Mohon tunggu...
Bryan Pasek Mahararta
Bryan Pasek Mahararta Mohon Tunggu... Freelancer - Youth Society

Youth Empowerment | Diversity Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2024, Pertaruhan Demokrasi Konstitusional

14 Februari 2024   04:04 Diperbarui: 14 Februari 2024   09:34 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demoralisasi dan inkonsistensi

Kalau kata Tan Malaka, kemewahan yang dimiliki oleh seorang pemuda adalah idealisme. Bayangkan, kalau seandainya kita sebagai anak muda tidak punya lagi ruang untuk mengisi posisi strategis dalam merumuskan kebijakan atau menentukan keberlanjutan pembangunan.

Dalam Pemilu 2024 ini, kita sebagai generasi penerus bangsa harus aktif ambil peran bersama. Persiapkan diri menjawab tantangan zaman dan masa depan peradaban. Kesadaran dan kemauan kita untuk ikut andil bertanggungjawab menjadi kunci dalam mengisi keberlanjutan pembangunan bangsa di masa mendatang.

Manfaatkan semua potensi dan peluang yang ada sebagai wujud komitmen kita sebagai anak bangsa. Pemuda adalah lokomotif penentu masa depan. Sudah saatnya generasi kita muncul sebagai perintis peradaban. Mengutamakan politik moral dan etika adalah salah satu keberpihakan kita memajukan demokrasi di Indonesia.

Menyambut 100 tahun Sumpah Pemuda, bukan lagi kita mempermasalahkan politik identitas. Darimana kita berasal, agama apa yang kita yakini atau kekuasaan yang meninabobokan reformasi. Tantangan generasi kita saat ini adalah demoralisasi dan inkonsistensi terhadap perjuangan reformasi itu sendiri.

Tanda-tanda kemunduran demokrasi justru semakin tampak di Pemilu kali ini. Viralnya film dokumenter yang berjudul "Dirty Vote" menjadi isu lain ditengah nihilnya politik gagasan. Tuduhan dan bantahan semakin menunjukkan bagaimana sikap pendewasaan masyarakat kita yang mudah diombang-ambingkan oleh sajian sensasional.

Fakta berupa kajian yang disampaikan oleh ketiga pakar hukum tata negara, sejalan dengan keresahan para Guru Besar berbagai kampus di Indonesia yang menilai kualitas demokrasi semakin menurun imbas dari gaduhnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Momok terbesar sebuah bangsa yang hendak menjadi bangsa maju adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sudah banyak yang memprediksi kemajuan bangsa Indonesia lewat skema bonus demografi. Tapi, mari kita tunggu bagaimana politik rasional dalam Pemilu 2024 kali ini bisa menguatkan pondasi demokrasi konstitusional ditengah gelombang disrupsi digital.

Untuk itu, wajib hukumnya anak muda mencatatkan sejarahnya sekali lagi. Tegakkan nilai-nilai demokrasi yang sesuai kehendak rakyat bukan selera oligarki. Demokrasi yang menjunjung tinggi moralitas, kemanusiaan yang beradab untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ayo, gunakan hak pilih kita. Ajak keluarga, saudara, gebetan, tetangga siapa saja ke tempat pemungutan suara (TPS). Kita jadikan 14 Februari sebagai Hari Kasih Suara untuk Indonesia tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun