Penggusuran JS 33 di duga kuat untuk memperluas bisnis parkiran yang menurut sumber omsetnya semakin pesat. Di atas lahan parkiran akan dikembangkan bisnis kuliner, tujuannya, Pasar Santa akan dibangun, menduplikasi beberapa pasar modern di Thailand, Melbroune dll. Sejak tahun 2007, pengembang bekerjasama dengan PD Pasar Jaya berupaya membujuk JS 33 untuk pindah ke dalam kios-kios Pasar Santa, yang biaya sewanya tak terjangkau pedagang kecil.
Karena berbagai upaya menemui kegagalan, skenario baru pun di susun, dimulai dengan alasan banyaknya kendaraan yang menyemuti jalan-jalan tikus di sekitar Pasar Santa, kebetulan salah satu jalan tikus itu melewati rumah seorang pejabat penting.
“ Ia merasa terganggu, jangankan suara klakson, toa mesjid yang sedang adzan pun minta dimatikan,alasannya istirahat Bos terganggu”.
Kemudian si Bos ini ngontak koleganya, untuk membangun jalan layang di dekat Pasar Santa, jika layang terbangun, rencananya, melalui pihak kelurahan jalan-jalan tikus tersebut akan dibangun Portal.
“Padahal menurut saya yang lahir di sini, dengan dibangunnya jalan layang justru akan memperparah kemacetan, pembangunannya sama sekali tak relevan kecuali alasan proyek semata”. Tutur sumber.
"berkembangnya restoran-restoran korea di sekitar Santa, turut berkontribusi jalan tikus dipadati kendaraan".
“ Tidak apa-apa toch, ini Jakarta, bising itu resiko, lagian ini kawasan usaha, masa kaki lima tak boleh jualan”.
Alasan penggusuran JS 33 semakin absurd, selain Cipaku bukan jalan protokol, JS 33 selama ini mengantongi SIUP yang berkontribusi terhdadap PAD Jakarta. Menjelang penggusuran, SIUP mereka dinyatakan habis, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. JS 33 selama ini berhasil menata lapak agar indah di pandang dan terintegrasi dengan taman, mereka merawat pohon, tanaman dan bunga-bunga. bahkan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra betah kongkow di JS 33.https://twitter.com/yusrilihza_mhd/status/320833953688858624
JS 33 kini tinggal kenangan, eks pedagang hanya bisa bergumul di lokasi, malam hari yang dilakukan hanyalah main kartu. Dampak penggusuran, karena shock sebagian pedagang masuk rumah sakit dan harus hidup dalam ketidakpastian.
“Bukan JS 33 yang bikin macet, bukan pula saudara-saudara kami yang mengembangkan Pasar Gaul di dalam kios sana, namun hanya karena seseorang yang berpengaruh, berkolaborasi dengan pengembang, kami di singkirkan, kami bertahan di sini ketika tempat ini seperti kuburan, kami bertahan dan mengembangkannya, namun hanya karena hal tak jelas, kami di buang. Kami legal, bukan binatang liar”.
Obrolan kami dengan pedagang JS 33 terhambat karena jarum jam sudah bergeser ke angka 12 malam. Setelah pamit, mereka bersedia. Dengan penuh harap, mereka tawarkan makan, seperti bisa menebak perut kami yang tak berisi, kami menolak dengan halus, tak kuasa membebani mereka yang sedang menderita. Di sebuah tempat, kawanku menghutang Mie Rebus dari PKL, jaminannya kepercayaan, ya hanya dengan pedagang kecil kami bisa hutang….termasuk Yusril, dengan sepuluh ribu perak, ia bisa rapikan rambutnya di JS 33, yang tak mungkin ia dapat di Salon Rudy Hadisuwarno.