Mohon tunggu...
Brama Dipo
Brama Dipo Mohon Tunggu... -

Penyuka kata: membaca, menulis dan membuat lirik lagu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Reposting #batpoet

18 November 2013   08:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:01 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya tulisan ini diperuntuk-kan kumpulan sebuah buku dari suatu komunitas. Namun akhirnya tidak ada kelanjutan karena berbagai kendala. Saya coba posting disini dan tulisan ini adalah tulisan lama saya. selamat menikmat-kan diri.

Akhir November 2006
(belum diberi judul)


Sampanku Abu-abu,
mengambang di sungai kelabu.
Senja yang ungu,
menemani sendu sendiriku.


Ikuti arus, bersama badanku yang kurus.
Tak tahu utara dan tak kutatap barat.
Ya, aku sendiri di dunia tanpa arah angin.
Duniaku penuh haru dan tangis getir.
Aku berkiblat pada dingin.
Cahaya dan tak ada cahaya sama saja.
Benderaku bendera kuning.
Gelap, tentu gelap.
Rumah-rumah terdiri dari warna warni saja.
Warna-warna tak natural,
Warna-warna campuran
Sama seperti tetumbuhan dan pepohonan.
Tak ada lagi hijau, biru putih dan hitam tegas.
Merah-pun menjadi jingga.
Lagu-lagu seperti bunyi tak beraturan.
Suara jangkrik semakin menyakitkan.
Kicauan burung jadi menakutkan.
Dan saat orang-orang telah pergi ke dalam mati.
Aku masih hidup.
Ya, yang sangat menyakitkan disaat aku sadar,
Aku masih hidup.




15februari 2007- 07 Oktober 2010
(belum diberi judul)


Apalagi yang hendak aku katakan?
Rayuan kering kerontang?.
Tatapan rindu yang mendendam?
Kecupan di kening?.
Tidak, tak mencukupi,
Rasa yang kau beri lebih hangat dari mentari di pagi.
Kemari…
Kemari sayang.
Kita mati bersama.
Dunia bukan tempat kita.
Tak akan cukup ku toreh tinta di bentala fana.
Kemari..
Kemari sayang.
Biar sementara memusuhi, dan
biarkanlah suci kita tetap abadi.

Temukan aku dalam ketersesatanku
25 Juni 2007
Dunia dalam teralis,
Dibuat dari ratap tangis.
Kesepian adalah keharusan.
Ya dinding kebebasan.
Aku terlahir dari arang,
Kulitku legam,
Menjauhlah,
Aku mudah terbakar.
Aku tercipta oleh uap air,
lembab dan basah,
pergilah,
sebentar lagi aku muntah.
Tak Perlu Bertanya.
15 April 2008
Berselisih paham dengan iblis,
Mengecualikannya pada apa-apa yang di benarkan Tuhan.
Dan ini lah kesewenangan Tuhan.
Menguncinya pada kalimat-kalimat bernama firman.
Kalimat-kalimat yang disusun menjadi alkitab.
Mutlak.
Sembah sujud pada adam.
Ia datang bersama cahaya para malaikat.
Dilengkapi darah, jiwa dan tanah.
Dibalut dengan jasad berupa daging dan helai rambut.
Melengkapi apa-apa yang pernah dicipta.
Lalu mengapa sempurna?
Sedang dosa terlahir bersama sombong dan lupa?
Dan inilah kesewenangan Tuhan.
Kita namakan keseimbangan.
Agar ada barat di gelap dan timur di terang.
Utara di putih dan selatan di hitam.
Ada dan tiada adalah percaya.
Dalam dunia rasa dan nyata.
Dan kita akan kembali pada surga.
Tak perlu bertanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun