Mohon tunggu...
Bramantyo Dwi Hardianto
Bramantyo Dwi Hardianto Mohon Tunggu... Lainnya - S1 Ilmu Komunikasi

Saya senang menonton film/series dan pergi ke tempat tertentu

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berbasah-basahan Ria di Curug Cibulao, Jawa Barat

29 November 2024   15:30 Diperbarui: 29 November 2024   18:58 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang curug Cibulao (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Curug Cibulao memiliki jumlah pengunjung yang cukup sepi. Berada di tengah-tengah pepohonan yang asri membawa kesan dingin namun juga sejuk selama berada di sana.

Aku pergi bersama ipar, teman ipar, dan keponakan pada Kamis (29 November). Air terjun yang terletak di kawasan Megamendung, Bogor kami kunjungi dengan mobil.

Durasinya cukup singkat dari Jakarta Selatan, yakni 1,5 sampai 2 jam perjalanan. Harga tiketnya memakan biaya sekitar Rp10.000-an.

Loket tiket juga menyewakan pelampung badan jika kamu ingin memasuki zona dengan kedalaman air yang lebih tinggi. Namun karena kurang bisa berenang, penulis dan keponakan menepi di bagian yang dangkal saja. Sementara ipar dan temannya pergi ke sana.

Ini merupakan kali pertama penulis pergi ke curug, sehingga penulis masih kesulitan melewati treknya. Berbeda dengan ipar, teman ipar, dan keponakan, mereka seperti sudah biasa ke wisata alam tersebut.

Pada pukul 15.00 kurang, di sela berbasah-basahan, kami menyempatkan diri makan mi siap saji di warung dalam area itu. Dari curug ke warung butuh naik jalan setapak yang berbeda dari jalur tempat penulis masuk.

Penulis memesan mi goreng di warung yang menyediakan fasilitas hotspot. Rasanya enak walau dimasak tanpa telur seperti yang mbak biasa lakukan di rumah.

Setelah makan, kami kembali ke curug untuk menuntaskan bermain di waktu yang tinggal sebentar. Saat itu, penulis mencoba memasukkan kepala ke area dengan air terjun kecil yang deras. Lucunya, dari percobaan tersebut penulis kemudian sedikit terbawa arus.

Kemudian, kami pulang dengan membawa tas selempang berisi pakaian ganti dan sandal menuju pintu masuk atau keluar. Setiba di pintu masuk atau keluar, penulis mengganti pakaian basah dengan pakaian salin di kamar mandi.

Saat pulang, kami tidak langsung kembali ke rumah. Karena perut lapar, kami memutuskan singgah selama 1 sampai 2 jam di restoran Sunda yang tidak jauh dari curug Cibulao.

Kami makan besar di sana. Sebab, restoran ini menyediakan nasi dalam bakul dengan porsi melebihi jumlah orang yang makan. Di sini juga ada fasilitas untuk mengulek sambal racikan sendiri.

Penulis memesan ayam goreng dada dan sate otak-otak. Sedangkan yang lain ada yang memesan lauk berupa tempe.

Yang menggugah selera dari restoran Sunda dekat curug adalah pemberian kremes berlimpah di semua masakan yang mereka sajikan. Akan tetapi, penulis kurang suka kamar mandinya.

Kamar mandi di restoran tidak memiliki gantungan celana. Lantainya juga licin sehingga terkesan kotor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun