Dunia menyaksikan pemberlakuan darurat militer di Korea Selatan untuk pertama kalinya sejak tahun 1980 saat Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mendeklarasikannya sekitar pukul 23:00 malam hari pada tanggal 3 Desember 2024 secara mendadak. Tindakan sang presiden ini menjatuhkan Korea Selatan ke dalam sebuah kekacauan politik yang berlangsung hingga saat ini, dan akibatnya Presiden Yoon Suk Yeol dilengserkan dari jabatannya oleh parlemen Korea Selatan, dan menunggu keputusan akhir dari Mahkamah Konstitusi Korea Selatan sebelum resmi dicopot dari jabatannya. Peristiwa ini mendatangkan tanggapan dari berbagai negara, dan memberi ketidakpastian bagi hubungan diplomatik Korea Selatan dengan sekutunya, yang membuat pemerintah Korea Selatan bekerja keras untuk memperbaiki citra dan menjamin keadaan sedang diatasi dengan maksimal.
Korea Selatan merupakan negara demokrasi sejak akhir 1980-an setelah lama berada di bawah pimpinan rezim otoriter. Dalam masa tersebut, pemberlakuan darurat militer sering dilaksanakan untuk memobilisasi pasukan bersenjata dalam upaya menekan resistansi dan oposisi. Kali ini, pada tengah malam tanggal 3 Desember 2024, dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Yoon menggunakan haknya sebagai presiden untuk memberlakukan darurat militer di Korea Selatan dalam upaya memberantas dan melindungi negara dari pasukan yang anti-negara, dan berunsur komunisme dari Korea Utara. Dengan dideklarasikannya darurat militer, Angkatan Bersenjata Republik Korea menyatakan larangan aktivitas parlemen dan politik. Parlemen Korea Selatan menanggapi tindakan ini dengan mengadakan sidang, yang menghasilkan konsensus bulat melewati pemungutan suara untuk mengakhiri keadaan darurat militer. Pada dini hari esoknya, setelah sekitar 6 jam, Yoon terpaksa mengakhiri darurat militer.
Penerapan darurat militer di Korea Selatan tidak hanya menjatuhkan Korea Selatan ke krisis politik internal, tetapi terdapat juga dampak terhadap hubungan internasional Korea Selatan dengan negara-negara lain. Amerika Serikat, yang menjadi salah satu sekutu terdekat Korea Selatan sejak berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953, menyatakan kekhawatirannya terkait keadaan politik di Korea Selatan, yang berpotensi menghambat kerja sama internasional dan memperburuk stabilitas dan keamanan. Terlebih, administrasi Biden di Amerika Serikat juga tidak diberi peringatan terlebih dahulu apabila Yoon akan melancarkan darurat militer. Kondisi ketidakpastian ini menyebabkan masyarakat internasional secara umum menilai tindakan Yoon sebagai sesuatu yang tidak tepat, dan arah kebijakan luar negerinya semakin dipertanyakan. Pemerintah Amerika Serikat juga memberi pernyataan untuk menghentikan tanpa waktu yang ditentukan pertemuan rutin dari inisiatif Nuclear Consultative Group, yang merupakan kerja sama internasional untuk mempertegas posisi Korea Selatan bila terjadi perang nuklir di Semenanjung Korea.Â
Sebagai perspektif, terdapat pasukan Amerika Serikat yang ditempatkan di Korea Selatan dalam jumlah yang signifikan, melebihi 20.000 personil, dan dalam pernyataan yang sama, Amerika Serikat menunda pelatihan militer kedua negara tersebut tanpa waktu yang ditentukan. Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin juga berencana untuk mengunjungi Korea Selatan dalam rangka mendiskusikan kerja sama internasional antara Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat, dan agenda ini pun ditunda. Walaupun sikap Amerika Serikat terhadap keadaan tersebut terlihat tegas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengawasi perkembangan secara dekat, mengingat hubungan yang erat antara kedua negara tersebut.
Selain Menteri Pertahanan Amerika Serikat, terdapat beberapa utusan dari negara lain yang terpaksa harus menunda lawatan mereka ke Korea Selatan pasca pemberlakuan darurat militer. Di antaranya, terdapat beberapa tokoh seperti Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson dan mantan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga. Perdana Menteri Jepang sendiri, Shigeru Ishiba, juga memberi pernyataan bahwa pemerintahannya sedang mengamati perkembangan. Presiden Kirgizstan, Sadyr Japarov, yang berada di Korea Selatan saat terjadinya darurat militer, juga membatalkan rencananya untuk melanjutkan kunjungannya di Korea Selatan. Hal ini semakin mempertegas bahwa peristiwa tersebut memiliki implikasi yang besar bagi citra Korea Selatan di mata dunia internasional, dan diperlukan waktu dan upaya untuk membangun kembali rasa kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
Dinamika politik luar negeri dan hubungan internasional merupakan medan yang dipenuhi dengan berbagai macam perspektif yang berbeda-beda. Tetapi, masyarakat internasional secara umum menyetujui bahwa penegakan darurat militer di Korea Selatan merupakan aksi yang menurunkan citra demokrasi Korea Selatan di dunia. Adapun alasan sebenarnya Yoon menegakkan keadaan darurat militer di Korea Selatan adalah karena posisinya yang tersudutkan di parlemen, dan terdapat banyak anggota kabinetnya yang dilengserkan dan undang-undangnya yang digagalkan oleh oposisi yang sangat besar. Walaupun tindakan ini dapat menjadi alasan pembenaran penerapan darurat militer, tetap saja langkah yang diambil membawa kerusakan yang berat pada nama baik negara secara global. Hal ini juga mencerminkan bagaimana satu tindakan yang buruk akan ditemui dengan generalisasi dari banyak pihak, dan pada akhirnya Yoon akan diasosiasikan dengan peristiwa ini sebagai jejaknya dalam memimpin Korea Selatan.
Dengan demikian, Korea Selatan harus mengambil langkah maju dan mencoba memperbaiki situasi politik dalam negeri, dan secara bersamaan memulihkan relasi dengan sekutu serta mitra kerjanya di dunia internasional. Stabilitas di Korea Selatan akan mengurangi resiko keamanan yang lebih lanjut, terutama dengan tetangganya di utara, dan regresi di Korea Selatan akibat dari kekacauan politik dapat memperlemah posisinya sebagai salah satu negara termaju di benua Asia. Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah dengan mengadili Yoon atas aksinya, dan proses ini sedang berjalan dan dipantau secara dekat oleh parlemen dan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H