Bayang-bayang sejarah tentang gagalnya Uni Soviet dalam mempertahankan pengaruhnya di Afghanistan membuat Amerika Serikat (AS) berpikir ulang untuk tetap melanjutkan kondisi yang sama, terlebih lagi situasi ekonomi global dan domestik di masa Pandemi Covid-19 mengalami ketidakstabilan sehingga menuntut Amerika Serikat memangkas beban militer dan pembiayaan pasukan yang semakin berat demi alokasi prioritas anggaran lain, seperti sektor kesehatan.
Biaya belanja militer AS untuk Afghanistan mencapai US$88 miliar (CNN Indonesia, 16 Agustus 2021), pertimbangan tersebut yang membuat AS berpikir ulang untuk melanjutkan operasi militer di Afghanistan. Alih-alih menghindari terulangnya sejarah Uni Soviet ketika terpaksa kalah dan mundur dari Afghanistan, namun justru AS malah mengulang kesalahan serupa yang ironisnya dilakukan oleh Amerika sendiri, yaitu peristiwa jatuhnya Saigon 1975.Â
Dalih mengurangi risiko pemborosan anggaran militer serta meminimalisir terjadinya konflik proxy yang berkepanjangan menyebabkan AS memutuskan untuk angkat kaki dari Afghanistan. Diplomat dan militer Amerika Serikat segera mengambil tindakan sepihak untuk menarik diri dari Afghanistan tanpa melibatkan pertimbangan rezim Presiden Ashraf Ghani sehingga praktis AS telah meninggalkan sekutunya pincang sendirian menghadapi musuh bebuyutan rezim demokrasi Ghani, yaitu Taliban.
Keputusan AS menarik pasukan dan diplomatnya dari Afghanistan tanpa pertimbangan rezim Ashraf Ghani menimbulkan pertanyaan besar; mengapa seolah-olah AS membiarkan Taliban memperoleh transisi kekuasaan? Perlu ditinjau kembali faktor historisnya saat awal invasi AS ke Afghanistan dengan dalih menghancurkan basis Al-Qaeda serta memburu Osama bin Laden sebagai pimpinan Al-Qaeda yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa WTC 9/11.Â
Hal tersebut cukup menarik karena antara kedua kelompok tersebut memiliki keterkaitan, Taliban dianggap melindungi Osama bin Laden beserta kelompoknya dalam melakukan aksi terorisme (Ashghor, 2021). Oleh karena itu, legitimasi AS melakukan invasi ke Afghanistan adalah demi terciptanya ketertiban dan keamanan publik melalui pemberantasan segala bentuk organisasi terror, termasuk Taliban. Selain itu, upaya AS membangun masyarakat Afghanistan agar lebih menerima dan mendukung militer AS adalah melalui agenda demokratisasi.Â
AS menancapkan pengaruhnya di Afghanistan sekaligus membentuk pemerintahan demokratis sehingga mengakibatkan pemerintahan demokratis tersebut bergantung pada AS.Â
Ketergantungan inilah yang menyebabkan pemerintahan Afghanistan kocar-kacir dalam waktu singkat ketika ditinggal pergi AS, dampaknya tentu Taliban dapat dengan mudah meraih transisi kekuasaan.Â
Taliban bertransformasi menjadi kekuatan besar di Afghanistan, mereka turun gunung untuk mengambil kekosongan kekuasaan di ibukota Kabul sekaligus mengisyaratkan bangkitnya gerakan konservativisme, xenophobia, dan teror di Afghanistan (Kompas, 15 September 2021).Â
Pemerintah Ghani tidak dapat berbuat banyak, ironisnya Ghani malah kabur ke UEA ketika Kabul telah diambil alih oleh Taliban. Proses perdamaian berjalan alot karena masing-masing pihak membawa kepentingan yang berbeda, Ghani dengan sistem pemerintahan demokratis-modern melalui pemilu, sedangkan Taliban ingin menegakkan syariah secara mutlak dan konservatif.Â
Proses transisi kekuasaan secara militeristik dari Taliban sebenarnya telah diperingatkan oleh utusan khusus AS, yaitu Zalmay Khalilzad melalui ancaman sanksi.Â
Namun, AS tidak segera menjatuhkan sanksi, padahal Taliban telah dengan jelas merebut kota Kabul dengan cara militer (Ayu Suwari, N., Sushanti, S., & Parameswari, A., 2021). Akibatnya, situasi Kabul kacau balau karena proses transisi politik dilakukan dengan cara militer.
Berkuasanya Taliban tidak serta merta membuat konflik di Afghanistan menjadi reda, hal tersebut dapat dilihat ketika Taliban condong lebih dekat dengan kubu Cina dan Iran.Â
Perginya AS bukan berarti menyiratkan Afghanistan tidak penting, tetapi AS sadar bahwa intervensi asing malah justru akan membuat konflik semakin tajam, terlebih lagi konflik proxy.Â
Namun, baerkuasanya Taliban dikhawatirkan malah semakin memperuncing konflik proxy ketika pengaruh Cina dan Iran semakin menguat sehingga ada indikasi perluasan ajaran Syiah pasca pemilu Yaman, Irak, Lebanon, dan negara Teluk lainnya.Â
Taliban memang menganut aliran Sunni, tetapi dekat dengan Iran yang menganut Syiah. Namun, implikasi kedekatan tersebut belum tentu menciptakan rekonsiliasi antara kedua aliran tersebut, alih-alih konflik semakin kompleks ketika terjadi perebutan hegemoni aliran yang termanifestasikan melalui konflik Saudi Arabia vs Iran (Ashghor, 2021).Â
Keputusan AS menarik diri dengan dalih apapun menjadi hal yang kontroversial karena implikasinya terjadi letupan gelombang pengungsi secara chaotic.Â
Selain itu, keputusan AS yang diam dan tidak elegan dikhawatirkan mengakibatkan sekutu-sekutu lain mengalami kehilangan kepercayaan. Kita dapat belajar bahwa negara yang tidak berdikari akan lebih mudah diintervensi kepentingan negara lain.
REFERENSI
Ashghor, A. (2021). Taliban di Afghanistan: Tinjauan Ideologi, Gerakan dan Aliansi dengan ISIS. Jurnal Keamanan Nasional, 7(1), 71--83. https://doi.org/10.31599/jkn.v7i1.502.
Menghitung Kerugian AS Buru Dalang Teror 9/11 di Afghanistan. (n.d.). Retrieved September 19, 2021, from https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210909142819-134-692032/menghitung-kerugian-as-buru-dalang-teror-9-11-di-afghanistan.
RASIONALITAS AMERIKA SERIKAT DALAM PERJANJIAN DAMAI DENGAN TALIBAN PASCA KONFLIK DI AFGANISTAN | JURNAL HUBUNGAN INTERNASIONAL. (n.d.). Retrieved September 19, 2021, from https://ojs.unud.ac.id/index.php/hi/article/view/74006.
Sebulan Kuasai Afghanistan, Taliban Dihantui Berbagai Masalah Halaman all---Kompas.com. (n.d.). Retrieved September 19, 2021, from https://www.kompas.com/global/read/2021/09/15/145624970/sebulan-kuasai-afghanistan-taliban-dihantui-berbagai-masalah?page=all.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI