Permainan dimulai ketika Presiden Jokowi mencalonkan Komjen BG sebagai Kapolri. Bagaimana mungkin Presiden Jokowi yang pada saat masa kampanyenya menjanjikan pemberantasan korupsi, namun ketika sudah menjadi presiden beliau memilih calon Kapolri yang diduga memiliki rekening gendut tidak wajar. Seakan-akan Pak Jokowi mengacuhkan janji kampanye nya itu. Seberani dan setega itukah Presiden Jokowi melanggar janji kampanyenya dan memupus harapan rakyat Indonesia secara terang-terangan?
Presiden tentu sudah tahu bahwa Komjen BG tersebut sudah di list merah oleh KPK saat presiden mengajukan nama BG ini menjadi menteri, walaupun daftar list merah tersebut tidak disampaikan ke publik. BG ketahuan di list merah oleh publik setelah ketua KPK mengatakannya saat Komjen BG yang sedang proses pencalonan Kapolri ditetapkan jadi tersangka. Ditambah pula isu rekening gendut tidak wajar kencang menyeruak sebelum BG di calonkan oleh Presiden. Tetapi kenapa presiden tetap mencalonkan Komjen BG? di sinilah permainan yang mungkin telah dirancang oleh Presiden Jokowi dimulai. Permainan yang beliau lakukan tidak seperti yang banyak orang duga, dimana banyak orang menanggap beliau melanggar janjinya untuk memberantas korupsi. Namun saya melihatnya lain.
Saya menduga presiden mulai melakukan operasi pemberantasan korupsi di segala lini termasuk di dalam partai-partai pendukungnya sendiri melalui KPK, Polri, dan Kejaksaan. Namun operasi ini tidak secara resmi diberitahu pada masing-masing institusi tersebut. Presiden mungkin memanfaatkan sisi psikologis KPK secara institusi yang telah memberi label merah pada Komjen BG, maupun mungkin memanfaatkan sisi psikologis dari ketua KPK, Abraham Samad, karena isu terkait calon wapres.
Saat mengajukan calon Kapolri, bisa saja presiden mengalami tekanan dari partai pendukungnya sebagaimana yang diduga oleh banyak pihak. BG diketahui orang dekat ketua umum PDIP. Bisa saja presiden sebenarnya tidak suka dengan BG karena jika menajadi Kapolri maka akan menganggu jalan pemerintahannya dibidang pemberantasa korupsi. Namun presiden melihatnya lain, dimana tekanan itu bisa di jadikannya senjata untuk mulai melakukan aksi pemberantasan korupsi terutama di lingkar dalam partai pendukungnya sendiri. Oleh karena itu, presiden berani mengajukan calon kapolri kontroversi, selain itu juga karena Presiden memilih orang-orang yang dapat beliau percaya. Orang-orang yang dipercaya tentu yang beliau kenal atau orang-orang lingkar dalam pihak yang pendukungnya yang beliau percaya.
Saat itu presiden mengusik sisi psikologis KPK dan berharap KPK "marah" karena list merah dan mungkin isu pribadi ketua KPK, dimana mengharapkan dengan segera menetapkan BG sebagai tersangka sebelum di lantik jadi Kapolri. KPK mengambil momen itu satu hari sebelum fit and propert tes kapolri. Saat itu KPK mungkin sudah mencium gelagat DPR yang akan menyetujui BG sebagai Kapolri. Presiden dan KPK tentu berharap BG ditolak oleh DPR karena telah berstatus menjadi tersangka, namun nyatanya tidak. BG tetap disetujui menjadi Kapolri. Mungkin hal ini di luar skenario yang dijalankan dalam permainan politik Presiden dimana DPR mengembalikan bola panas itu kepada presiden. Presiden mengambil langkah untuk menunda melantik BG.
Mungkin skenario utama presiden adalah dengan di tersangkakan nya BG jadi Kapolri maka kemungkinan akan mudah bagi KPK untuk masuk membersihkan para koruptor di lingkar dalam partai pendukungnya sendiri. Apa mungkin Komjen BG ini dapat dijadikan gerbang masuk bagi KPK untuk membersihkan dalaman partai? mungkin saja kalau Komjen BG tidak dicalonkan menjadi Kapolri maka KPK akan lambat menyidiknya. Oleh karena itu Presiden "mengumpankan" Komjen BG kepada KPK agar KPK segera mengusutnya.
Dugaan ini terlihat setelah BG ditetapkan jadi tersangka, dan dengan segera setelah itu orang-orang PDIP bersuara kencang seakan-akan ingin melemahkan KPK. Kenapa orang-orang PDIP itu begitu sewot? sedangkan partai-partai lainnya yang juga menyetujui BG jadi kapolri di DPR, apakah itu dari kubu KMP atau KIH, tidak sebegitu sewotnya. Dimulai dari Pak Hasto yang menyebarkan isu Abraham Samad si ketua KPK bernafsu menjadi Cawapres Jokowi, sehingga menduga penetapan BG ini ada unsur balas dendam di dalamnya, dan yang terbaru laporan dari kader lain PDIP yang melaporkan salah satu komisioner KPK, Bambang Widjajanto, ke bareskrim polri. Kemudian terjadi penangkapan terhadap BW. Yang kebetulan (atau mungkin disengaja?) Kabareskrim polri saat ini adalah kabareskrim baru dan dikenal dekat dengan Komjen BG yang telah ditersangkakan oleh KPK. Sehinga diduga proses hukum penangkapan akan cepat dilakukan. Sehingga saat ini terjadi kericuhan antara Polri dan KPK, karena KPK menilai cara penangkapan BW dirasa tidak etis.
Siapa yang memilih kabareskrim saat ini? apakah Presiden Jokowi?
Apakah penangkapan BW ini adalah juga strategi presiden untuk membersihkan KPK, sehingga KPK dapat berlari lebih kencang lagi?
Dari kejadian ini ada dugaan, KPK akan digunakan presiden untuk memberantas korupsi di lingkar dalam partai-partai pendukungnya sendiri dan juga kasus-kasus terkait penguasa masa lalu. Sehingga presiden memerlukan orang-orang KPK adalah orang yang murni "orang" presiden sendiri, bukan orang-orang kepercayaan orang lain termasuk orang kepercayaan partai pendukung sekalipun. Dan Kejaksaan akan digunakan untuk memberantas korupsi di lingkar luar presiden, oleh karena itu beliau menunjuk politisi partai Nasdem sebagai Jaksa Agung.
Sedangkan Institusi Polri, apakah "tugas khusus" yang akan diembannya? karena sepertinya ada usaha memasukkan orang-orang yang dekat dengan PDIP.
Polri, Kejaksaan, dan KPK mungkin tidak tahu operasi yang dilakukan presiden Jokowi ini, dimana mungkin tidak ada surat resmi penugasan. Namun presiden memanfaatkan sisi psikologis dari masing-masing institusi. Akibatnya seperti sekarang, sekaan-akan ada "adu domba" antara institusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H