Tulisan ini untuk menjelaskan makna "pulang kampung" dan "mudik" secara semantis yakni dilihat dari fitur semantik (semantic feature), dua kata tersebut. Penjelasan akan makna kata ‘"pulang kampung" dan "mudik" di sini tidak menggunakan pendekatan etimologi dan linguistik historis.
Video wawancara Najwa Shihab dengan narasumber Presiden Joko Widodo pada 21 April 2020 dan diunggah ke kanal Youtube Najwa Shihab menjadi trending dan menuai banyak komentar warganet.
Banyak komentar sarkastis yang hadir di kolom komentar disebabkan oleh pernyataan Presiden Joko Widodo yang berujar bahwa ‘"pulang kampung" dan "mudik" tidak sama tetapi berbeda.
Pernyataan itu terdapat di menit ke 11:56 dan berikut adalah transkripsinya, “… Kalau itu bukan mudik tapi namanya pulang kampung . . . kalau mudik itu di hari lebaran…”
Hal ini menjadi menarik karena di dalam KBBI kata "mudik" bersinonim dengan kata "pulang kampung" sehingga mereka yang menggunakan standar KBBI ini langsung menjatuhkan "hukuman" salah terhadap Presiden Jokowi. Tulisan ini hadir untuk melihat permasalahan ini dari aspek semantik.
Semantik adalah studi tentang makna kata, frasa dan kalimat (Yule, 2014; Parker, 2014). Semantik memiliki “alat” untuk mengetahui dan membedakan makna sebuah kata dan di antaranya adalah fitur semantik.
Fitur semantik adalah dimensi makna (sense) yang terkandung pada sebuah kata yang berfungsi untuk membedakan dirinya dengan kata yang lain.
Berikut adalah tabel fitur semantik kata "pulang kampung" dan "mudik" yang diberi fitur (1) keagamaan yakni untuk melihat aspek penyebab kegiatan, dan (2) menetap, untuk melihat durasi waktu kegiatan.
Untuk fitur keagamaan, kata "pulang kampung" memiliki nilai positif (+) dan negatif (-) yang berarti bahwa kata (aktivitas) pulang kampung bisa disebabkan atau berkaitan dengan hari raya keagamaan ataupun berkaitan dengan urusan lain seperti urusan adat.