Mohon tunggu...
I Made Bram Sarjana
I Made Bram Sarjana Mohon Tunggu... Administrasi - Analis Kebijakan

Peminat pengetahuan dan berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mempertemukan Kearifan Lokal dan Hasil Riset untuk Konservasi dan Pemanfaatan Air Berkelanjutan

20 Juni 2024   15:50 Diperbarui: 21 Juni 2024   14:34 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Buyan dan Tamblingan sebagai penyedia air Bali (dok.pribadi)

Air merupakan sumber daya mutlak yang diperlukan dalam menunjang kehidupan (Mulyanti, 2022). Air juga menjadi sumberdaya fundamental yang diperlukan dalam mengembangkan kehidupan sosial ekonomi umat manusia. Dunia pun mengakui arti penting air bagi kelangsungan kehidupan di bumi. 

Oleh sebab itu berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, organisasi, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dari berbagai penjuru dunia telah menghimpun diri dalam World Water Council dengan misi untuk mengumpulkan masyarakat internasional guna meyakinkan para pembuat kebijakan bahwa air merupakan prioritas politik bagi pembangunan berkelanjutan dan adil di planet ini[1]. 

Konsil ini bekerja sama dengan negara anggotanya melaksanakan forum pembahasan multistakeholder setiap tiga tahun yaitu World Water Forum untuk membahas berbagai isu mutakhir tentang air dan mendorong terjadinya kesepakatan antar pembuat kebijakan di dunia untuk menghasilkan berbagai kebijakan dalam mengatasi permasalahan sumber daya air pada tataran global hingga lokal[2]. 

Bali bahkan juga telah mendapatkan kehormatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan World Water Forum yang ke-10 dengan tema "Water for Shared Prosperity" pada 18-25 Mei 2024[3]. 

Fakta tersebut menunjukkan pula pengakuan dunia internasional terhadap Indonesia termasuk Bali di dalamnya sebagai negara serta daerah yang memiliki komitmen dan kepemimpinan untuk berkontribusi terhadap upaya pemecahan masalah keberlanjutan sumberdaya air untuk kehidupan. 

Pentingnya arti dan fungsi air dalam kehidupan terefleksi dalam tatanan kehidupan ritual keagamaan umat Hindu di Bali, melalui konsep Tirta (Suranto, 2022). 

Tirta, sebagai unsur penting dalam ritual penyucian buana agung dan buana alit, terbentuk dari unsur air yang juga telah melalui suatu ritual penyucian. Fungsi air yang amat diutamakan dalam ritual keagamaan Hindu juga melandasi penghormatan dan upaya pelestarian sumber-sumber mata air, agar keberadaan selalu lestari dan memberikan kesejahteraan bagi kehidupan.

Air selalu menjadi bagian dari ritual penyucian bagi umat Hindu di Bali. Nampak pancoran pada Pura Beji dekat Pura Gading Wani, Tabanan (dok.pribadi)
Air selalu menjadi bagian dari ritual penyucian bagi umat Hindu di Bali. Nampak pancoran pada Pura Beji dekat Pura Gading Wani, Tabanan (dok.pribadi)

Dari dimensi kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang berbasis pertanian, air juga memiliki peranan fundamental. Air menjadi sumberdaya utama yang mengaliri seluruh subak yeh maupun subak abian sehingga menunjang keberhasilan produksi bahan pangan yang diperlukan masyarakat Bali. 

Demikian pula berbagai aktivitas industri kerajinan masyarakat, pun tidak terlepas dari pemanfaatan air dalam pengolahan bahan bakunya. Kehidupan sehari-hari masyarakat, juga tidak pernah terlepas dari air, sejak memulai aktivitas hingga mengakhiri aktivitas sehari-hari. Air mengaliri ribuan rumah masyarakat sehingga memungkinkan terlaksananya kehidupan yang normal bagi setiap penghuninya.

Dalam perkembangannya, perekonomian daerah yang mengarah pada ekonomi berbasis industri pariwisata, pemanfaatan air justru menjadi semakin penting dan tetap pula menjadi urat nadi yang menunjang kehidupannya. Air mengaliri setiap kamar pada ribuan hotel, villa, restoran, perkantoran, serta berbagai aktivitas ekonomi lainnya yang ada di Bali. 

Air yang mengaliri sungai-sungai juga menjadi salah satu atraksi wisata air. Air telah menjadi bagian dari kehidupan umat manusia dari berbagai dimensinya. 

Oleh sebab demikian pentingnya fungsi air dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, maka upaya konservasi dan penyelamatan sumber daya air menjadi amat penting, dan harus menjadi agenda penting pembangunan bagi pembuat kebijakan di setiap tingkatan.

Terlepas dari peran vital air dalam kehidupan dari sejak era masyarakat tradisional hingga masyarakat era modern, tantangan besar terhadap konservasi dan penyelamatan sumber daya air justru terjadi di era kehidupan masyarakat modern.

Kondisi ini tidak terhindarkan akibat semakin kompleksnya kebutuhan hidup masyarakat yang berimplikasi pada semakin tingginya tingkat kebutuhan, bahkan eksploitasi terhadap sumberdaya air. 

Masyarakat tradisional telah memiliki kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun hingga era modern dalam upaya konservasi dan penyelamatan sumberdaya air. Kearifan lokal masyarakat Bali dalam mengelola sumberdaya air bahkan diperkirakan telah ada sejak abad ke-11 (Nastiti et al., 2022). 

Umat Hindu di Bali memiliki ritus dan tempat-tempat suci yang secara khusus didedikasikan untuk penyucian, penghormatan dalam upaya konservasi dan penyelamatan sumber-sumber air.

Tradisi ini masih dilaksanakan dan hidup di tengah-tengah masyarakat misalnya pada di Pura Tirtha Taman Mumbul di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Masyarakat Mumbul memiliki konsep pembagian air menjadi tiga jenis, yaitu "tirtha, toya, dan yeh". 

Konsep tirtha digunakan dalam konteks air untuk kepentingan keagamaan (sakral). Selanjutnya konsep toya digunakan dalam konteks air untuk kepentingan manusia (profan), serta yeh digunakan ketika air berada dalam konteks pemanfaatan untuk alam dan binatang (Nastiti et al., 2022).

Kolam ikan pada Pura Dalem Balembong di Kampus Unud Bukit Jimbaran memiliki fungsi simbolik dan ekologis (dok.pribadi)
Kolam ikan pada Pura Dalem Balembong di Kampus Unud Bukit Jimbaran memiliki fungsi simbolik dan ekologis (dok.pribadi)

Gunung di hulu beserta hutan, sungai hingga pantai (segara) di hilir, dalam bingkai keyakinan diagungkan sebagai tempat-tempat yang menjadi simpul keberadaan sumber-sumber air. Oleh sebab itu eksploitasi beserta pemanfaatannya harus diiringi pula dengan upaya konservasi. Hutan dan pohon tidak boleh ditebang sembarangan. 

Setiap pohon yang ditebang harus disertai pula dengan penanaman kembali. Prinsip yang diyakini para leluhur masyarakat Bali adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian, agar tatanan kehidupan dapat berjalan dengan baik (Geria et al., 2023).

Telaga di Pura Luhur Batukaru, Tabanan memiliki fungsi ekologis dan spiritual (dok.pribadi)
Telaga di Pura Luhur Batukaru, Tabanan memiliki fungsi ekologis dan spiritual (dok.pribadi)

Pada era masyarakat modern, keseimbangan ini yang nampaknya tidak mampu terjaga dengan baik, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dalam kehidupan. Suhu bumi yang bertambah panas, sumur-sumur air yang mengering, sawah maupun kebun yang tidak dapat dialiri air secara konstan, gagal panen akibat kekeringan, udara yang terpolusi, semakin mahalnya air bersih dan air layak minum, hingga penyebaran penyakit akibat rendahnya sanitasi mengindikasikan telah terganggunya mata rantai yang menjaga keseimbangan ini. Keberlanjutan sumberdaya air di Bali merupakan salah satu masalah nyata yang amat serius (Tarigan, 2016).

Fenomena ini telah terjadi di Bali bagian Selatan. Berdasarkan hasil penelitian Program Bali Water Protection 2018 kerja sama antara Yayasan IDEP Selaras Alam dan Politeknik Negeri Bali terungkap bahwa di beberapa wilayah di Bali, khususnya di bagian selatan, muka air tanah mengalami penurunan hingga lebih dari 50 meter dalam waktu kurang dari 10 tahun. Penelitian tersebut menyebutkan "banyak sumur mulai mengalami kekeringan. Jika tidak, maka isinya sudah tercemar. Ketika muka air tanah semakin menurun dan menyebabkan rongga di lapisan akuifer, intrusi air laut ke akuifer menjadi sulit dihindari. Akibatnya, kualitas air tanah tidak lagi sehat untuk dikonsumsi. Jika demikian, maka itu adalah salah satu situasi ekologis yang butuh waktu sangat lama untuk diperbaiki"[4].

Kondisi yang mengkhawatirkan dari berbagai hasil penelitian ini juga terkonfirmasi dalam Dokumen Status Daya Dukung Air Pulau Bali tahun 2021 yang diterbitkan Pusat Pengendalian Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (P3E Bali Nusra), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 

Laporan hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar mengalami defisit air ditinjau dari ekosistem alami. Pada wilayah Kabupaten Badung dan Gianyar, defisit air disebabkan akibat tingginya kebutuhan domestik dan pertanian lahan basah di saat yang bersamaan. Kondisi tersebut terungkap pada Tabel Status Air Kabupaten di Provinsi Bali Berdasarkan Ekosistem Alami di bawah ini.

P3E Bali Nusra, 2021
P3E Bali Nusra, 2021

Terkait daerah dengan status air surplus seperti yang terdapat pada tabel di atas, laporan tersebut menyebutkan bahwa surplus air dalam konteks jasa lingkungan atau ekosistem alami ini tidak boleh dimaknai bahwa masyarakat pada wilayah -- wilayah ini tidak kekurangan sumber daya air (Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, 2021).

Lebih lanjut laporan tersebut juga mengungkap bahwa berdasarkan hasil analisis, tidak ada satupun wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali memiliki status air "berkelanjutan". Kondisi ini bermakna bahwa dari sudut pandang penyediaan air secara alami, sumber air yang ada di Provinsi Bali sangat beresiko untuk dieksplorasi secara masif. 

Laporan tersebut juga menyajikan status keberlanjutan cadangan air di Bali secara spasial dengan menggunakan kode-kode warna. Warna merah pada menunjukan daerah dengan status Cadangan Air Tidak Berkelanjutan dan warna kuning menunjukkan daerah dengan status Telah Melampaui, seperti dapat dilihat pada gambar Peta Status Keberlanjutan Cadangan Air Pulau Bali, sebagai berikut.

P3E Bali Nusra, 2021
P3E Bali Nusra, 2021

Berdasarkan atas uraian permasalahan di atas maka jelas bahwa Bali telah berada dalam ambang memasuki fase krisis air. Ini tentunya merupakan permasalahan pembangunan berdampak luas yang memerlukan penanganan secara terkoordinasi dengan melibatkan berbagai pihak. 

Fakta dan data telah banyak terungkap dalam berbagai hasil penelitian yang dilakukan pemerintah, perguruan tinggi, lembaga non pemerintah. Hal penting yang penting dilakukan adalah edukasi, advokasi dan diseminasi hasil penelitian yang telah ada, sebagai suatu landasan ilmiah dalam formulasi kebijakan pembangunan daerah.

Kesadaran kolektif dan warisan budaya yang masih hidup di tengah-tengah masyarakat tentang konservasi air merupakan modal dasar untuk membangun komitmen bersama dalam mengatasi tantangan krisis air ini. Warisan budaya ini juga dapat menjadi memori pengingat bahwa leluhur masyarakat Bali sejak dahulu telah memiliki pengetahuan dan melakukan aksi nyata untuk menyelamatkan alam Bali melalui konservasi dan penyelamatan sumberdaya air. 

Kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang sejak Bali masih berada pada peradaban masyarakat tradisional itu sudah sepantasnya tetap menjadi fondasi bagi manusia Bali pada era peradaban modern untuk juga turut berkontribusi menjaga keberlanjutan sumberdaya air. 

Generasi manusia Bali di era peradaban modern atas segala kenikmatan akan sumberdaya air yang diwarisinya dari manusia Bali di era peradaban tradisional memiliki kewajiban sejarah atau kewajiban politik (political obligation) untuk turut menjaga sumberdaya air demi keberlanjutan kehidupan di masa kini dan masa depan. Kewajiban politik untuk menjaga sumberdaya air ini tidak semata-mata muncul karena adanya suatu paksaan, namun lebih berdasarkan pada kesadaran moralitas (Dagger, 1977).

Berbagai kearifan lokal yang merupakan warisan budaya ini senantiasa dibanggakan sebagai nilai-nilai luhur asli Bali yang bisa disumbangkan kepada dunia. Walau demikian kebanggaan dan memorabilia filosofis kearifan lokal saja tentunya tidak dapat mengubah keadaan, seperti ditulis Marx pada baris XI dalam Theses of Feuerbach: "para filsuf hanya menafsirkan dunia dalam berbagai cara; intinya adalah mengubahnya" (Molyneux, 2012). 

Tanpa kesadaran dan langkah nyata untuk menjaga keseimbangan tersebut, maka manusia Bali di era modern justru akan mewariskan kehidupan dengan kualitas yang terdegradasi di masa kini dan masa depan, bila dibandingkan dengan yang mereka warisi dari generasi manusia Bali di era tradisional.

Ini tentunya merupakan suatu ironi, ketika generasi di era modern sejatinya telah memiliki berbagai perangkat keilmuan dan teknologi yang jauh lebih maju untuk menjaga dan memelihara sumberdaya air sebagai fondasi penopang kehidupan alam Bali.

Oleh karena itu berbagai kearifan lokal sebagai warisan budaya tentang konservasi air dari masa lampau sudah selayaknya menjadi "kekuatan spiritual" yang dapat menginspirasi munculnya berbagai frugal innovation, yaitu inovasi yang murah dan sederhana namun berdampak (Nature, 2023; Prabhu, 2017; Weyrauch & Herstatt, 2017). 

Kekuatan spiritual dari kearifan lokal ini selanjutnya juga diperkuat dengan "kekuatan material" berupa ilmu pengetahuan, riset dan inovasi di masa kini dalam melakukan konservasi sumber daya air untuk kehidupan yang berkualitas. Ketika elemen spiritual dan material dapat dipersatukan maka dapat terjadi lompatan perubahan besar yang mengubah dunia.

Apabila setiap kabupaten/kota di Bali dapat berkontribusi terhadap konservasi air, maka dampaknya akan berimplikasi terhadap Bali secara keseluruhan sebagai satu kesatuan ekosistem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun