Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inovasi dan Perbaikan Diri Dibalik Target Tinggi Presiden Jokowi

8 Desember 2015   16:24 Diperbarui: 8 Desember 2015   16:28 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi"][/caption]Pak Presiden Jokowi tidak beberapa lama setelah menjabat, langsung merencanakan beberapa proyek pembangunan infrastruktur dengan target waktu penyelesaian tertentu, mulai dari waduk, bendungan, pembangkit listrik, jalan tol. jalur kereta api, pelabuhan, swasembada pangan, dan juga menetapkan target pendapatan negara dari pajak. Banyak proyek tersebut diharapkan selesai sebelum tahun 2019 atau sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir. Banyak orang beranggapan target-target itu tidak masuk akal, malahan ada yang bilang saraf, gila. Pak Jokowi juga gak marah kok dibilang gila atau syaraf, asal tidak menyinggung atau merendahkan kewibawaan lembaga negara.

Sampai saat ini, proyek-proyek infrastruktur itu sedang berjalan, apakah nanti berhasil mencapai target atau tidak? kita tak tahu, harapan kita adalah target tercapai. Saat ini, hanya target pajak yang bisa dilihat pencapaiannya, karena jangkanya hanya satu tahun. Pemerintah Jokowi sebenarnya menginginkan target penerimaan pajak lebih tinggi dari target pajak tahun sebelumnya sebesar Rp. 600 Triliun, namun setelah bernegosiasi dengan parlemen ternyata hanya diberi kenaikan target pajak sebesar Rp. 222,3 Triliun. Ini berarti target pajak tahun 2015 adalah Rp. 1.294,3 Triliun, naik 20,7% dari target tahun sebelumnya. Seiring berjalannya waktu, ternyata hingga saat ini target pajak itu belum tercapai. Dirjen Pajak yang baru beberapa bulan menjabat pun mundur, karena tidak mampu mencapai target yang dibebankan.  Kementerian keuangan memprediksi bahwa penerimaan pajak hingga akhir tahun hanya bisa tercapai sekitar 85% saja dari total target yaitu sebesar Rp. 1.099 Triliun. Akan ada kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp. 195 Triliun.

Jika penerimaan pajak berhasil mendapatkan Rp. 1.099 Triliun, ini berarti kinerja direktorat pajak cukup lumayan dari tahun sebelumya, karena berhasil mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp. 117.1 Triliun lebih tinggi dari penerimaan pajak 2014 yang hanya sebesar Rp. 981,9 Triliun. Namun jika dilihat dari kinerja dari pencapaian target penerimaan tahun ini dibandingkan tahun 2014, maka untuk tahun ini cukup mengecewakan, karena diperkirakan hanya mampu mencapai 85% saja dari target, sedangkan tahun 2014 berhasil mencapai 91.5% dari target pajak, terlepas dari faktor ekstenal yang mempengaruhinya.

Apa alasan pemerintah menetapkan target pajak begitu tingginya, bahkan berkeinginan menambah penerimaan sebesar Rp. 600 Trilun untuk tahun ini dari target pajak tahun sebelumnya? Andai nilai tersebut disepakati oleh parlemen, barangkali persentase penerimaan pajak untuk tahun ini hanya 66%. Pencapaian ini barangkali adalah kinerja persentase penyerapan pajak terburuk di negara ini. Alasan pemerintah tentu saja untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia yang dikebut pengerjaannya, dan dilakukan sekaligus seluruhnya, sehingga butuh duit banyak. Andai saja dulu berangsur-angsur dibuatnya, tahap demi tahap barangkali duit yang dibutuhkan tidak sebesar sekarang. Tapi ya sudah lah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Namun ada pelajaran manajemen yang tersirat dari pencapaian target tinggi oleh Presiden Jokowi. Pelajaran itu adalah mengenai perbaikan secara terus menerus untuk menjadi lebih baik, dan pelajaran untuk berinovasi.

Perbaikan secara terus menerus

Untuk terus memperbaiki diri, sebaiknya kita mematok diri dengan nilai lebih baik dari hari kemaren. Kalau sekarang kita hanya mendapat nilai 6, maka esok kita harus memasang target mendapat nilai 10. Barangkali saat diberitahu target demikian ada yang ngomel karena target tersebut dirasa tidak masuk akal (ah itu barangkali cuman perasaan saja). Ya, setelah melihat hasilnya pada esok hari maka ada dua kemungkinan yaitu hasil tersebut tercapai dan tidak tercapai. Jika tercapai maka naikkan lagi nilai tersebut pada esok harinya, namun jika tidak tercapai berarti terjadi masalah.

Nilai ekspektasi - nilai hasil adalah masalah. Ketika masalah itu terjadi, maka tugas kita untuk mencari dimana sumber masalahnya, dan perbaiki lah sumber masalah tersebut. Setelah diperbaiki dan dicoba lagi, ternyata tidak tercapai lagi, maka cari lagi sumber masalahnya, dan perbaiki, begitu terus sampai target tersebut tercapai.

Kehidupan ini berisi komponen-komponen atau elemen-elemen yang menyusun sistem dengan jumlah yang begitu banyaknya, bahkan elemen tersebut hingga berukuran seperti debu, tidak terlihat namun dapat dirasakan. Pada dunia penerbangan atau dunia berteknologi tinggi, setitik debu tak boleh menyentuh perangat sistem karena bisa memepengaruhi kinerja sistem tersebut.

Selain itu, barangkali di satu waktu ketika kita perbaiki suatu sumber masalah hanya berkutat pada satu elemen saja, belum menyentuh elemen lainnya, padahal bisa saja elemen lain itu juga ikut mempengaruhi masalah itu terjadi. Jadi wajar jika terjadi lagi masalah karena perbaikannya tidak memandang whole system, sistem secara keseluruhan.      

Jadi, kalau ingin maju maka kita harus berani pasang target tinggi, kemudian mem push diri untuk mencapai target itu. Jika tidak tercapai maka jangan putus asa, cari sumber masalahnya, perbaiki, dan belajar. Begitu terus siklusnya. 

Inovasi

Hari ini, Presiden Jokowi meminta kepada seluruh menterinya untuk bekerja berorientasi hasil, bukan prosedur. Padahal hasil dan prosedur itu saling terkait. Untuk mendapatkan hasil yang tepat maka perlu dilakukan prosedur yang baik dan tepat juga. Bisa saja mendapatkan hasil yang tepat tanpa melalui prosedur yang baik, seperti saat menjawab soal ujian dengan cara hitung kancing, namun itu tidak baik, dimana kalau diulang lagi dengan nilai berbeda walaupun tipe soalnya sama maka kemungkinan besar tidak mendapatkan hasil yang tepat.

Prosedur atau proses itu adalah standar kerja untuk mendapatkan hasil tertentu. Jika ingin hasil yang berbeda maka bisa saja memerlukan cara yang berbeda untuk mencapainya. Karena satu metode kerja memiliki keterbatasan rentang kinerja yang dihasilkan, itulah kenapa para ilmuwan dunia terus mengembangkan benyak metode kerja agar rentang kinerja yang diinginkan bisa semakin lebar sesuai kebutuhan hari ini dan masa datang.

Misalkan kita ingin mencapai daerah tertentu dengan waktu sekian jam saja, padahal saat ini untuk mencapai daerah itu perlu waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan, maka para ilmuwan menciptakan suatu metode yang dimodelkan dengan sepeda motor, mobil, pesawat terbang, bahkan dimasa datang bisa saja akan ada teknologi yang bisa memindahkan fisik secara sekejap. Itu adalah inovasi.

Begitupun Presiden Jokowi, menginginkan para menterinya berpikir out of the box, berinovasi.

"Sejak Januari harus berlari cepat, saya tidak ingin kita semua terjebak pada rutinitas, bussiness as usual, monoton, kita harus bawa tradisi baru, pola baru, cara baru," kata Jokowi, saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015).   -kompas.com-

Walaupun presiden mengemukakan orientasi hasil lebih diutamakan daripada prosedur, namun hal yang sebenar ditekankan dan harus ditangkap oleh para menterinya adalah adalah proses yang baru (berinovasi, berpikir out of the box), dimana titik awal untuk menemukan proses baru itu adalah kebutuhan suatu hasil tadi. Tanpa menentukan hasil apa yang diharapkan, maka tidak akan bisa menentukan proses apa yang tepat untuk dilakukan agar hasil tersebut tercapai. Untuk menemukan proses baru itu ada banyak cara, namun satu hal yang tidak boleh ketika inovasi itu ditemukan dan akan diimplementasikan yaitu melanggar aturan di negara ini.  

          

Salam revolusi mental, Salam inovasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun