Mohon tunggu...
I Made Bram Sarjana
I Made Bram Sarjana Mohon Tunggu... Administrasi - Analis Kebijakan

Peminat pengetahuan dan berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Belajar Dari Kegetiran Akhir Hayat Bung Karno Putra Sang Fajar

22 Juni 2024   00:25 Diperbarui: 23 Juni 2024   06:37 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno bersama Presiden JF Kennedy di Amerika (Sumber: JFK library)

Pada 21 Juni 1970, Bung Karno, Putra Sang Fajar, Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, menghembuskan nafas terakhirnya. Dari beberapa dokumentasi yang dapat diakses secara terbuka, seperti yang banyak terpublikasi di youtube ataupun dari buku-buku biografi tentang Bung Karno terdeskripsikan betapa berkabungnya rakyat Indonesia atas berpulangnya Putra Sang Fajar ke hadapan Yang Maha Pencipta.

Kepergian setiap tokoh besar yang meninggalkan jejak dan warisan sejarah yang besar senantiasa menimbulkan duka mendalam. Kepergian Bung Karno Putra Sang Fajar, juga demikian. Hingga saat ini tidak habis-habisnya cerita menarik tentang kisah hidup Bung Karno untuk dibaca kembali. Bukan untuk mengkultuskan atau mengagung-agungkan secara membabi buta, namun semata berusaha memetik pelajaran apa yang dapat ditarik dari perjalanan hidup Bung Karno. Bukankah sebagai warga negara, masing-masing dari kita juga memiliki kewajiban politik untuk berkontribusi, berbuat untuk Indonesia? Tentu saja tidak mesti mesti dengan jalan seperti seorang Bung Karno, mengingat setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing.

Berdasarkan kisah yang tersampaikan dalam dokumen perjalanan hidup Bung Karno, nampak bahwa beliau memasuki Istana menjadi seorang Presiden Indonesia dengan segala kemegahan dan gegap gempita, di tengah haru-biru pujaan seluruh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia saat itu tengah berada dalam euforia dan kebahagiaan yang tiada tara setelah mampu menjadi insan yang merdeka. Sudah terlalu lelah dan lama harkat dan martabat kita sebagai suatu bangsa berada dalam kasta terendah di bawah jajahan Belanda lalu kemudian Jepang. Ini fakta sejarah yang tidak boleh kita lupakan, ketika Belanda dan Jepang di masa kini melakukan langkah-langkah sistematis untuk menghapus sejarah bahwa mereka pernah menjajah Indonesia. Kita bangga dan bahagia menjadi bangsa yang merdeka pada tahun 1945.

Lalu bagaimana menjalankan bangsa yang baru lahir dan bangkit dari penderitaan dan kemelaratan akibat dijajah Belanda dan Jepang? Saat itu semua mata tertuju pada satu sosok, yaitu Bung Karno, Putra Sang Fajar, untuk memimpin bangsa Indonesia, bersama-sama Bung Hatta. Dimulailah babak baru perjalanan Indonesia. Bung Karno sebagai sosok yang sudah memiliki fondasi kebangsaan, pengetahuan politik dan intelektualitas yang memadai sejak usia muda, dan inilah juga yang menjadi ciri khas para pendiri bangsa, segera bergerak membangun negeri ini.

Dari berbagai dokumen sejarah pula kita bisa mengetahui, bahwa kita bisa berbangga. Merinding rasanya melihat betapa di era itu Bung Karno sebagai pemimpin Indonesia, dengan leluasa bergaul dan berinteraksi secara sejajar dan terhormat dengan para pemimpin negara adidaya, para raksasa global di Era Perang Dingin. Bung Karno melawat ke Amerika Serikat bertemu Presiden AS John F. Kennedy maupun Presiden Eisenhower. Melawat ke Uni Soviet bertemu Nikita Kruschev, ke India bertemu Nehru, ke Mesir bertemu Gamal Abdel Nasser, bercakap akrab dengan Kim Il Sung di Korea Utara, dan berbagai pemimpin dunia lainnya.

Bung Karno bersama Presiden JF Kennedy di Amerika (Sumber: JFK library)
Bung Karno bersama Presiden JF Kennedy di Amerika (Sumber: JFK library)

Indonesia sebagai bangsa yang baru lahir, kala itu di bawah kepemimpinan Bung Karno mampu menjadi magnet bagi negara-negara adidaya. Uni Soviet di Blok Timur dan Amerika Serikat di Blok Barat  tidak bisa meremehkan Indonesia karena diplomasi Indonesia yang demikian lihai. Bung Karno tentunya tidak bekerja sendiri, beliau juga dibantu oleh para tokoh-tokoh bangsa lainnya, dengan kapasitas mumpuni pula.

Bung Karno bersama Kruschev di Istana Tampak Siring, Bali (Sumber: Modern Diplomacy)
Bung Karno bersama Kruschev di Istana Tampak Siring, Bali (Sumber: Modern Diplomacy)

Fakta sejarah selanjutnya mencatat bahwa perjalanan Indonesia menjadi sebuah negara-bangsa usai bebas dari belenggu penjajah, tidaklah mudah. Salah satu gejolak yang selanjutnya membawa perjalanan Indonesia, termasuk kiprah Bung Karno ke arah yang lain adalah peristiwa G30S/PKI. Hingga saat ini pun masih banyak misteri yang belum terungkap, tentang seluk-beluk peristiwa besar ini. Yang jelas, badai akhirnya bergulir ke Bung Karno, Putra Sang Fajar, Sang Proklamator Kemerdekaan, sebagai pihak yang dituduh bertanggung jawab. Akhir-akhir masa hidupnya bagai bulan dan langit dengan masa awal menjadi pemimpin Indonesia.

Satu persatu kekuatan politiknya dipreteli oleh penguasa saat itu. Mandatnya sebagai presiden dicabut oleh MPRS. Bung Karno diusir dari istana dan menjadi tahanan rumah, dari Istana Bogor lalu di Wisma Yaso, Jakarta. Pengucilan dan pengurungan yang demikian amat bertolak belakang dengan jiwa Bung Karno yang suka bertemu orang, bercengkrama dan bertemu rakyat. Bung Karno akhirnya jatuh sakit, dan di bawah penjagaan amat ketat, tidak setiap orang termasuk keluarganya dapat menjenguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun