Mohon tunggu...
Rivia Tiara Putri
Rivia Tiara Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Brawijaya

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kontribusi Energi Hidrogen Hijau dalam Gerakan Transisi Energi di Indonesia

3 Juni 2022   15:34 Diperbarui: 3 Juni 2022   15:42 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontribusi energi hidrogen hijau dalam mendorong gerakan transisi energi menjadi topik hangat yang tengah diperbincangkan oleh negara-negara di seluruh dunia terutama Indonesia dalam satu dekade terakhir. Hingga tahun 2021, sebuah fenomena yang tidak bisa ditampik bahwa di Indonesia sendiri energi fosil seperti batu bara (35,46%), minyak bumi (28,12%), dan gas alam (21,90%) 

masih mendominasi bauran konsumsi energi di dalam negeri. Terdapat sekiranya tiga ancaman apabila Indonesia masih menggunakan energi fosil sebagai sumber energi utamanya. 

Ketiga ancaman tersebut diantaranya meliputi cadangan energi fosil yang akan semakin menipis, fluktuasi harga produksi energi fosil akibat permintaan konsumen yang kian meningkat, hingga ancaman yang paling besar yakni meningkatnya akumulasi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat pembakaran bahan bakar fosil di berbagai sektor aktivitas manusia. 

Mengingat energi fosil bersifat tidak dapat diperbarui (non renewable), Indonesia perlu untuk perlahan-lahan mengalihkan ketergantungan terhadap energi fosil menjadi energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai sumber energi utamanya guna mencapai solusi dalam target Net Zero Emission. Seiring berjalannya waktu dan penelitian yang dilakukan, terdapat banyak sekali inovasi energi yang ditemukan salah satunya adalah energi hidrogen hijau. Apa itu energi hidrogen hijau? 

Elemen yang keberadaannya sangat berlimpah di alam semesta ini tidak lain adalah hidrogen. Hidrogen murni (H2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak beracun yang hampir tidak pernah terbentuk secara alami. Elemen ini dianggap berpotensi menjadi energi rendah karbon sebab tidak menghasilkan CO2 ketika digunakan sebagai sumber bahan bakar. 

Namun demikian, pemilihan proses pembuatan serta pemilihan energi yang digunakan dalam proses produksinya dapat menentukan status "energi rendah karbon" terhadap hidrogen yang dihasilkan. Salah satu cara menghasilkan hidrogen murni adalah melalui proses elektrolisis. 

Hidrogen yang dihasilkan melalui proses elektrolisis dapat dikatakan energi rendah karbon apabila dalam prosesnya ditenagai oleh sumber energi terbarukan seperti energi surya, panas bumi, dan angin sehingga menghasilkan sumber energi bebas emisi karbon dan ramah lingkungan. Pada proses elektrolisis bahan dasar yang digunakan adalah air, dimana molekul air (H2O) 

terdiri dari 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen untuk setiap molekulnya. Air tersebut kemudian akan diubah menjadi hidrogen (H2) dan oksigen (O2) dengan adanya peran dari sumber daya listrik. Proses elektrolisis yang menggunakan energi terbarukan untuk menghasilkan sumber daya listrik, akan menghasilkan jejak karbon (CO2) yang rendah dalam produksi hidrogennya. Sehingga proses inilah yang akan menghasilkan hidrogen hijau. 

Ditinjau dari bagaimana ia diproduksi, terdapat beberapa jenis hidrogen yang sedang dikembangkan diantaranya meliputi hidrogen coklat (brown hydrogen), biru (blue hydrogen), abu (gray hydrogen), hingga hidrogen hijau (green hydrogen). Sejatinya, hidrogen tak memiliki warna, hanya saja hidrogen diberi nama warna yang berbeda tergantung dari proses produksinya. 

Dikutip dari pernyataan Badan Energi Internasional, bahwa semua produksi hidrogen yang ada saat ini melepaskan sekurang-kurangnya 830 M/T karbon dioksida (CO2) per tahunnya yakni setara dengan 9,3 kg CO2 dalam setiap kilogram hidrogen. Penggunaan hidrogen yang sedang mendominasi saat ini ialah lebih dari 70% hidrogen abu (gray hydrogen) dan sebanyak 27% hidrogen coklat (brown hydrogen).

 Berdasarkan energi yang digunakan dalam proses pembuatannya, produksi hidrogen abu (hidrogen konvensional) dilakukan dengan sumber energi gas alam tanpa carbon capture yang menghasilkan emisi karbon dioksida yang cukup banyak dalam proses reaksinya. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut:

CH4 + H2O 4H2 + CO2 (8 tons/ton H2) 

Tetapi seiring berkembangnya penelitian yang dilakukan, emisi karbon yang terlepas kemudian disimpan pada wadah khusus. Namun demikian, tetap saja proses produksi hidrogen abu menghasilkan jejak emisi karbon walaupun hanya sedikit.

 Selain hidrogen abu, terdapat hidrogen biru (blue hydrogen) yang diproduksi dengan sumber energi gas alam dengan menggunakan carbon capture. Kemudian jenis lainnya adalah hidrogen coklat (brown hydrogen) yang dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar berbasis batu bara yang melepaskan emisi karbon. 

Adapun reaksi yang berlangsung pada proses produksi hidrogen coklat adalah sebagai berikut:

2C + O2 + 2H2O 2H2 + 2CO2

Kemudian terdapat jenis produksi hidrogen yang menghasilkan emisi negatif yakni dari material yang tidak termanfaatkan pada limbah sampah yang masih terkandung kadar karbon di dalamnya. 

Jenis hidrogen yang terakhir yakni hidrogen hijau (green hydrogen), reaksi yang berlangsung pada pembuatan hidrogen hijau dengan zero carbon emission adalah sebagai berikut:

2H2O 2H2 + O2 

Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, eksplorasi terhadap potensi hidrogen hijau dalam mendukung akselerasi gerakan transisi energi di Indonesia perlu untuk terus dikembangkan. Hidrogen hijau menjadi pilihan yang ekonomis dalam merealisasikan target net zero emission pada tahun 2060 mendatang. 

Menimbang dari pengaplikasian hidrogen yang dapat dikatakan fleksibel, hidrogen hijau dapat menjadi inovasi energy carrier yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai akselerasi transisi energi di Indonesia. 

Berbagai sektor industri di manca negara telah menerapkan energi hidrogen hijau sebagai sumber energi utama industrinya. Hal ini dapat dijadikan tombak utama Indonesia untuk menjadi negara selanjutnya yang menerapkan energi hidrogen hijau sebagai salah satu energi terbarukan bebas emisi karbon di berbagai sektor industri dan aktivitas lainnya.  

Meskipun di Indonesia pengembangannya masih pada tahap pengkajian, Indonesia telah berencana memanfaatkan hidrogen hijau secara bertahap pada tahun 2031 dan secara massif memanfaatkan hidrogen hijau sebagai energi di tahun 2051. Sekurang-kurangnya terdapat lima pilar utama yang penting untuk ditegakkan dalam pengembangan penggunaan hidrogen hijau. 

Lima pilar tersebut diantaranya meliputi efisiensi energi hidrogen hijau, pertimbangan jenis energi terbarukan lainnya, kecukupan energi hidrogen hijau untuk menjadi sumber energi utama, elektrifikasi dalam produksi hidrogen hijau, serta green molecule.

Pemahaman terhadap ilmu terkait hidrogen juga perlu dilakukan dengan baik, segala upaya pengembangan hidrogen hijau yang dilakukan penting untuk dilakukan secara cermat guna mencapai pemanfaatan energi yang efisien serta pengaplikasian energi yang tepat. 

Seperti yang ditunjukkan oleh berbagai studi dan analisis yang telah dibahas, ketergantungan negara terhadap energi fosil dapat berdampak pada ketahanan energi nasional yang rentan dengan ketimpangan antara penawaran (supply) dan permintaan (demand) energi yang semakin meningkat. Untuk itu, Indonesia perlu berkomitmen lebih teguh menegakkan upaya transisi energi dalam rangka penurunan emisi karbon yang dapat memicu semakin tingginya pemanasan global. 

Kontribusi energi hidrogen hijau (green energy) memiliki potensi yang besar dalam mempercepat gerakan transisi energi di Indonesia dari energi fosil menjadi energi non-fosil (energi baru dan terbarukan). Ketersediaan hidrogen yang melimpah berpotensi menjadi salah satu sumber energi menjanjikan yang ramah lingkungan dan bebas emisi. 

Sumber bahan bakar yang berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dalam proses produksi hidrogen hijau bersifat ramah lingkungan dan tidak menghasilkan hasil samping karbon. Keseriusan pengkajian dan penelitian dengan didukung oleh peran pemerintah serta pembentukan regulasi terkait energi hidrogen hijau dapat menunjang kesuksesan akselerasi transisi energi di Indonesia. 

Rujukan : Satu, Dua, Tiga, Empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun