Memahami tentang kestabilan sistem keuangan diharapkan mampu membuat kita setidaknya menjadi orang yang berpikiran terbuka mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia sehingga masyarakat bisa tenang dan tidak panik dalam menghadapi keadaan.
Apakah stabilitas sistem keuangan?
Berdasarkan keterangan Bank Indonesia bahwa stabilitas sistem keuangan belum memiliki definisi baku, sehingga memunculkan beberapa definisi yang pada intinya adalah bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Berdasarkan “intinya” itu digambarkan bahwa keadaan bahaya dan menghambat kegiatan ekonomi tersebut dipandang sebagai dampak dari ketidakstabilan sistem keuangan dimana hal ini belum menggambarkan definisi stabilitas sistem keuangan. Karena definisi yang belum baku ini mungkin saja akan timbul beberapa pendapat ketika terjadi permasalahan untuk dicari solusinya akibat perbedaan sudut pandang dalam melihat definisi. Kemudian akan timbul pertanyaan kalau memakai “definisi” tersebut, apakah menunggu kegaiatan ekonomi berbahaya dulu baru ketahuan bahwa sistem tidak stabil?
Ketika berbicara sistem maka kita akan berhadapan dengan input, pemroses, dan output dimana output bisa berupa kinerja produk yang dihasilkan atau berupa kinerja dari sistem. Ketika kita melihat definisi kestabilan maka melalui rujukan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kestabilan adalah keadaan stabil, yang mana stabil berarti tidak berubah-ubah atau tetap atau tidak naik turun (menggambarkan prilaku). Sedangkan keuangan berarti keadaan uang. Sehingga dapat diambil pandangan dari beberapa definisi kata per kata tersebut bahwa kestabilan sistem keuangan merupakan keadaan uang yang tidak berubah-ubah atau naik turun di dalam suatu pemroses yang akan mempengaruhi output. Sehingga menjaga kestabilan sistem keuangan yaitu melakukan tindakan agar keadaan uang tersebut tetap tidak naik turun di dalam suatu pemroses yang mana akan mempengaruhi ouput.
Apakah output dari suatu pemroses keadaan uang tersebut? tidak ada definisi baku tentang output yang dikeluarkan oleh sistem keuangan tersebut, namun merujuk pada keterangan Bank Indonesia bahwa peristiwa yang akan terjadi jika pemroses tersebut tidak mampu menjaga keadaan uang tetap stabil atau sistem keuangan tidak stabil yaitu membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Hal ini merupakan dampak dari output sistem keuangan tersebut yang tidak stabil. Maka dari itu harus dicari apa sebenarnya ouput dari sistem tersebut, karena ini akan mempengaruhi solusi yang akan diambil jika terjadi masalah pada sistem tersebut. Untuk mencari apa ouput dari sistem tersebut mungkin perlu diketahui bahwa kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang terkait pada produksi, distribusi, konsumsi. Dimana kegiatan ekonomi ini akan dipengaruh oleh ouput yang keluar dari sistem keuangan tersebut. Mengenai ouput dari sistem ini akan dicoba dibahas untuk dicari pada artikel ini juga.
Apa input dari sistem tersebut? karena yang diproses adalah uang, oleh karena itu input dari sistem adalah uang.
Keadaan apa dari uang yang hendak dijaga stabilitasnya?
Dirujuk dari buku Frederic S. Mishkin bahwa uang merupakan segala hal yang secara umum diterima atau disepakati untuk digunakan sebagai alat pembayaran terhadap barang maupun jasa atau untuk membayar utang. Sebenarnya banyak jenis alat pembayaran yang bisa digunakan selain uang, namun uang yang kita kenal saat ini memiliki sifat kecairan tinggi dibandingkan alat pembayaran lainnya dan uang dapat dibawa dengan mudah serta disimpan secara fisik. Fungsi uang adalah sebagai alat tukar, sebagai alat ukur nilai suatu barang atau jasa, dan sebagai penyimpan nilai sehingga uang mengandung nilai dan dapat dijadikan asset. Dilihat dari masing-masing fungsi uang tersebut maka fungsi yang menyiratkan suatu variabel atau prilaku adalah fungsi uang sebagai penyimpan nilai dimana dimungkinkan nilai yang terkandung pada uang itu berubah-ubah. Sehingga dapat dijelaskan bahwa sistem keuangan tersebut berproses untuk menjaga nilai yang terkandung pada uang agar tidak naik turun. Mungkin hal ini bisa menjawab apa output dari sistem keuangan tersebut. Ouputnya adalah nilai uang.
Gambaran di luar sistem keuangan
Bagaimana suatu wadah tempat uang beredar yang di dalamnya ada kegiatan “pemrosesan” mampu menjaga agar nilai uang tersebut tidak naik turun atau stabil sehingga tidak membahayakan maupun menghambat kegiatan ekonomi masyarakat?
Kegiatan ekonomi akan berjalan jika terdapat kebutuhan apakah itu untuk mengkonsumsi, untuk memproduksi, ataupun untuk mendistribusikan dimana kebutuhan itu mampu disediakan orang lain. Setiap orang pasti memiliki kebutuhan minimal untuk dirinya sendiri. Namun ada kebutuhan-kebutuhan pada diri seseorang harus dipenuhi dari orang lain. Di sini lah terjadi transaksi jual beli, dan media untuk melakukan transaksi itu saat ini menggunakan uang. Kalau dulu bisa dilakukan secara barter. Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa uang berfungsi sebagai alat tukar sehingga seseorang membutuhkan uang untuk membeli suatu produk yang dibutuhkan dari orang lain, seseorang membutuhkan uang untuk melakukan pendistribusian barang dimana diharuskan menyewa kendaraan orang lain serta membeli bahan bakar yang diproduksi pihak lain, seseorang membutuhkan uang untuk membeli alat-alat produksi agar dapat memproduksi suatu produk. Darimana seseorang mendapatkan uang? Seseorang mendapatkan uang jika ada barang atau jasa dijual atau disewakan pada orang lain. Selain itu uang juga bisa didapat dari meminjam atau berhutang pada orang lain. Agar uang tersebut diberikan tentu saja harus ada orang yang membutuhkan jasa atau barang tersebut, atau ada orang yang kelebihan uang sehingga mau meminjamkan atau mengutangkannya atau memberikan uangnya pada orang lain secara cuma cuma. Sehingga agar kegiatan ekonomi tersebut berjalan maka uang harus tersedia kapan dibutuhkan. Jika uang tidak tersedia maka kegiatan ekonomi akan terhambat. Hal inilah yang diwaspadai oleh sistem keuangan dimana harus mampu memproses uang agar tetap tersedia dan bisa digunakan sebagai alat tukar.
Uang akan tersedia atau disimpan jika masih memiliki nilai. Sebagaimana diketahui bahwa uang mengandung nilai, maka uang juga difungsikan sebagai asset sama halnya dengan property, tanah, obligasi, saham, emas, dll. Aset merupakan suatu hal yang memiliki nilai baik masa kini maupun untuk masa datang. Oleh karena itu, uang bersaing dengan banyak asset lainnya untuk dijadikan kekayaan bagi setiap orang, sedangkan uang harus tersedia agar kegiatan ekonomi berjalan. Karena kegiatan ekonomi bisa berjalan lancar jika ada uang yang mana lebih mudah dibawa, disimpan, ditukarkan. Maka dari itu nilai uang harus terjaga agar tidak kalah dengan nilai asset lainnya. Bagaimana menjaga nilai uang tetap berharga dibandingkan asset lainnya? maka di sinilah peran komponen-komponen yang ada pada sistem keuangan tersebut.
Sumber gambar: Mishkin; The Economics of Money, Banking, and Financial Market
Merujuk pada gambar yang diperoleh dari buku Frederic S. Mishkin, terlihat dengan jelas bahwa komponen utama yang berperan penting pada proses di dalam sistem keuangan adalah Lender-saver, financial intermedier, financial markets, serta borrowers-spenders. Pihak Lender-saver merupakan pihak yang memiliki uang sebagai asset mereka, sedangkan pihak borrower-spender merupakan pihak yang membutuhan uang. Sedangkan financial intermedier merupakan pihak yang memediasi antara pihak lender-saver dan pihak borrowers-spenders seperti yang dilakukan oleh bank yang mana mengumpulkan uang masyarakat dan kemudian meminjamkan uang tersebut ke yang membutuhkan uang dengan mekanisme tertentu. Financial market merupakan seperti pasar untuk membeli surat utang ataupun surat berharga yang akan ditukar dengan sejumlah uang melalui cara-cara tertentu yang telah disepakati.
Orang akan meminta atau membutuhkan uang jika mereka kekurangan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi. Uang bisa mereka peroleh dari meminjam, menjual barang atau jasa, menjual asset mereka, maupun memohon belas kasihan orang yang kelebihan uang. Di sinilah peran peran pihak-pihak yang kelebihan uang, apakah akan memberikan pinjaman atau membeli asset yang dijual tersebut. Karena uang dianggap memiliki nilai lebih tinggi di masa datang, maka ketika memberikan pinjaman kepada orang lain, pada umumnya peminjam meminta tambahan sejumlah nilai tertentu dari nilai uang yang dipinjamkan tersebut untuk periode tertentu. Nilai tambahan tersebut merupakan patokan ukuran nilai asset uang tersebut di masa datang. Tambahan nilai ini biasa disebut dengan bunga. Perbankan sebagai salah satu komponen penting di sistem keuangan memberlakukan tingkat bunga kredit tertentu kepada para peminjam maupun tingkat bunga deposito kepada pihak yang ingin menginvestasi kan uangnya di perbankan dalam bentuk simpanan dalam periode tertentu.
Berbagai jenis investasi bagi masyarakat
Uang akan bernilai lebih tinggi di masa datang jika di masa datang supply uang terbatas sedangkan kebutuhan orang untuk melakukan kegiatan ekonomi meningkat sehingga kebutuhan akan uang pun akan meningkat. Sebaliknya, uang akan bernilai rendah atau turun jika supply uang terbatas atau tetap namun permintaan akan uang menurun. Di sinilah peran sistem keuangan mengatur supply dan demand agar nilai uang tidak naik turun, salah satunya adalah peran Bank Indonesia sebagai problem owner suatu sistem. Problem owner merupakan pihak yang "memiliki" sistem tersebut, yang mana melalui keputusannya lah sistem diizinkan berjalan sebagai bentuk pengendalian setelah dimonitor dan dievaluasi.
Misalkan ketika jumlah uang beredar (supply uang) meningkat sedangkan permintaan akan uang tetap, maka nilai uang akan turun, oleh karena itu perlu diberlakukan kebijakan tertentu untuk menaikkan kembali nilai uang dengan mengurangi supply uang di masyarakat atau meningkatkan permintaan akan uang. Pemerintah maupun Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan tertentu apakah mengurangi supply uang atau meningkatkan permintaan akan uang? Kedua tindakan ini tentu memiliki konsekuensi masing-masing. Ketika dipilih untuk melakukan tindakan meningkatkan permintaan akan uang, maka perlu didorong kegiatan ekonomi agar dipercepat terutama tingkat produksi dan konsumtif. Tentu saja orang yang kekurangan uang akan meminta uang, meminjam uang, atau menjual aset kepada pihak lain seperti meminjam ke perbankan dengan bunga tertentu atau menjual properti, emas, maupun menawarkan obligasi atau surat utang. Namun ini bisa menjadi kendala pada sistem keuangan terutama pada perbankan sebagai problem user dari sistem keuangan ketika perbankan tidak siap menerima gempuran permintaan kredit. Perlu diketahui bahwa problem user dari suatu sistem adalah komponen yang menerapkan atau mengeksekusi kebijakan yang ditetapkan oleh problem owner pada sistem tersebut. Sistem perbankan diberlakukan standar likuiditas tertentu oleh problem owner dalam hal ini BI maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan rasio besarnya simpanan atau asset dengan pinjaman yang diberikan kepada peminjam (debitur). Hal ini dilakukan agar perbankan tetap sehat dan terus bisa melakukan fungsi intermediasinya. Tidak boleh dilupakan juga bahwa perbankan merupakan entitas bisnis yang tentu bertujuan selain berperan penting pada sistem keuangan juga berusaha untuk mendapatkan profit secara bisnis. Sehatnya perbankan tentunya berdampak pada sistem keuangan karena diberi peran sebagai motor penggerak sistem keuangan. Pada ujungnya kegiatan ekonomi pun masih bisa berjalan. Memilih meningkatkan permintaan akan uang sepertinya akan berisiko, sehingga pada umumnya pihak yang berkepentingan terhadap kestabilan sistem keuangan terutama problem owner lebih memilih kebijakan untuk mengurangi supply uang yang beredar dimasyarakat. Salah satu caranya dengan menawarkan kepada pihak tertentu yang kelebihan uang dan ingin berinvestasi pada "suatu lahan investasi" yang memiliki nilai lebih tinggi serta minim risiko, daripada mereka memegang uang sebagai asset investasi yang nilainya turun. Seperti menawarkan asset atau obligasi dengan imbal hasil yang tinggi kepada investor agar mereka tergiur untuk memindahkan investasi mereka dari asset uang menjadi asset lainnya seperti surat-surat berharga negara yang minim risiko. Selain itu, karena Bank Indonesia menaikkan BI rate biasanya akan digunakan sebagai bunga acuan bagi perbankan untuk menetapkan bunga deposito dan bunga kredit yang mungkin saja akan ikut naik, sehingga diharapkan masyarakat akan lebih banyak memindahkan investasi asset uang menjadi asset deposito. Sedangkan dampaknya pada tingkat pertumbuhan kredit cendrung akan turun karena para debitur akan menahan meminjam uang ke bank. Akibat hal ini kemungkinan kegiatan ekonomi akan sedikit menurun yang berarti uang yang beredar akan semakin turun serta nilainya diharapkan akan kembali tinggi sehingga mencapai titik keseimbangan tertentu.
Hal yang banyak kita temui dalam kehidupan kita sebagai contoh kasus seperti naiknya harga barang atau jasa atau disebut dengan inflasi. Biasanya dipicu oleh faktor produktivitas, faktor alam, ataupun faktor biaya bahan baku yang mungkin bahan bakunya di import dimana harus mengikuti kurs mata uang, bisa berdampak pada nilai uang yang beredar di masyarakat. Di sini kembali berlaku prinsip supply dan demand. Ketika terjadi bencana alam seperti banjir dan longsor, supply bahan baku atau barang akan terhambat sehingga persediaannya menurun sedangkan permintaan tetap atau bahkan meningkat. Akibatnya harga barang menjadi mahal, nilai uang pun akan turun. Kemaren dengan Rp.10000 bisa beli 1 Kg gula namun karena saat ini terjadi inflasi uang Rp.10000 hanya dapat membeli 0,5 Kg. Begitupun ketika biaya bahan baku naik, dimana bisa berdampak pada harga barang yang dijual, seperti yang terjadi pada saat ini dimana bahan bakar minyak (BBM) naik dimana BBM masih menjadi andalan bagi hampir seluruh pihak di Indonesia sebagai bahan baku untuk kegiatan ekonomi mereka yang mana ini berarti nilai uang menjadi turun dimana bisa disamakan juga dengan jumlah uang yang beredar atau supply uang lebih besar dari pada tingkat permintaan akan uang sehingga mengakibatkan turunnya nilai uang. Maka dirasa wajar jika Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya saat ini dari 7,50% menjadi 7,75%, salah satu tujuannya untuk mengembalikan nilai uang namun juga tidak membebani stabilitas sistem keuangan terutama sektor perbankan yang diharuskan tetap sehat sebagai motor dari sistem keuangan. Mungkin saja kebijakan ini akan membebani para debitur atau mungkin masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi karena kemungkinan beban bunga pinjaman ikut terkerek naik dimana orang akan menahan hasratnya untuk membeli rumah dari pinjaman bank, atau mengembangkan bisnisnya dari modal pinjaman bank. Pihak tertentu pun akan mengalihkan investasinya dari aset uang ke aset lainnya seperti surat berharga pemerintah atau sertifikat BI karena imbal hasil yang diberikan cukup menggiurkan akibat terkerek bunga acuan BI (BI rate) dan risiko yang ditanggung pun rendah. Adanya kebijakan ini diharapkan nilai uang akan kembali naik dimana harga barang akan kembali turun. Pertanyaan bagi para pelaku kegiatan ekonomi, memilih kegiatan ekonomi terhenti atau terhambat sebentar?
Semoga artikel ini mampu memberikan gambaran besar mengenai sistem keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H