Menurut Achmad Ali dalam menemukan metode hokum cukup dibagi menjadi 2 yaitu metode intepretasi dan metode kontruksi. Perbedaan antara metode intepretasi dengan metode kontruksi digambarkan bahwa metode intepretasi operasionalisnya berlaku terhadap teks undang-undang  dengan masih tetap berpegang pada undang-undang yang berbunyi teks undang-undang. Sedangkan dalam metode kontruksi, akan lebih mengarah pada suatu perkembangan menggunakan sebuah penafsiran  logis sebagai upaya untuk perkembangan lebih lanjut suatu teks undang-undang dimana hakim tidak akan lagi bergenggam pada bunyi teks undang-undang dengan syarat bahwa hakim tetap berada pada kondor hokum sebagai sebuah system . Shidarta juga membembedakan metode hokum dibagi menjadi 2 bagian yaitu metode intepretasi dan metode argumentasi disamaratakan dengan metode kontruksi hokum.
      Dalam suatu perbedaan pandangan pembagian metode penemuan hokum tersebut, menunjukkan bahwa pemikiran yang menentang aliran legisme tentu sudah cukup menarik perhatian para pakar hokum, dan alasan hukumnya sangat rasional serta rill actual terjadi dalam kehidupan social masyarakat. Dalam pandangan tersebut semua sekaligus mencerminkan Indonesia tidak secara press atau ketat mengikuti aliran logisme, hal ini dapat dibuktikan dengan tetap dipertahankan ketentuan bahwa pasal didalam undang-undang kekuasaan kehakiman yang menyatakan bahwa ."Hakim dalam memtuskan perkara wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hokum yang hidup dan adil di dalam masyarakat," Dalam ketentuan ini secara kasat mata hokum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat sehingga tidak terbaca dikalangan masyarakat sehingga harus dipandang hokum yang adil dan diterima masyarakat.
NAMA : BRENDA AYU P
KELAS :HKI G
NIM :101180135
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H