Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jadikan Vaksinasi Covid-19 Sebagai Hukuman

29 Juni 2021   14:57 Diperbarui: 29 Juni 2021   15:04 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (src: kompas.com)

Jumlah masyarakat yang terinfeksi virus COVID -19 saat ini makin melonjak saja. Penyebabnya ada yang mengatakan karena mobilitas masyarakat yang tinggi saat lebaran satu bulan lalu, dan ada juga yang mengatakan bukan karena lebaran, tapi karena varian delta yang sudah masuk ke Indonesia.

Di informasikan bahwa varian delta ini adalah hasil mutasi covid-19 dimana tingkat kemampuan penyebarannya lebih tinggi daripada varian sebelumnya.

Pemerintah saat ini sedang menggiatkan program vaksinasi massal. Namun, kenapa jumlah penderita covid semakin banyak, bukannya menurun? Karena itulah sebagian masyarakat berpandangan bahwa adanya program vaksinasi ternyata tidak ada dampak berarti, atau tidak efektif menurunkan penyebaran covid-19.

Pandangan masyarakat yang menyatakan bahwa vaksin tidak efektif semakin menyeruak dikarenakan ada beberapa orang atau tokoh yang sudah divaksin tapi diberitakan masih bisa kena covid, dan mesti isolasi mandiri. Terus untuk apa vaksin? toh masih bisa kena juga, dan masih bisa menularkan juga ke orang lain dimana diharuskan isolasi mandiri.

Barangkali harapan masyarakat terhadap hadirnya vaksin adalah kalau sudah di vaksin, maka tidak bisa kena covid lagi, dan tentu saja tidak bisa menularkannya ke orang lain lagi. Dengan begitu, penyebaran covid bisa menurun. Namun karena mendengar kejadian orang yang sudah divaksin tapi masih bisa kena covid dan juga mesti melakukan isolasi mandiri juga, maka menggugurkan harapan masyarakat tersebut.

Diinformasikan bahwa khasiat vaksin yang ada saat ini untuk meringankan gejala bagi yang terkena covid. Jadi, bagi mereka yang yang sudah vaksin dan kena covid, tidak lagi merasakan gejala berat seperti yang dirasakan oleh orang yang belum di vaksin. Karena antibodi mereka sudah di upgrade, sehingga lebih mudah untuk melawan virus covid yang masuk. Tanpa perlu lagi ke rumah sakit, cukup istirahat di rumah.

 Jadi konsep vaksin untuk covid-19 adalah bukan untuk mencegah penyebaran covid, tapi untuk meringankan gejala covid jika suatu saat terkena covid.   

Untuk fungsi pencegahan masih dipegang oleh disiplin protokol kesehatan (prokes) yang telah kita kenal dan lakukan selama ini, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan.

Walaupun seseorang sudah vaksin, namun jika tidak disiplin prokes, maka covid tetap berpeluang besar untuk menular dan menyebar. Jadi, disiplin prokes masih menjadi kunci untuk meminimalkan penyebaran covid.

Di infokan jumlah masyarakat yang sudah menerima vaksin hingga dosis kedua saat ini baru sekitar 13 jutaan (koreksi  jika salah). Jika dipersentasekan, yang menerima vaksin lengkap baru sekitar 6% dari jumlah penduduk Indonesia (230 juta an). Sedangkan pemerintah menargetkan 70% masyarakat indonesia harus di vaksin demi mencapai apa yang dinamakan herd immunity. Ternyata perjalanan untuk mencapai herd immunity itu masih jauh.

Namun, program vaksinasi yang digiatkan pemerintah ternyata tidak mudah, banyak rintangannya, tidak berjalah mulus, masih banyak masyarakat menolak atau menunggu (wait and see). 

Ada dua faktor utama yang membuat masyarakat masih enggan untuk divaksin yaitu hadirnya isu-isu negatif tentang vaksin yang menyebar di grup-grup WA (whatsapp) atau media sosial, kemudian karena  takut adanya comorbid pada diri mereka.

Untuk menggejot program vaksinasi, agar cepat mencapai tingkat herd immunity, ditengah masih banyaknya masyarakat menolak untuk vaksin, pemerintah akan memberlakukan aturan 'pemaksaan' bagi  yang  tidak mau vaksin. Dimana dalam aturannya, bagi yang tidak mau vaksin akan dikenakan hukuman seperti denda, sanksi administrasi, dan tertundanya bantuan bansos.

Untuk mereka yang mempercayai isu negatif tentang vaksin yang mereka terima di grup-grup WA atau media sosial, sepertinya bagi mereka menolak vaksin adalah harga mati. Tentu saja mereka juga akan menolak dan melawan aturan pemerintah tersebut.  

Sedangkan untuk mereka yang takut adanya comorbid, mereka masih menunggu. Sebagaimana sepengetahuan saya, masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak memeriksa kesehatan mereka, banyak dari mereka tidak begitu tahu apakah ada penyakit yang bersemayam pada diri mereka. Seperti ada ketakutan jika mereka harus periksakan diri (medical check up),  takut ketahuan kalau ternyata di dalam diri mereka ada penyakit, bisa-bisa mereka stress, juga tidak ada duit untuk melakukan medical check up secara menyeluruh. Yang seperti  ini pun mungkin mereka akan menolak aturan pemerintah tersebut. Hidup mereka makin tertekan, maju mundur kena. 

Sebagaimana diinfokan ada beberapa penyakit bawaan yang saat ini penderitanya tidak diizinkan untuk divaksin, seperti  penyakit jantung, penyakit darah tinggi, dan diabetes. Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang banyak diderita masyarakat. Tentu saja bagi mereka yang sudah tahu ada penyakit tersebut dalam badan mereka, masih ada alasan untuk menunda vaksin. Tetapi  bagi mereka yang tidak tahu apakah ada penyakit tersebut dalam badan mereka? sedangkan mereka mungkin ada keturunan yang menderita penyakit tersebut, mereka mungkin juga masih takut untuk di vaksin, mereka masih dalam status menunggu. Mereka bukan tidak mau divaksin, tapi ingin memastikan atau menunggu vaksin tersebut aman walaupun ternyata dalam diri mereka  ada comorbid. 

Hadirnya aturan 'pemaksaan' yang akan diterapkan oleh pemerintah, barangkali akan membelah masyarakat, ada yang mendukung, dan ada yang menolak. 

Bagi yang menolak, ada istilah lebih memilih 'mati' atas pilihan mereka sendiri, daripada 'mati' karena dipaksa.

Jika dilihat kembali, bahwa fungsi vaksin untuk kasus covid-19 ini adalah untuk meminimalkan gejala berat bagi orang yang terkena covid, bukan untuk mencegah penularan covid. Bagi yang sudah divaksin dampak postif nya dirasakan oleh diri mereka sendiri. Sedangkan kalau tidak menjaga prokes, dampaknya selain ke diri sendiri juga kepada orang lain

Berhubung orang yang sudah divaksin masih bisa menularkan virus covid, sedangkan aturan 'pemaksaan' tersebut harusnya difokuskan pada upaya mencegah penyebaran. Jadi rasanya tidak cocok aturan tersebut diterapkan pada orang yang tidak mau divaksin. Beda ceritanya kalau vaksin ini terbukti tidak menyebarkan virus covid -19 lagi, barulah aturan tersebut tepat dilakukan.

Terus bagaimana sebaiknya?

Fokus kita adalah untuk pencegahan penyebaran covid- 19, jadi aturan semacam itu memang perlu hadir, namun perlu dievaluasi atau diubah saja terkait objek dan hukumannya. Dimana jadikan prilaku pencegahan sebagai objeknya, yaitu bagi siapa saja yang melanggar disiplin prokes, dan hukumannya adalah vaksinasi.

Ya, jadikan VAKSINASI sebagai HUKUMAN.

Dengan begitu, pemerintah tetap berusaha menjaga  bahwa vaksinasi bukan sebagai paksaan, namun vaksinasi dilakukan atas kesadaran diri. Mereka 'dipaksa' untuk vaksin hanya sebagai bentuk hukuman karena mereka telah melanggar aturan prokes (atas kesadaran mereka sendiri).

Namun yang diharapkan adalah masyarakat secara sukarela untuk menerima vaksinasi karena kesadaran diri sendiri . Kalaupun masih belum mau divaksin, silakan saja, itu hak masing-masing terhadap diri sendiri, namun wajib taati prokes. Tapi kalau tidak taat prokes, berarti Anda bisa mencelakakan orang lain, dan terpaksa Anda harus divaksin.

Bagaimana penerapan vaksinasi sebagai hukuman?

Jadi, mereka yang terjaring melanggar disiplin prokes, maka petugas wajib menahan KTP mereka, ya seperti saat kita melanggar aturan lalu lintas (menahan SIM). Dan mereka diberi semacam surat pengantar/rekomendasi (semacam surat tilang kalau di lalu lintas) atau surat pengganti KTP sementara. Nanti  KTP mereka baru bisa diambil, jika mereka sudah menunjukkan surat vaksinasi yang membuktikan mereka sudah divaksin.

Dengan penerapan seperti ini, diharapkan fungsi pencegahan penyebaran bisa semakin berdampak.    

Penerapan aturan seperti ini mungkin bisa dilakukan sampai tercapai tingkat herd immunity, yakni 70% masyarakat sudah divaksin.

 

Sekian, ini hanya usulan saja. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun