Upaya cuci tangan kubu Prabowo-Sandiaga untuk membersihkan citranya dari kasus hoax Ratna Sarumpaet terus dilakukan. Dimulai dari pengakuan dibohongi, memecatnya dari tim kampanye, melaporkan ke polisi, hingga mengerahkan massa aksi 212 untuk mengawal Amien Rais ketika diperiksa polisi.
Setelah kebohongan Ratna Sarumpaet terkait kasus pengeroyokannya terbukti adalah sebuah kebohongan, Prabowo dan tim ingin melepaskan dirinya. Padahal, sebelumnya informasi soal penganiayaan Ratna itu banyak disebarkan oleh pendukungnya.
Dalihnya, Prabowo dan kubunya merasa dibohongi oleh Ratna. Sehingga tidak teliti dan ikut menyebarkan kabar bohong.
Kemudian, Ratna seperti sepah yang dibuang setelah manisnya hilang. Ia dicoret dari nama tim kampanye Prabowo.
Tak hanya itu, keberadaan Ratna Sarumpaet di tim kampanye pun juga disangsikan. Salah satu tokoh PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), justru mempertanyakan nama Ratna yang masuk ke timses Prabowo.
Sebagai kawan satu tim, sikap HNW tersebut sangat kejam. Setelah kawannya jatuh, dia ikut menimpakan tangga kepadanya.
Betapa tidak, dengan mempertanyakan seperti itu, HNW sebenarnya telah mencerminkan sikap untuk membuang Ratna setelah tak dibutuhkan lagi.
Ratna bagi Prabowo cs hanya berguna saat informasi hoaxnya berhasil, namun jika gagal maka dia akan dibuang layaknya sampah. Padahal, selama ini Ratna sangat loyal dan militan kepada Prabowo.
Setelah tak diakui, Ratna pun dilaporkan ke polisi oleh kubunya sendiri. Partai Gerindra akhirnya melaporkan Ratna ke polisi, setelah sempat sebelumnya dibatalkan. Pembatalan itu sendiri pernah disampaikan oleh Sandiaga Uno.
Namun, faktanya kini, Ratna resmi dilaporkan oleh Gerindra. Sikap mencla-mencle partai pimpinan Prabowo ini patut dipertanyakan.
Awalnya ada perbedaan sikap antara Sandiaga dan partainya. Hal ini  mengindikasikan tidak kompaknya antara mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu dengan partainya.