[caption caption="Ilustrasi (genband.com)"][/caption]
Baru baru ini Menteri Komunikasi dan Informatika menuturkan akan memblokir OTT. Mereka harus menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) dimana nantinya harus memiliki kantor di Indonesia. Tujuannya agar pelayanan dan perlindungan yang diberikan oleh para OTT itu dapat lebih maksimal. Selain itu, pemerintah dapat memungut pajak dari mereka karena selama ini mereka tidak tersentuh oleh perpajakan di Indonesia walaupun akes bisnis mereka telah sampai ke Indonesia. Pada prinsipnya pemerintah ingin melindungi rakyatnya, menyamankan rakyatnya, mensejahterakan rakyatnya. Â
OTT vs Operator
Tidak hanya pemerintah, operator internet pun banyak yang "resah" dengan OTT ini, terutama yang bermarkas di luar negeri. OTT alias Over The Top adalah istiliah bagi aplikasi yang menumpang di atas jaringan internet operator. Contoh-contoh OTT adalah google, facebook, twitter, youtube, kompasiana.com, detik.com, tokopedia, bukalapak.com, dan platform-platform online lainnya. Mereka tidak mengeluarkan biaya untuk menyewa jaringan operator dalam mendistribusikan situs mereka ke para pelanggan akhir (end user), mereka hanya numpang. Paling banter mereka menyewa hub utama atau data center yang akan mendistribusikan situs mereka ke berbagai operator seluruh dunia. Sedangkan operator seluruh dunia menyewa hub utama tersebut untuk mendapatkan akses.Â
OTT mendapat keuntungan dari numpang pada operator internet di berbagai negara. Yang mengeluarkan biaya untuk menyewa jaringan operator adalah masyarakat sebagai pelanggan internet, dengan hitungan biaya sekian Rp / KB. Semakin banyak pelanggan mendownload data dari OTT maka semakin banyak KB yang dikonsumsi pelanggan, itu berarti semain banyak pula recehan duit yang mengalir ke operator. OTT pun demkian, semakin banyak yang mengakses situs atau aplikasi mereka, semakin banyak pula pundi duit yang mengalir pada mereka dari langganan atau jual trafik untuk iklan. Di sisi lain, bagi operator, layanan yang diakses dari OTT tersebut dapat membebani jaringan mereka karena trafik yang semakin tinggi, membuat kinerja jaringan mereka menurun atau terganggu. Begitu pun dengan OTT, Â tentunya akan mengeluarkan biaya untuk mengelola data center. Hanya saja yang kadang membuat operator semakin iri pada OTT padahal sama-sama menanggung biaya dan beban saat trafik tinggi adalah pundi-pundi duit yang diperoleh. Hal ini karena akses OTT bisa sampai seluruh dunia, sedangkan jaringan operator internet hanya lokalan.
Operator dan MasyarakatÂ
Operator internet bersaing merebut pelanggan, mereka bertarung dari sisi tarif hingga pelayanan. Jika tarif internet dimurahkan, maka masyrakat akan memakai jasa operator tersebut untuk mengakses OTT, maka trafik semakin tinggi, dampaknya adalah kinerja jaringan operator akan mudah terganggu, efeknya adalah layanan mereka otomatis akan terkena imbasnya, dan biaya yang dikeluarkan operator untuk memelihara perangkat jaringannya semakin besar. Operator tentu tak mau rugi. Jika tarif internet dimahalkan, maka pelanggan mereka akan semakin berkurang, sehingga akses informasi kepada masyarakat pun akan menurun, padahal sekarang adalah era informasi, kemajuan suatu bangsa saat ini salah satunya ditentukan oleh informasi. Tentu saja pemerintah ingin agar masyarakatnya dapat mengakses informasi secara mudah dan murah.
Kiprah OTT Luar Negeri di Indonesia
Beberapa OTT luar negeri sebenarnya telah membuka kantor di Indonesia, hanya sebagai cabang marketing untuk pasar Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Yahoo!, Google dan Twitter. Facebook pun rencananya akan membuka kantor di Indonesia. Mereka bertugas untuk menjual iklan pada perusahaan maupun UMKM di Indonesia. Mendapatkan pundi-pundi duit dari pasar iklan Indonesia.  Bagi pemerintah, adanya kantor mereka di Indonesia memudahkan dalam berkoordinasi untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat Indonesia walaupun belum maksimal karena data center mereka tetap berada di luar negeri.
Bagi para operator internet, hadirnya cabang markertng OTT luar negeri di Indonesia tidak begitu berdampak, karena trafik tetap akan mengalir ke luar negeri, dan itu adalah sumber biaya bagi para operator di Indonesia. Jika data center OTT itu berada di dalam negeri, maka operator internet akan diuntungkan dengan semakin turunnya trafik internet ke luar negeri, dan tentu saja OTT itu akan menyewa hub utama milik operator Indonesia untuk dapat mendistribusikan situsnya ke operator seluruh dunia yang berujung ke end user seluruh dunia, dan itu sumber pendapatan bagi operator penyedia hub di Indonesia.
Jika mindset beriklan masyrakat Indonesia sudah bergeser dari model konvensional ke digital, tentu saja para OTT luar negeri itu akan dengan senang hati membuka kantornya di Indonesia, namun hanya kantor marketing. Bagaimana dengan data center? untuk yang satu ini, masih sangat berat bagi mereka untuk membangun data center di Indonesia. Banyak faktor seperti regulasi, faktor sosial, faktor infrastruktur, faktor SDM, faktor keamanan. BUT yang bagaimana yang diinginkan pemerintah? membuka kantor marketing saja, atau juga ikut membuka data center?
Jika pemerintah bersikeras untuk memblokir situs-situs ternama itu dari Indonesia, tentu saja akan berdampak besar. Banyak masyrakat Indonesia yang menggunakan layanan email dari Yahoo! dan Google, banyak masyarakat indonesia yang memanfaatkan youtube, google play store, blogger, dst untuk berbisnis atau berkomunikasi pada masyarakat seluruh dunia. Bagaimana nasib netizen tersebut?
Ketergantungan Masyarakat pada OTT
Di Indonesia saat ini sudah banyak lahir para pengembang aplikasi atau software yang berbasis platform dimana sebenarnya bisa menggantikan beberapa aplikasi karya OTT luar negeri tersebut. Namun ada yang belum bisa menggantikan layanan dari OTT luar negeri seperti layanan milik google yang diakui sebagai layanan aplikasi platform terbaik saat ini. Untuk aplikasi komunikasi atau chatting, atau sharing berita lokal dapat menggunakan aplikasi karya lokal tidaklah menjadi masalah, namun yang menjadi masalah adalah bagi para content developer atau product developer serta para pengkonsumsi informasi dunia.
Para content maupun product developer banyak memasarkan karya mereka pada platform pasar digital. Belum ada platform pasar digital lokal yang begitu banyak dikunjungi "wisatawan asing" untuk berbelanja atau mensharing informasi seperti platform global seperti google play store, amazon,apple store, twitter, youtube, dst. Banyak produk lokal indonesia apakah berbentuk fisik maupun digital disukai pasar luar negeri, sayangnya tidak begitu disukai masyarakat lokal, satu-satu nya platform yang mereka pakai untuk mejangkau pasar luar negeri adalah pasar digital milik OTT luar negeri yang sudah merambah global. Jika OTT itu diblokir, kemana lagi mereka menjual produknya? Begitupun dengan masyrakat yang ingin mengakses informasi dunia secara cepat saat ini bisa dihadirkan oleh twitter, jika twitter diblokir kemanakah mereka bisa mendapatkan informasi dunia atau isu-isu dunia secara cepat? Bangsa tertutup akan menghantui Indonesia.Â
Jika platform OTTÂ tertentu tidak diblokir sedangkan yang lain diblokir dengan alasan kebutuhan masyarakat, padahal sama-sama tidak mau membuka data center di Indonesia, menunjukkan pemerintah yang tidak konsisten. Jika semua OTT tidak mau membangun data center di Indonesia diblokir, maka pemerintah membatasi akses masyarakatnya terhadap pasar dan informasi dunia. Dilema pemerintah. Masyarakat butuh hadirnya OTT asing tersebut, sedangkan pemerintah merasa berkepentingan untuk melindungi masyarakatnya serta operator nasional dari hadirnya OTT asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H