Â
Pak Rizal Ramli, Menteri Koordinator Kemaritiman, berkomentar terkait proyek kelistrikan 35.000 MW pemerintah. Komentarnya seakan-akan memperlihatkan kepesimisannya dalam menyelesaikan proyek yang dinilai oleh sebagian orang sebagai proyek yang ambisius. Komentar Pak Rizal itu mendatangkan kagaduhan di kalangan publik bahkan di internal pemerintahan pemerintah sendiri. Seorang sahabat pun sampai-sampai membuat sebuah paper untuk membela sahabatnya, Pak Rizal.
Pak Rizal Ramli menyarankan membaca "paper" dari sahabatnya Pak Adhie Masardi. Paper tersebut memperlihatkan Pak Adhie menyinggung Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait pada kritik yang disampaikan oleh Pak Rizal tentang proyek listrik 35.000 MW. Inti yang ditangkap dari tulisan Pak Adhie itu adalah mengenai sikap yang disarankan kepada Pak JK agar menjadi seorang negarawan, lepas dari konfik kepentingan, serta mau mendengar bahkan melaksanakan "gagasan yang benar" dari seseorang, bukan malah dipersoalkan.
Â
Kalau saja Pak JK (Jusuf Kalla) hadir sbg negarawan, yg tindak-tanduknya hanya demi kemaslahatan rakyat, negara & bangsa, & tdk memiliki konflik kepentingan, tak akan muncul kegaduhan politik di level kabinet spt sekarang.
Pak JK seharusnya memelopori perubahan mental masyarakat yg apabila mendengar "gagasan yg benar", bukannya segera dilaksanakan, tapi mempersoalkan "siapa & bagaimana cara menyampaikannya". Padahal gagasan kebenaran tetaplah gagasan kebenaran, meskipun disampaikan Menko Kemaritiman dgn cara yg dianggap tdk lazim. -dikutip dari detik.com-
Â
Pak Adhie bahkan mencontohkan beberapa peristiwa sejarah yang menggambarkan bagaimana seorang pemimpin mau mendengarkan gagasan bawahannya yang mungkin jika dilihat secara tampilan orang yang memberi gagasan tersebut "tidak mentereng", namun gagasan yang diusulkan itu dapat menyelamatkan kondisi negaranya kala itu. Pak Adhie mencontohkan gagasan seorang Albert Einstein yang ubanan berambut awut-awutan untuk membuat bom atom dimana kemudian diterima dan dilaksanakan oleh Presiden Rosevelt untuk mengakhiri PD II. Pak Adhie juga mencontohkan bagaimana Pemerintah Jepang yang feodal kala itu mau mendengarkan dan melaksanakan gagasan yang disampaikan oleh seorang pengrajin kayu nan miskin untuk mengembangkan industri otomotif agar negara tersebut menjadi negara maju. Selain itu, Pak Adhie juga mencontohkan bagaimana Thomas Alfa Edison yang kabarnya tuli itu mampu menciptakan lampu pijar. Kabarnya untuk menciptakan satu lampu pijak, Thomas Alfa Edison beegitu optimis, dimana mau melakukan percobaan hingga 1000 kali.Â
Â
Presiden AS Franklin D Roosevelt tdk akan bisa mengakhiri PD II kalau tdk merespon gagasan Albert Einstein, ilmuwan urakan rambut awut-2an, yg disampaikan hanya lewat surat. Tp sejarah mencatat, surat itu gagasan bikin bom atom yg kemudian dijatuhkan di Hiroshima & Nagasaki, sbg penutup PD II.
Â
Bangsa Jepang yg feodalistik tdk akan semaju skr kalau tdk merespon gagasan Sakichi Toyoda, anak tukang kayu miskin, pendiri industri otomotif merk Toyota, pendorong Negeri Matahari Terbit menuju negara industri terkemuka di muka bumi. -Dikutip dari detik.com-Â
Melihat contoh-contoh yang diberikan oleh Pak Adhie, ada sudut pandang yang kok rasanya bertolak belakang dengan komentar Pak Rizal Ramli. Seakan-akan Pak Adhie malah menyindir Pak Rizal. Kalau disimak, komentar Pak Rizal Ramli memperlihatkan rasa pesimisme terhadap suatu proyek yang dinilai sebagian orang sebagai proyek yang ambisius. Namun contoh-contoh yang diberikan oleh Pak Adhie malah memperlihatkan bagaimana para pemimpin mau mendengar dan melaksanakan proyek-proyek ambisius yang digagas oleh rakyatnya bukan malah menolaknya. Kalau yang terjadi saat ini di negara kita, pemimpin yang punya proyek "ambisius", malah bawahannya yang seperti tidak percaya diri.
Sejarah pun tercatat di negara kita. Presiden Soekarno pernah menggagas proyek yang mungkin kala itu dinilai sebagai proyek ambisius oleh sebagian orang, terutama lawan politiknya karena saat itu kondisi negara kita belum stabil dan ekonomi negara belum stabil, kemiskinan masih melanda. Namun Bung Karno bersikeras untuk membangun proyeknya itu. Mega proyek yang digagas Bung Karno adalah Istora Senayan, Masjid Istiqlal, Monumen Nasional (monas). Namun toh dengan strategi dan kerja keras akhirnya proyek-proyek yang katanya tidak mungkin diselesaikan itu akhirnya selesai juga pada waktunya.
Di masa Pak Soeharto pun ada proyek yang kiranya kala itu ada sebagian orang merasa pesimis yang mana mustahil untuk dibangun, yaitu jalan tol jakarta dan bandara soekarno hatta yang harus melewati rawa. Kala itu belum ada teknologi sipil yang mampu membuat jalan di rawa. Beruntung, berkat pemikiran dan kerja kerasnya, bangsa ini punya anak bangsa yang ahli dalam konstruksi sipil yaitu Prof Sedyatmo, sarjana lulusan ITBÂ yang mampu melakukan inovasi dengan menciptakan sejarah dalam teknik sipil dunia, yaitu konstruksi cakar ayam sebagai teknik untuk membangun jembatan atau jalan di daerah rawa. Proyek lain pun yang cukup mencengangkan dunia adalah proyek pesawatnya Pak Habibie, yang mana tahun 1995, tercatat dalam sejarah bahwa anak bangsa ini mampu menciptakan pesawat modern pada zamannya, walaupun akhirnya proyek tersebut dihentikan karena salah strategi dalam pendanaanya, setidaknya pesawat itu telah berhasil terbang dan mendarat dengan mulus.
Di masa kepemimpinan Pak SBY pun, dengan kerja keras nya, anak bangsa ini mempu membuat jalan layang yang berkelok-kelok cukup tajam dan bertingkat-tingkat di sela-sela perbukitan dimana jalan ini menjadi titik nadi perekonomian Sumbar dan Riau, yaitu jalan kelok sembilan. Juga ada proyek Jembatan Suramadu, dan tol lintas laut di Bali. Â
Selama ada tekad, maka disitu ada jalan. Apa gunanya kita sekolah sampai ke Boston Amerika Serikat, bahkan sampai ke ujung langit, kalau hanya bisa menciptakan rasa pesimis. Dengan ilmu dan pengalaman yang ditempuh selama ini sampai ujung langit, serta kemampuan berpikir kreatif, itu bisa jadi modal untuk mencari solusi agar target proyek "ambisius" itu tercapai tepat waktu.Â
Belajarlah dari sejarah, dimana sejara bisa menjadi salah satu motovator kita. Seperti yang disampaikan Pak Adhie, jadilah seperti Albert Einstein dan Presiden Rosevelt, jadilah seperti Toyoda dan pemerintah Jepang, jadilah seperti Thomas Alfa Edison, jadilah seperti Prof Sedyatmo dan Bung Karno. Kegelapan pada bangsa ini akan segera sirna. Â
Dalam kehidupan kita sehari hari, tidak jarang kita temui jika seseorang diberi pekerjaan dan target untuk mencapainya, kemudian yang diberi tugas malas mengerjakannya, atau tidak mampu mengerjakannya, namun mereka tidak mau kehilangan posisi jabatannya biasanya mereka ngeles mencari "akal-akalan" agar proyek itu tidak dilaksanakan. Saya berharap Pak Rizal bukan tipe orang yang seperti itu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H