Dengan mempertimbangkan nilai rapor tentu saja pemerintah sudah menginput aspek perjuangan selama tiga tahun ke dalam parameter kelulusan. Pemerintah memberikan kewenangan kepada guru-guru untuk turut memutuskan kelulusan siswa-siswanya. Yang perlu dikaji lebih lanjut adalah, sudah cukup efektifkah angka 60% dan 40% ini? Apa pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan angka ini?
Karena terdapat dilema dalam meletakkan angka ini. Di satu sisi, jika persentase Ujian Nasional sebagai standar kelulusan itu terlampau kecil, maka tujuan pengadaan Ujian Nasional sebagai pemerataan kualitas lulusan pendidikan dasar tidak akan tercapai. Namun di sisi lain jika angkanya terlalu besar, maka masyarakat akan berpikir bahwa penambahan aspek nilai rapor dan Ujian Sekolah hanya sebagai formalitas pemerintah agar tidak menyia-nyiakan perjuangan selama tiga tahun menuntut ilmu dan Ujian Nasional akan tetap diadakan sesuai keinginan pemerintah.Â
Di dalam masyarakat Indonesia tidak mungkin diberikan jawaban yang sempurna atas berbagai masalah jika cara menjawab dan jawabannya hanya merupakan salinan yang diberikan manusia berbudaya lain dengan nilai-nilai dasar yang lain pula (Habibie, 1995).Â
Mungkin itulah quote yang pantas untuk mengakhiri tulisan ini. Mungkin banyak negara yang pendidikannya dapat tumbuh dengan baik tanpa mengadakan program sejenis Ujian Nasional, tapi perlu kita sadari bahwa tanah air kita adalah unik.Â
Dengan ribuan kepulauan yang membentang dari sabang sampai merauke, kesenjangan sosial yang sangat besar antara daerah dengan perkotaan, lebih dari seribu suku bangsa, dan hanya satu kualitas lulusan pendidikan dasar yang harus dicapai, program Ujian Nasional adalah program yang paling efektif dalam menyamakan kualitas lulusan di seluruh penjuru negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H