Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Milik Bersama, tetapi Bukan Milik Bersama

22 Juni 2016   06:18 Diperbarui: 22 Juni 2016   07:50 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah mengunjungi website www.worldometers.info? Website tersebut memuat berapa juta bahkan milyar jiwa di bumi ini. Dalam website ini ditunjukan bahwa angka pertumbuhan penduduk dunia seakan tidak berhenti. Tidak hanya itu, hal yang dirasa miris adalah di aspek lingkungan antara lain hutan yang musnah (hektar), lenyapnya lahan akibat erosi, emisi gas Co2, desertification atau lahan yang kini gersang  dan limah kimiawi yang meracuni lingkungan. Kelima hal itu ditunjukan dalam world meter tidak pernah berkurang setiap detik. Apa yang terjadi sebenarnya?

Mari kita bayangkan jika kita berada dalam satu atap rumah, anggaplah kita adallah keluarga. Dalam pengetahuan secara umum, mereka yang menjadi bagian keluarga tentu ada pemahaman bahwa “yang aku miliki juga milikmu”. Terdengar manis dan sedap jika didengar, bukan? Namun bayangkan jika pada watu tertentu pemahaman itu hilang dalam prakteknya?

Mungkin seperti inilah yang kita alami di bumi ini. Bumi ini merupakan milik semua bangsa di dunia, walaupun segala sumber dayanya diatur dengan regulasi-regulasi sendiri di tiap negara. Jika dipersempit lagi dalam ranah negara, benarkah negara  dan segala isinya itu milik negara?

Penulis mencoba membagikannya dengan konsep dari Hardin yaitu “The Tragedy of The Commons”. Konsep sebagai alat dalam membahas persoalan jumlah sumber daya alam yang dikatakan bebas pemiliknya, seperti udara. Apakah udara ini jumlahnya terbatas? Dikatakan terbatas jika udara yang bersih tidak dapat dinikmati orang lain? Bisa jadi!

Jika tidak semua orang dapat merasakan udara bersih, apakah itu salah satu tragedi? Bisa dikatakan iya. Dalam pemahaman Hardin, tragedi dapat dihindari dengan mengubah cara hidup manusia selama ini. Pemahaman ini didasarkan pada tidak adanya solusi atas persoalan untuk menghindari tragedi itu sendiri.

Di sisi yang lain, Hardin memiliki hal unik seputar solusi untuk menghindari tragedi itu sendiri, yaitu privatisasi sumber daya. Dengan hal tersebut, manusia tidak akan seenaknya mengambil sumber daya dikarenakan adanya kekuasaan yang lebih tinggi yaitu negara yang mengatur kepemilikan sumber daya. Aturan dapat bersifat mengikat, seperti pajak dan harus ada timbal balik kepada masyarakat. Setujukah?

Hal lain yang unik (namun di sisi lain juga dapat menginspirasi kita) adalah bahwa Ia tidak percaya akan kebebasan berkembang biak. Bagi Hardin, tidak ada solusi teknis yang dapat menyelamatkan kita dari tragedi populasi yang berlebih. Cara yang harus digunakan adalah membebaskan kita dari pikiran “commons” atau milik bersama. Ia berpendapat bahwa konsep “commons” hanya membuat kita merasa bebas karena milik bersama, maka aku juga boleh berbuat apa saja. Wujud dari pembebasan pikiran dari konsep “commons” adalah melestarikan dan memlihar kebebasan lain yang lebih berharga yaitu melepaskan kebebasan untuk berkembang biak.

Ada komentar atau sanggahan? Mari-mari......

Terima kasih

Sumber:

Hardin, Garrett.  1996. The Tragedy of the Commons. In: Sauer, P. and M. Livingston (eds.), Environmental Economics and Policy: Selected Classical Readings. Prague-Minneapolis, pp. 62-75.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun