Mohon tunggu...
Angra Bramagara
Angra Bramagara Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Orang biasa yang sedang belajar menulis, dan belajar menggali ide, ungkapkan pemikiran dalam tulisan | twitter: @angrab

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Tarif Batas Bawah Berdampak Pada Keselamatan Penerbangan

8 Januari 2015   07:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:34 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah kecelakaan Airasia QZ8501 bulan Desember 2014 lalu, selain tim SAR Indonesia dan asing sibuk melakukan operasi pencarian dan evakuasi korban maupun pesawat di perairan Karimata Kalimantan Tengah, Kementerian Perhubungan pun juga ikut sibuk bergerak melakukan investigasi pada internal mereka terutama terkait dengan angkutan udara. Hasilnya adalah kebobrokan sistem administrasi penerbangan kita mulai terbongkar, yang pada ujungnya berbagai  keputusan maupun kebijakan dikeluarkan, seperti pembekuan rute penerbangan Airasia rute Surabaya-Singapura, melakukan mutasi terhadap pejabat terkait peristiwa pemberian izin terbang Airasia di Bandara Juanda, bahkan berbagai rute maskapai lain terkena imbas karena ketahuan melanggar izin rute seperti yang dituduhkan pada Airasia.

Kini isu lain pun muncul, yaitu terkait rencana Kementerian Perhubungan menaikkan tarif batas bawah pesawat yang naik 10%. Sasaran kebijakan ini mengarah pada maskapai yang menerapkan model bisnis LCC (Low Cost Carrier).  Hal ini menimbulkan pro dan kontra diberbagai kalangan, ada yang setuju dan ada yang tidak. Alasan pihak yang setuju terhadap kebijakan itu adalah karena dengan adanya kebijakan tersebut maka dapat memperbaiki iklim persaingan usaha bisnis penerbangan di Indonesia yang dirasa tidak sehat, dapat melindungki konsumen dari perang tarif, dan tentu saja beberapa maskapai senang dengan kebijakan ini karena mengurangi babak belur mereka.  Namun maskapai yang bermodel bisnis LCC sendiri masih bungkam tidak mau menyatakan pendapatnya terkait hal ini, kecuali maskapai Citilink yang tidak keberatan dengan kebijakan tersebut.

Bentuk Promosi Maskapai LCC (sumber gambar: asiacabin.com)

Mengenai faktor keselamatan, berbagai pihak melihat bahwa tidak ada hubungannya antara penerbangan berbiaya murah dan faktor keselamatan. Hal ini karena faktor yang menyebabkan suatu penerbangan itu dikatakan berbiaya murah adalah biaya pelayanan (bisa dikatakan sebagai biaya produksi pada jasa pelayanan) terhadap penumpang yang dikurangi. Seperti:

1. Tidak adanya makanan yang diberikan pada penumpang (maskapai tidak perlu membayar perusahaan catering),

2. Membeli tiket secara online (maskapai tidak perlu menggaji orang sebagai penjual tiket),

3. Jarak atau ruang antar kursi penumpang sedikit dikurangi sehingga rada tidak nyaman untuk sebagian penumpang (jumlah penumpang yang diangkut lebih banyak per pesawat, sehingga biaya yang ditanggung maskapai untuk penerbangan satu pesawat lebih murah)

4. Bagasi dikenakan biaya sehingga orang yang tidak bawa bagasi merasa naik LCC ini memang murah, dst.

Sedangkan faktor keselamatan seperti faktor maintenance, faktor kelelahan pilot adalah sesuatu yang berbeda. Faktor-faktor ini terutama faktor maintenance, ditempatkan pada pos biaya yang berbeda dengan pos biaya pelayanan (produksi) yang langsung dirasakan penumpang. Silakan biaya pelayanan dikurangi namun biaya maintenace harus disesuaikan dengan prosedur keselamatan yang telah ditetapkan otoritas suatu negara maupun internasional, dan juga pabrikan pesawat. Faktor maintenace pesawat tidak boleh ditawar-tawar.

Biaya lain yang terkait faktor keselamatan (bisa dikatakan masuk pada biaya produksi jasa pelayanan) adalah biaya bahan bakar pesawat. Bisa saja maskapai mengurangi bahan bakar pesawat dimana volume bahan bakarnya di pas-paskan untuk sampai tujuan, tujuannya untuk semakin mengurangi biaya produksi mereka. Jika hal ini dilakukan maka akan berbahaya bagi penerbangan kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diharapkan di udara dimana pesawat diharuskan lebih lama berada di udara. Namun rasanya hal ini tidak mungkin dilakukan oleh maskapai karena terlalu berisiko jika kapasitas bandara sangat padat dan rute penerbangan berada dalam cuaca yang tidak bisa diduga apalagi dalam musim cuaca buruk. Mungkin hanya biaya produksi dari sektor bahan bakar yang tidak boleh ditawar-tawar dalam proses bisnis jasa penerbangan.

Singkat kata perkiraan biaya utama industri penerbangan: Biaya produksi-non bahan bakar (flexible tergantung strategi marketing maskapai) + biaya produksi-bahan bakar (fix) + biaya faktor keselamatan (fix, tidak bisa ditawar-tawar). Yang dimain-mainkan oleh LCC sepengetahuan saya adalah biaya produksi non-bahan bakar.

Faktor lain yang mempengaruhi keselamatan penerbangan  adalah faktor kelelahan pilot. Faktor ini bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti frekuensi terbang pesawat dalam satu hari dan jumlah pilot yang dimiliki maskapai, serta kondisi kesehatan pilot. Tarif murah ini bisa saja berdampak pada kelelahan pilot. Ketika tarif suatu pesawat murah maka jumlah penumpang yang akan dibawa pun akan semakin banyak. Akibatnya maskapai berusaha untuk menambah frekuensi terbang per hari. Daripada pesawat berdiam diri di bandara lebih baik pesawat diterbangkan (produktif). Sepengetahuan saya, semakin lama pesawat berdiam diri di bandara maka biaya yang dikeluarkan (biaya parkir) semakin besar. Oleh karena itu daripada semakin banyak duit yang dikeluarkan lebih baik pesawat dibikin produktif mengangkut penumpang terbang walaupun ada biaya bahan bakar di dalamnya yang harus ditanggung ketika terbang, namun itu bisa dikatakan kecil dibanding berdiam lama-lama di bandara. Andaikan jumlah pilot yang dimiliki maskapai tidak mencukupi, namun maskapai memaksa maka penambahan frekuensi terbang ini akan berdampak pada tingkat kelelahan pilot. Namun kabarnya dalam peraturan penerbangan ada aturan mengenai jam terbang pilot. Jika peraturan ini dipatuhi, dimana pilot hanya dibolehkan terbang sekian jam per hari tentu tidak akan berdampak pada kelelahan pilot. Namun untuk menerapkan terbang dengan frekuensi tinggi harus memiliki jumlah pilot yang mencukupi. Untuk maskapai besar apalagi berskala internasional rasanya jumlah pilot tidak menjadi masalah berarti mereka.

Adanya penerapan kenaikan tarif bawah  yang akan diterapkan oleh kementerian perhubungan, sepertinya akan berdampak relatif pada faktor keselamatan dari aspek pesawat itu sendiri. Siapa menjamin bahwa penambahan uang yang diperoleh oleh maskapai dari kenaikan tarif bawah tiket pesawat itu diberikan untuk faktor keselamatan penerbangan dalam pesawat? Kenaikan tarif itu akan berdampak pada perbaikan faktor keselamatan untuk maskapai yang salama ini merasa kekurangan duit untuk membiayai segala hal terkait faktor itu. Namun jika maskapai selama ini telah mengalokasikan biaya untuk faktor keselamatan penerbangan dari sisi pesawat sesuai dengan peraturan yang ada dari hasil kegiatan bisnis penerbangan murah selama ini, maka ketika ada kenaikan tarif maka maskapai akan meraih keuntungan jika jumlah penumpang tetap.

Beberapa pihak mungkin hanya melihat pengaruh kenaikan tarif ini dengan faktor keselamatan penerbangan dari sisi pesawat dan maskapai, yang mungkin memang tidak ada pengaruhnya. Namun, saya melihat bahwa ada kaitan antara kenaikan tarif batas bawah dengan keselamatan penerbangan. Kata kunci adanya adalah jumlah penumpang yang mampu dilayani oleh suatu maskapai per harinya atau per rute penerbangan. Menyambung artikel saya sebelumnya "Traffic Jalur Penerbangan Antara Bisnis dan Keselamatan" bahwa ketika tarif batas bawah dinaikkan, maka dampaknya kemungkinan adalah pengurangan jumlah penumpang yang dilayani maskapai perhari. Coba lihat ketika pajak bandara (airport tax) di integrasikan pada tiket pesawat, salah satu maskapai Garuda Indonesia akhirnya tidak tahan dengan penerapan kebijakan airport tax tersebut karena menjadikan harga tiket mereka terlihat lebih mahal daripada kompetitor yang tidak menerapkan kebijakan itu (ref). Terlihat mahalnya harga tiket tersebut membuat turunnya jumlah penumpang sehingga Garuda mengalami kerugian (ref). Hal yang sama mungkin juga akan menimpa maskapai LCC yang akan menerapkan kenaikan tarif bawah dimana diperkirakan akan mengalami penurunan jumlah penumpang.

Penurunan jumlah penumpang ini akan memaksa maskapai mengurangi frekuensi penerbangan mereka per hari atau per rute penerbangan karena ketika jumlah penumpang yang diangkut berkurang namun cost yang dikeluarkan sama dengan saat sebelum jumlah penumpang berkurang tersebut maka tentu akan merugikan operasional maskapai. Dampaknya adalah biaya yang dikeluarkan maskapai untuk biaya "menganggur" pesawat semakin besar karena waktu pesawat parkir di bandara lebih lama. Namun biaya itu bisa ditutupi dari kenaikan tarif batas bawah.  sedangkan dampak positifnya adalah traffik penerbangan akan lebih longgar dan mudah diatur. Kepadatan traffik penerbangan menurut saya merupakan faktor keselamatan yang sangat penting di luar pesawat itu sendiri.

Mungkin alasan lain kementerian perhubungan menaikkan tarif bawah penerbangan selain membuat sehat persaingan bisnis industri penerbangan juga untuk meningkatkan faktor keselamatan dalam hal  traffik penerbangan. Berkaca pada kejadian Airasia, diduga bahwa kepadatan traffik pada rute yang dilalui dimana ujungnya berdampak pada waktu koordinasi ATC dan pilot, mengambil peran yang cukup penting terhadap kecelakaan tersebut.

Adanya kenaikan tarif batas bawah ini, tentu yang kena imbas adalah konsumen. Bagaimana supaya konsumen tetap mampu menikmati harga murah namun tidak mengabaikan faktor keselamatan penerbangan dalam hal trafik penerbangan? Saya usul untuk rute-rute gemuk, alangkah baiknya maskapai menggunakan pesawat berbadan lebar walaupun untuk penerbangan dalam negeri. Dimana sebelumnya untuk menerbangkan 300 orang harus menerbangkan 2 kali penerbangan, dengan menggunakan pesawat berbadan lebar mereka mampu diterbangkan 1 kali terbang. Sehingga mampu mengurangi jumlah pesawat berseliweran di udara. Permasalahan yang ada adalah terkait infrastruktur bandara untuk menampung pesawat itu.

14206521321430018653
14206521321430018653
Pesawat Boeing 777 Berkapasitas 314 Penumpang (sumber gambar: tribunnews.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun