Â
Â
Â
Komplek perumahan perusahaan asing tersebut tidak hanya diisi oleh perumahan pegawai saja, namun perkantoran perusahaan juga berada di dalam komplek tersebut. Pegawai bekerja ke kantor bisa jalan kaki, naik sepeda, atau naik jemputan. Penghuni komplek perumahan tersebut adalah pegawai dan keluarganya, serta mitra kerja perusahaan.Â
Lingkungannya bak hutan di dalam kota, atau kota di tengah hutan. Karena memang komplek perumahan tersebut dirancang berwawasan lingkungan, dimana ada taman dan hutan tetap dijaga (hutan lindung). Tidak heran sering juga monyet, tapir, burung langka  hinggap di halaman rumah, bahkan gajah pun kadang berlalu lalang di dalam komplek tersebut.Â
Â
Di dalam komplek perumahan disediakan sarana prasarana untuk menunjang aktivitas warganya, seperti rumah ibadah, rumah sakit, sarana pendidikan untuk anak pegawai (TK, SD, SMP, SMA), jalan yang mulus, Â transportasi publik berupa bus yang keliling komplek dan perkantoran secara berjadwal, sarana olahraga, pusat perbelanjaan untuk pegawai dan keluarga, pedestrian yang nyaman dan asri, pengelolaan sampah yang baik, Â listrik yang hampir tak pernah padam karena memang pembangkitnya punya perusahaan sendiri ,tidak bergantung listrik PLN.
Â
Dari paparan pemerintah mengenai konsep ibukota baru, sebenarnya tidak jauh beda dengan konsep yang diterapkan pada perumahan perusahaan asing asal Amerika yang beroperasi di Indonesia. Mungkin hanya skala dan fungsinya yang berbeda. Pemerintah barangkali bisa studi banding untuk mengenal konsep forest city yang diterapkan di perumahan tersebut, tak perlu jauh ke negara lain.Â
Nah, model komplek perumahan tersebut barangkali bisa jadi gambaran bagi masyarakat mengenai konsep ibukota baru yang bertema forest city atau green city yang nanti akan dikembangkan oleh pemerintah di Ibukota baru. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H