Mohon tunggu...
Bryan Pasek Mahararta
Bryan Pasek Mahararta Mohon Tunggu... Freelancer - Youth Society

Youth Empowerment | Diversity Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Silent Majority dalam Hitung Suara Pemilu

21 Februari 2024   16:46 Diperbarui: 22 Februari 2024   07:02 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara mereka bisa menjadi penentu dalam pemilihan umum, terutama dalam situasi di mana suara terpecah belah antara beberapa kandidat. Kandidat yang mampu menarik simpati dan memahami aspirasi silent majority memiliki peluang besar untuk meraih kemenangan.

Mari kita tarik ke mundur ke tahun 2016. Banyak pakar dan lembaga survei pada Pilpres Amerika Serikat saat itu memprediksi akan dimenangkan oleh Hillary Clinton.

Namun, hasil akhir menunjukkan Donald Trump keluar sebagai pemenang. Salah satu faktor yang dianggap berperan penting adalah dukungan dari silent majority.

Beberapa faktor yang mendorong silent majority mendukung Trump, seperti kekecewaan terhadap politik establishment, tidak kompeten dan tidak mewakili kepentingan rakyat. Isu imigrasi dan keamanan serta janji kampanye Trump soal perubahan dan mengembalikan kejayaan Amerika yang dikenal dengan "Make America Great Again".

Kemenangan Trump menunjukkan bahwa silent majority dapat menjadi kekuatan politik yang signifikan. Hal ini memberikan pelajaran penting bagi para politisi dan pakar politik untuk lebih memahami aspirasi dan kebutuhan silent majority sebagai pemilih yang perlu didengar dan diakomodasi.

Strategi kampanye tradisional bisa dikatakan tidak efektif lagi. Diperlukan pendekatan yang lebih personal dan kreatif untuk menarik perhatian serta melibatkan silent majority dalam proses politik agar memastikan suara mereka bisa terwakili.

Di era digital ini, media sosial menjadi platform penting untuk menjangkau silent majority. Kampanye yang memanfaatkan media sosial dengan konten yang menarik dan informatif dapat menjadi cara efektif untuk menarik perhatian mereka.

Wajar saja, kemunculan personal branding Prabowo "Gemoy" yang jauh berbeda dari dua edisi pilpres sebelumnya dan dilakukan secara masif selama Pemilu 2024 menjadi faktor kemenangan tersendiri.

Sosok Prabowo yang maju sebagai capres untuk kesekian kalinya, juga bisa jadi alasan lain mengapa silent majority dalam Pilpres 2024 kali ini merupakan suatu gerakan untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran yang merupakan representasi dari pemerintahan Jokowi.

Disisi yang lain, kombinasi antara besarnya dukungan masyarakat terhadap keberlanjutan program-program pemerintahan Jokowi dan kekecewaan masyarakat atas dominasi partai politik tertentu juga menjadi faktor penentu mengapa dalam Pilpres 2024 memantik dukungan silent majority.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun