Mohon tunggu...
Bramyand Manaloe CPS CPM
Bramyand Manaloe CPS CPM Mohon Tunggu... Freelancer - Pembicara, Penulis, Mentor dan Inisiator Gerakan Spiritual Universal Pancasila

Universal-Spiritualist, The LIFE-Learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pasrah Pembawa Berkah (Refleksi Paskah)

27 Maret 2016   17:41 Diperbarui: 27 Maret 2016   18:26 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini pengikut Yesus merayakan Paskah di seluruh dunia. Apakah kegiatan rohani rutin tahunan ini, ritual atau spiritual? Sudahkah berdampak membangun diri dan sekeliling?

Setelah mengalami pengkhianatan oleh ‘musuh dalam selimut’, ditangkap, diadili dan dihukum tanpa didapati kesalahannya lalu disiksa dan dipermalukan dengan pikul salib ‘via dolorosa’ berjalan hingga ke puncak Bukit Tengkorak ‘Golgota’, ditelanjangi dengan buang undi, ditombak lambungnya, diberi kawat duri kepalanya, dipaku kaki dan tangannya di kayu salib, diberi minum air asam saat haus yang tiada tara,

 diolok-olok dengan tulisan INRI di kayu salib persis di atas kepalanya, yang mana semua ketidakadilan itu dijalaninya dengan tenang dan tawakal, akhirnya ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tubuh yang tergantung di kayu palang yang sebenarnya hanya layak bagi orang hukuman itu. Apakah dia orang hukuman? Adakah dia mengeluh? Atau semua ketidakadilan yang terjadi padanya ini justru adalah sebuah demonstrasi kepasrahan bernilai spiritual yang tinggi?

“Eloi, Eloi, lama sabahctani”, adalah ucapan kepasrahan yang terakhir kali kepada Bapanya yang di ‘surga’ menjelang hembusan nafas terakhirnya sekitar pukul 3 sore pada hari persiapan Jumat menjelang hari istirahat Sabat alias Sabtu, menurut kebiasaan Yudaisme. Ucapan terakhirnya ini, apakah sebuah keluhan atau sebuah kepasrahan dalam bingkai tawakal?

Dia ahli kitab, ahli mengajar kitab sejak remaja, ahli khotbah, ahli dalam berbuat kasih dan menuruti hukum Tuhan. Dia ahli dalam membuat keselarasan antara pengetahuan dan praktek hidup sehari-hari, antara iman dan perbuatan, antara teori dan praktek. Lebih dari itu semua dia ahli dalam memberi tanpa pamrih. Pasrah tanpa menuntut. Berserah dengan penuh iman kepada Sang Pemilik Hidup. Itulah sebabnya dia berhak mengklaim dirinya, “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup.” Dia adalah contoh Manusia Hidup yang mewarisi Kehidupan dari Sang Pemilik Hidup. Apakah saya dan saudara adalah Manusia Hidup atau malah sebaliknya?

Tiada keluh baginya, kecuali peluh. Peluh hingga berkeringat darah saat berdoa dalam kepasrahannya di Bukit Getsemani, ditemani ketiga orang murid intinya yang tertidur di saat-saat genting jelang penangkapan hingga penyalibannya. Itu pun apakah dia mengeluh kepada ketiga murid yang dikasihinya itu? Tidak. Tidak sama sekali. Setelah selesai berdoa, dia membangunkan mereka agar bersiap-siap menyaksikan momen terpenting di sepanjang sejarah manusia yang bahkan alam semesta pun menyaksikannya dengan penuh ketegangan.

Dari pelayanannya demi kebenaran, pengabdiannya bagi kemanusiaan, kesetiaannya kepada Tuhan dan kesucian hidupnya yang tanpa cacat cela demi sebuah demonstrasi integritas iman, apakah dia mengeluh atau menuntut sebuah kredit poin baginya? Sebuah kelayakan penghargaan demi pencapaian-pencapaian unggul yang sudah ditampilkan di dalam segenap perjalanan hidupnya. Yah, dia layak mendapatkan hal-hal terbaik sebagai penghargaan sebagaimana yang ada dalam pikiran dan pengetahuan manusia. Namun ternyata itu tidak dia lakukan. Bahkan terpikir pun tidak. Sudahkah umat memahami ini?

Itulah Yesus. Isa Almasih. Isa AS. Sang Manusia Hidup yang di dalam dirinya bercampur keunggulan hidup dan ketidakdilan dunia serta kasih yang bertindak nyata. Bukti dari Spiritual yang praktikal. Bukan ritual yang teoritikal. Contoh kehidupan Spiritual Universal lebih daripada sekedar Spiritual Komunal atau Sektoral. Dia tidak mengkotak-kotakkan manusia tapi manusia telah mengkotak-kotakkan dirinya. Manusia Hidup yang satu ini telah mendedikasikan dirinya bagi semua umat manusia lintas keyakinan dan ritual. 

Memasrahkan dirinya demi semua umat manusia tanpa pamrih untuk dielu-elukan atau dikultuskan. Kepasrahannya telah membawa berkah bagi semua umat manusia, yaitu Janji Keselamatan. Manusia yang selamat adalah Manusia yang Hidup. Dia membuktikannya. Setelah Jumat mati di kayu salib, Minggu, pada hari pertama dalam minggu itu, dia bangkit dari kubur, bangkit dari kematian. Dia membuktikan bahwa manusia mati itu hanya tidur dan pada Minggu subuh dia bangun dari tidur. Kenapa harus takut mati kalau manusia dijanjikan keselamatan dan hidup? Dia telah menjadi bukti Manusia Hidup. Itulah contoh kehidupan nyata yang telah dibagikannya dengan sangat IKHLAS. Apakah manusia mau mengikutinya? Itu adalah pilihan pribadi yang mana dia, bahkan Tuhan pun tidak akan intervensi atau memaksa.

Sang Manusia Hidup itu membawa misi Hidup dan Kehidupan. Prinsipnya adalah pasrah dalam ketawakalan tanpa pamrih. PASRAH TAWAKAL seIKHLAS-ikhlasnya. Hasilnya adalah berkah bagi sesama manusia, semua makhluk dan segenap alam semesta bahkan juga untuk diri sendiri. Inilah kemuliaan hidup dari Sang Teladan Hidup yang memuliakan hanya Tuhan saja dan tidak sedikitpun mengambil kemuliaan Tuhan itu untuk menjadi bagian dirinya. Bagaimana dengan saudara dan saya? Wallahualam.

Selamat Paskah bagi yang merayakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun