tahun. Profil - I Gusti Ngurah Putu Wijaya , (Online), (https://www.merdeka.com , diakses pada tanggal 26 September 2021). 

Wijaya, Putu. 2018 . Telegram. Yogyakarta : BASABASI . 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun