Mohon tunggu...
Bram
Bram Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Penikmat Ilmu Pengetahuan

Merdeka sejak dalam pikiran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Media Sosial, Presiden Jokowi Korban Hoaks dan Ujaran Kebencian Paling Banyak

11 Oktober 2018   03:06 Diperbarui: 11 Oktober 2018   03:47 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berdasarkan data Mafindo, Presiden Jokowi Korban Hoax Terbanyak

Memasuki masa kampanye Pemilu 2019 sebaran informasi hoax dan ujaran kebencian sangat masif di media sosial.

Adapun target yang paling sering dijadikan sasaran fitnah dan informasi hoax adalah pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan KH. Ma'ruf.

Sebagian besar informasi hoax yang beredar di dunia maya belakangan ini sarat dengan kepentingan politik pada Pilpres 2019.

Hal itu berdasarkan temuan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang mencatat selama September 2018 ada 86 topik hoax, dimana 59 diantaranya adalah hoax terkait politik.

Mafindo juga mencatat sepanjang September 2018, kubu pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin paling banyak diserang hoaks yang beredar di media sosial.

Informasi hoax paling besar belakangan ini adalah isu penganiayaan Ratna Sarumpaet, kemudian diikuti dengan WN China ditangkap TNI AD karena membuat KTP palsu, pekerja LRT ditangkap di Karawang karena dikira Tentara Merah PKC, hoax penghapusan pelajaran agama, hoax rezim kodok anti-Islam, dan hoax masjid dan tempat ibadah lainnya dirobohkan demi jalan tol.

Konsep hoax yang dipakai adalah rangkaian informasi yang sengaja disesatkan tetapi dijual sebagai kebenaran. Kemudian, 'berita' palsu yang mengandung informasi yang disengajai untuk menyesatkan publik dan memiliki agenda politik tertentu.

Sejauh ini platform yang paling banyak digunakan menyebar hoax adalah Facebook sebesar 49,88 persen, Youtube 16,24 persen, dan Twitter 15,08 persen.

Konten-konten hoax itu dikemas sedemikian rupa oleh pendukung kubu oposisi untuk menggiring citra negatif pada petahana. Harapannya akan tercipya opini dan perspektif publik yang negatif dari masyarakat kepada Presiden Jokowi.

Hal ini menjelaskan bahwa selama ini media sosial adalah ajang pertarungan politik dengan tidak sehat. Lebih jauh lagi, media sosial masih digunakan untuk menyebarkan politik kebencian yang dikhawatirkan bisa mengoyak persaudaraan.

Bahkan bisa menjurus ke arah konflik sosial di tengah minimnya tingkat literasi masyarakat. Hal itu karena rekayasa isu tertentu, terutama yang bermuatan SARA masih populer dan menarik bagi masyarakat.

Situasi tersebut harus diwaspadai oleh masyarakat secara luas untuk mencegah adanya konflik sosial. Diantara jalan yang bisa dilakukan adalah dengan penegakkan hukum, pantauan media sosial dan tim sukses kandidat harus memahami esensi Pemilu damai.

Melihat fakta seperti di atas, kita harus lebih peka dan peduli dengan permasalahan hoax dan ujaran kebencian ini. Karena dampaknya bisa sangat negatif dan membahayakan bagi stabilitas nasional.

Setiap konten di media sosial harusnya dicerna terlebih dahulu sebelum disebarkan ulang. Kita harus menjadi warganet teladan yang bisa memberikan contoh baik untuk keluarga dan lingkungan sekitar.

Aku anti informasi hoax dan ujaran kebencian, kamu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun