Mohon tunggu...
bramka arga jafino
bramka arga jafino Mohon Tunggu... -

penulis perintis yang berusaha untuk menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama featured

Saatnya Berpikir Positif Terhadap UN

22 April 2012   13:35 Diperbarui: 3 April 2016   10:37 1465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 241 Pulau Tidung, Jakarta, Melaksanakan Ujian Nasional, Senin (5/5/2014). Kompas.com/Fitri Prawitasari"][/caption]

Ujian Nasional atau Ujian Akhir Nasional kerap menjadi momok bagi siswa tingkat akhir di setiap jenjang pendidikan, baik siswa kelas 6 SD, kelas 3 SMP dan sederajatnya maupun 3 SMA dan sederajatnya.  Bagaimana tidak, hasil perjuangan selama bertahun-tahun di setiap jenjang pendidikan, dipertaruhkan hanya dalam 4 hari!? Kasarnya, tak ada salahnya 3 tahun kita bolos sekolah, jika di 4 hari penentuan Ujian Akhir Nasional dapat kita hadapi dengan baik. 

Terlebih lagi, banyaknya 'tiket dufan' yang bermunculan pada hari pelaksanaan. Benarkah pemikiran seperti itu? Namun, jika kita meninjau serta mempertimbangkan lebih lanjut, pelaksanaan Ujian Nasional ini merupakan usaha yang cukup efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. 

Terdapat dua aspek yang mendukung argumen ini, yaitu Ujian Nasional sebagai standarisasi pendidikan nasional dan pertimbangan nilai rapot dalam menentukan kelulusan siswa. Tiga tahun menempuh pendidikan pada jenjang SMP atau SMA, sebenarnya sudah banyak ujian-ujian serta ulangan-ulangan mata pelajaran yang ditempuh oleh setiap siswa. 

Sayangnya, tingkat kesukaran soal-soal pada ujian-ujian tersebut tentu saja berbeda karena soal-soal tersebut berasal dari guru-guru pada setiap sekolah yang membuat soal berdasarkan seleranya masing masing. Ada tipe guru yang dengan sengaja memberikan soal dengan tingkat kesukaran sangat mudah agar murid-muridnya mendapat nilai tinggi, ada tipe guru yang disebut 'killer' oleh para murid karena memberikan soal ulangan setingkat soal OSN, dan ada pula guru rasional yang memberi ulangan dengan tingkat kesukaran moderat. 

Bervariasinya tingkat kesukaran soal yang diberikan, tentu saja memengaruhi bervariasinya kualitas lulusan siswa SMP dan SMA. Padahal, SMP dan SMA merupakan bagian dari pendidikan dasar yang merupakan tanggung jawab langsung dari pemerintah, berbeda dengan perguruan tinggi yang tidak terlalu bergantung kepada pemerintah. 

Oleh karena itu, pemerataan kualitas lulusan pendidikan dasar ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Lalu, layakkah program Ujian Nasional sebagai program pemerataan kualitas pendidikan? Tingkat kesukaran soal Ujian Nasional akan seragam di setiap daerah, karena soal-soal tersebut dibuat secara terpusat di ibukota negara. 

Mungkin negara kita adalah salah satu negara terkorup di dunia berdasarkan beberapa sumber internasional sehingga dalam penyelenggaraan Ujian Nasional pun kerap terjadi korupsi baik pembocoran kunci jawaban soal maupun sontek menyontek saat pengerjaannya. Namun hal ini tidak sepatutnya dijadikan argumen untuk meniadakan program Ujian Nasional. 

Tindakan korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan Ujian Nasional merupakan tindakan yang umum terjadi pada setiap program pemerintah, dan hal ini berada pada tataran hati nurani, bukan pada tataran teknis. Pemerintah sudah membuat teknis distribusi soal Ujian Nasional dan tata tertib dalam mengerjakan Ujian Nasional dan hal ini sudah cukup baik dalam rangka penyelenggaraan Ujian Nasional. 

Jika kita masih mempermasalahkan kecurangan ini, sebenarnya kecurangan ini tidak beda jauh dengan apa yang terjadi pada sektor lain. Tengoklah polisi yang kerap disogok oleh pengendara kendaraan bermotor, kendaraan pribadi memasuki jalur bus transjakarta, dan sebagainya. Bukankah regulasi sudah diciptakan pemerintah dalam bentuk yang sebaik-baiknya? Namun yang menjadi permasalahan adalah hati manusia rakyat Indonesia yang cenderung mencari jalan pintas. 

Oleh karena itu, tidak sepatutnya kita tidak mempermasalahkan pengadaan Ujian Nasional lagi karena regulasi teknis sebenarnya sudah diatur dengan baik. Lalu adilkah perjuangan selama 3 tahun hanya ditentukan oleh 4 hari? Tentu saja tidak adil! Tetapi sejak tahun 2011, pemerintah menetapkan bahwa syarat kelulusan tidak hanya ditentukan oleh Ujian Nasional, tetapi juga dengan Ujian Sekolah (yang dibuat oleh masing-masing sekolah) dan nilai rapor dengan porsi penilaian 60% untuk Ujian Nasional dan 40% untuk Ujian Sekolah dan nilai rapor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun