Konstitusi Diubah: Demi kepentingan Elit, Keluarga, atau Rakyat?
Konstitusi Negara
Konstitusi yaitu sebagai dokumen fundamental yang menjadi naskah hidup sebuah negara, sering kali berada di persimpangan jalan antara modernisasi dan manipulasi kekuasaan. Wacana perubahan konstitusi yang kembali mengemuka, menimbulkan pertanyaan krusial: Untuk siapakah perubahan ini dilakukan? Elit, keluarga, ataukah rakyat?
Sejarah mencatat, perubahan konstitusi sering kali dimanfaatkan elit politik untuk memperkuat kekuasaan. Amandemen UUD 1945 di masa Orde Baru, misalnya, memperpanjang masa jabatan presiden dan melemahkan peran parlemen. Kekhawatiran serupa muncul saat wacana amendement UUD 1945 kembali digulirkan, terutama terkait pasal mengenai masa jabatan presiden dan sistem pemilihan umum. Dinamika politik dinasti juga tak jarang mewarnai agenda perubahan konstitusi. Kekhawatiran muncul bahwa konstitusi diubah untuk mengakomodasi kepentingan keluarga atau dinasti tertentu, seperti mewariskan kekuasaan atau memuluskan jalan menuju kursi jabatan. Di sisi lain, terdapat argumen bahwa perubahan konstitusi diperlukan untuk menjawab kebutuhan rakyat yang berkembang. Aspirasi rakyat untuk memperkuat demokrasi, keadilan sosial, dan kesejahteraan menjadi alasan utama untuk melakukan amandemen.
Agar perubahan konstitusi tidak terjebak dalam kepentingan sesaat, beberapa langkah perlu diambil:
1. Melibatkan partisipasi publik yang luas dan transparan. Diskusi publik, seminar, dan jajak pendapat harus dilakukan untuk menjaring aspirasi rakyat dari berbagai kalangan.
2. Mempublikasikan secara gamblang alasan dan tujuan perubahan konstitusi. Rakyat berhak mengetahui secara detail apa yang ingin diubah dan apa dampaknya bagi kehidupan mereka.
3. Memastikan proses amandemen dilakukan melalui mekanisme yang konstitusional dan akuntabel. Mencegah manipulasi dan intervensi dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi.
Mengingat konstitusi adalah dokumen yang sakral dan fundamental, setiap usulan perubahan haruslah dilakukan dengan hati-hati, mengedepankan kepentingan rakyat sebagai prioritas. Pertimbangan harus didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat, bukan ambisi politik sesaat.