Kemarin saya menuliskan tentang kejadian yang menimpa pacar  saya di halte Kebon Jeruk (lebih tepatnya sih calon istri saya karena 1 bulan lagi kita akan menikah tepatnya di akhir bulan 9). Saya meluapkan kekecewaan saya karena tidak terima perkara ini dianggap sepele dengan mengatakan bahwa cctv dalam keadaan mati. Kadang saya bingung bahwa bagaimana mungkin cctv disana bisa mati. Saya yakin cctv dibuat disana karena daerah itu daerah rawan kecelakaan.Â
Sebelum kami mengalami musibah sewaktu menyebrang, beberapa hari sebelumnya terjadi juga kecelakaan ditempat yang sama. Korban seorang wanita yang baru pulang bekerja ditabrak sebuah mobil dan mengakibatkan luka parah. Terjadi benturan di Kepala yang menurut saksi bahwa kondisi korban sampai koma. Hanya saja penabrak yang ingin melarikan diri dikejar oleh pengendara motor dan mobil nya sempat diamuk massa sebelum di amankan oleh pihak kepolisian.
 Saya mungkin terima penabrak lari pada saat itu siapa tahu dia takut diamuk massa, tetapi apabila dia ada niat baik mencari orang yang dia tabrak, dia bisa datang ke TKP dan bertanya ke sekuriti KOMPAS pasti akan menuntun nya. Tetapi saya tahu bahwa penabrak memang sengaja lari dari tanggung jawab.
Hal yang sama terjadi lagi kepada pacar saya. Saya sempat berbincang bincang dengan sekuriti Kompas kenapa tidak dibuatkan tangga penyebrangan di tempat itu padahal sudah banyak terjadi kecelakaan. Mereka menyaksikan langsung sudah begitu banyak korban yang mengalami kecelakaan ditempat itu. Mungkin ada persoalan dari pihak yang berkepentingan sehingga tidak dibuatkan disana tangga penyebrangan.Â
Mungkin saja. Tetapi terlepas dari itu, dengan begitu banyaknya kecelakaan yang terjadi bagaimana mungkin berbagai pihak yang punya kepentingan tidak memikirkan korban yang selalu ada disana. Apakah kepentingan pribadi atau pun bisnis lebih berharga dari nyawa manusia. Memang untuk saat ini, dengan ketamakan manusia dan kepentingan masing-masing, nyawa manusia diabaiakan.
Saya ingin sekali ke Balai Kota untuk menanyakan kepada Gubernur kenapa disana tidak ada tangga penyebrangan. Ini bukan karena pihak saya yang mengalami korban, tetapi supaya ada tindakan dan perhatian pemprov untuk memikirkan hal ini menghindari banyaknya korban yang akan timbul. Saya juga ingin memperjelas tentang CCTV yang mati. Buat apa dipajang disana, memalukan. Kota Metropolitan dengan anggaran banyak, cctv bisa mati.
 Sekali lagi saya katakan dengan kota sekelas Jakarta ini sangat memalukan. Saya juga tidak tahu siapa yang bohong, Polisi yang sudah menerima surat dari Dishub bahwa cctv mati atau pihak penjaga busway yang mengatakan seharusnya cctv hidup. Saya ingin ke Balai Kota untuk menanyakan ini karena ini sangat penting bagi saya. Dan untuk mengetahui yang berbohong siapa. Memang susah untuk mencari kebenaran di dunia ini. Apalagi kita bukanlah orang penting.
Saya masih ingat sebuah video yang diunggah di youtube dimana gubernur sebelumnya , Ahok pernah mengatakan bahwa di Jakarta sudah banyak dipasang CCTV untuk memastikan keamanan. Saya yakin juga bahwa yang dimaksud juga adalah cctv disetiap jalan raya. Beliau melanjutkan bahwa setiap cctv berfungsi dan apabila terjadi sebuah pelanggaran atau kecelakaan maka plat atau nomor polisi kendaraan tersebut akan dengan jelas kelihatan. Saya hanya berpikir pemprov DKI hanya membual atau bagaimana. Berpura-pura mengatakan kota Jakarta semakin canggih dengan smart city, cctv dimana-mana tetapi kasus kecelakaan yang jelas ditempat rawan kecelakaan, cctv nya mati.
Kejadian kecelakaan ini memang masih menimbulkan luka bagi saya termasuk pacar saya. Sampai sekarang dia belum bisa berjalan masih proses pengobatan. Banyak yang harus jadi korban atas kejadian ini. Pekerjaan terganggu, rencana pernikahan tertunda, waktu untuk mengurus semua ini banyak tersita, belum lagi dana yang harus kami keluarkan selama pengobatan dari semenjak kecelakaan sampai sekarang.Â
Memang kita mendapat jasaraharja yang bisa digunakan selama melakukan pengobatan Medis. Tetapi untuk operasi bedah dan selama perawatan jumlah itu tidak seberapa. Belum lagi cacat yang akan di timbulkan karena bedah. Bisa aja di beberapa perusahaan apabila ingin bekerja bisa di tolak. Coba kita bayangkan begitu banyak kerugian yang ditimbulkan. Memang kami melakukan pengobatan tradisional supaya tidak ada cacat. Kami mencari pengobatan tradisional yang dipercaya, otomatis jasa raharja tidak bisa kepakai dan kami harus membiayai sendiri sampai sekarang kami masih mengeluarkan biaya. Jumlah biaya yang kami keluarkan juga relatif mahal walau tidak sebesar bedah yang bisa mencapai 60-80 juta sampai sembuh.